Belajar dari Asing, Redenominasi Tak Selalu Manis, Turki Sukses, Zimbabwe Justru Berujung Kegagalan
Redenominasi merupakan penyederhanaan nominal mata uang dengan menghilangkan beberapa angka nol.
SERAMBINEWS.COM - Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu) memasukkan program redenominasi rupiah sebagai salah satu agenda strategis nasional dalam Rencana Strategis (Renstra) 2025–2029.
Rencana tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2025 (PMK 70/2025) yang ditetapkan pada 10 Oktober 2025 dan diundangkan pada 3 November 2025.
Dalam beleid tersebut disebutkan, penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) berada di bawah tanggung jawab Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kemenkeu.
Pemerintah menargetkan kerangka regulasi selesai pada tahun 2026, dan pengesahan RUU pada 2027.
“RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada tahun 2027,” demikian bunyi dokumen tersebut, dikutip dari Kompas.com, Jumat (7/11/2025).
Redenominasi sendiri merupakan langkah penyederhanaan nominal mata uang dengan menghapus beberapa angka nol tanpa mengubah nilai daya beli masyarakat.
Dalam konteks Indonesia, kebijakan ini akan menghapus tiga angka nol, sehingga uang Rp1.000 akan menjadi Rp1, dan Rp100.000 menjadi Rp100.
Belajar dari asing
Rupanya cara yang sama pernah dilakukan oleh beberapa negara di dunia, akan tetapi tak semuanya sukses.
Berikut ini ada dua negara yang sama-sama melakukan redenominasi tapi memberikan efek yang bertolak belakang.
Baca juga: Purbaya Siapkan Langkah Redenominasi, Ubah Rp1.000 Jadi Rp1, Ditargetkan Dirampungkan 2027
Turki
Turki tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil melaksanakan kebijakan redenominasi dengan menghapus enam angka nol dari mata uang lamanya. Pada tahun 2005, pemerintah Turki secara resmi mengubah 1.000.000 lira menjadi 1 lira baru.
Nominal yang terlalu besar juga menimbulkan berbagai kendala dalam pencatatan akuntansi dan statistik nasional, sehingga menyulitkan pengelolaan ekonomi.
Inilah yang kemudian mendorong pemerintah Turki untuk melakukan redenominasi.
Kebijakan redenominasi mulai diberlakukan pada 1 Januari 2005, melalui pengenalan mata uang baru bernama “New Turkish Lira” (YTL) dan satuan uang logamnya, “New Kurus” (YKr).
Dalam sistem baru ini, 1 YTL setara dengan 100 YKr, atau 1 YTL = 1.000.000 lira lama.
Masa transisi antara mata uang lama dan baru berlangsung selama satu tahun.
Sepanjang periode ini, kedua jenis mata uang tetap berlaku bersamaan hingga akhirnya lira lama ditarik secara bertahap dari peredaran pada tahun 2006.
Proses transisi berjalan lancar dan terkendali.
Masyarakat tidak mengalami kepanikan atau antrean besar untuk menukarkan uang, karena sistem penarikan dilakukan secara alami.
Redenominasi yang dilakukan secara bertahap ini terbukti berhasil tanpa menimbulkan gejolak nilai tukar.
Zimbabwe
Zimbabwe menjadi contoh nyata kegagalan redenominasi yang berujung pada punahnya mata uang nasional, dolar Zimbabwe.
Redenominasi pertama
Pemerintah Zimbabwe memangkas 3 angka nol di mata uang ZWN seperti di Indonesia.
Tapi tidak efektif karena pemerintah terus menerus mencetak uang baru dalam jumlah besar.
Menyebabkan inflasi besar-besaran sampai tak terkendali.
Bank sentral tak punya kendali dan justru menyebut inflasi adalah 'barang haram'.
Walhasil, marak terjadi black market yang mana 1 dolar AS bahkan sempat ditukar dengan ZWN 600.000.
Redenominasi kedua
Kode mata uang dari ZWN menjadi ZWR, dengan rasio ZWN 10.000.000.000 = ZWR 1.
Kebijakan ini gagal lagi karena pemerintah tetap mencetak uang secara masif untuk membiayai pemerintahan Presiden Robert Mugabe, sehingga nilai mata uang Zimbabwe semakin anjlok.
Kemudian masyarakat sudah muak dan malah menggunakan mata uang asing, seperti dolar AS, Yuan China hingga Yen Jepang.
Redenominasi ketiga
Tahun 2029, Zimbabwe mengganti mata uangnya lagi dari ZWR menjadi ZWL, kali ini dengan pemangkasan 12 angka nol.
ZWR 1.000.000.000.000 setara dengan ZWL 1.
Upaya ini pun gagal total sebab ekonomi Zimbabwe sudah sepenuhnya terdolarisasi.
Masyarakat sudah menggunakan dolar AS sebagai alat tukar utama.
Mata uang Zimbabwe hancur dan disuntik mati karena sudah tidak digunakan rakyatnya lagi.
bank sentral negara itu menetapkan sejumlah mata uang asing.
Termasuk dolar AS, rand Afrika Selatan, pula Botswana, pound sterling, euro, dolar Australia, yuan China, rupee India, dan yen Jepang sebagai alat pembayaran yang sah.
Pertengahan 2015, bank sentral Zimbabwe secara resmi menghentikan peredaran dolar Zimbabwe, menandai berakhirnya mata uang tersebut dan menjadikan dolar AS sebagai mata uang utama.
Artikel ini telah tayang di Tribuntrends.com dengan judul Redenominasi Tak Selalu Manis! Turki Sukses Hilangkan 6 Nol, Zimbabwe Justru Ambruk 'Sunat' 12 Digit
| Hamparan Pasir dan Tenangnya Ombak Pantai Lhok Bubon Aceh Barat |
|
|---|
| Polda Aceh Bongkar Penyelewengan Pupuk Bersubsidi, Sita 2 Ton Barang Bukti |
|
|---|
| Purbaya Siapkan Langkah Redenominasi, Ubah Rp1.000 Jadi Rp1, Ditargetkan Dirampungkan 2027 |
|
|---|
| Kafilah Pidie Ukir Prestasi Membanggakan di MTQ Aceh di Pijay, Naik Dua Peringkat |
|
|---|
| Samudera Pasai dalam Rihlah Ibnu Batutah, Catatan Sang Musafir dan Tafisran Orientalis – Bagian XVII |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.