Pojok Humam Hamid
Samudera Pasai dalam Rihlah Ibnu Batutah, Catatan Sang Musafir dan Tafisran Orientalis – Bagian XVII
nama Samudera Pasai di pesisir utara Aceh muncul secara eksplisit dalam karya monumental Rihlah Ibnu Batutah
Oleh Ahmad Humam Hamid*)
DALAM khazanah sejarah Islam global, tidak banyak nama dari Nusantara yang muncul dalam sumber-sumber primer klasik.
Namun di antara yang sedikit itu, nama Samudra--yang hari ini dikenal sebagai Samudera Pasai di pesisir utara Aceh--muncul secara eksplisit dalam karya monumental Ibnu Batutah, Ar‑Rihlah yang berjudul lengkap Tuhfat an-Nazhar wa Ghara-ib al-Amshar wa 'Aja-ib al-Asfar" (Hadiah bagi Mereka yang Merenungkan Keajaiban Kota dan Keajaiban Perjalanan).
Ibnu Batutah mencatat secara detail perjalanannya yang mencakup sekitar 73.000 mil (117.000 km) dan mengunjungi setara dengan 44 negara modern, termasuk Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Tengah, Cina, hingga Nusantara (termasuk Samudera Pasai).
Siapa Ibnu Batutah?
Ibnu Babtutah adalah seorang pengembara yang sangat terpelajar nengunjungi berbagai tempat di Asia sampai ke Cina.
Semua tempat yang ia kunjungi dicatatnya dengan baik, bahkan catatan itu tak kurang berjumlah sekitar 1.000 halaman, di mana Samudra Pasai mendapat tempat tersendiri dalam catatan itu.
Menurut sebuah riwayat, Ibnu Batutah tinggal di Pasai selama 2 minggu dan menjadi tamu resmi kerajaan.
Disebut singkat namun berarti, kehadiran Samudra dalam catatan perjalanan sang musafir besar dari Maroko ini telah menjadi salah satu penanda penting bahwa Aceh, bahkan sejak abad ke-14, telah menjadi bagian dari jaringan kosmopolitan dunia Islam.
Nama itu tidak sekadar muncul begitu saja, tetapi menjadi salah satu titik singgah dalam perjalanan Ibnu Batutah dari India menuju Tiongkok.
Baca juga: MSAKA21 - Kerajaan Samudera Pasai: Hikayat Raja Raja Pasai dan Catatan Tome Pires – Bagian XVI
Pandangan Sejarawan dan Orientalis
Bagi para sejarawan dan orientalis seperti H.A.R. Gibb, penyunting dan penerjemah utama Rihlah ke dalam bahasa Inggris, penyebutan Samudra tersebut memiliki makna historis yang dalam.
Gibb adalah orientalis dan ahli sejarah Islam awal abad 20 asal Skotlandia yang menjadi pengajar di School of African and Oriental Studies, Universty of London, dan juga mengajar di Universitas Oxford.
Dalam tafsir Gibb, Aceh bukan hanya pelabuhan biasa di Asia Tenggara, melainkan simpul penting dalam jejaring peradaban Islam yang membentang dari Afrika Utara hingga Asia Timur.
Kunjungan singkat Ibnu Batutah ke Samudera Pasai mencerminkan bahwa Aceh pada masa itu bukan pinggiran, melainkan bagian dari jantung dunia Islam yang tengah berkembang.
Setelah bertahun-tahun menetap di India sebagai qadi dan diplomat Sultan Delhi, Muhammad bin Tughluq, Ibnu Batutah mendapat tugas besar untuk menjadi utusan sang sultan ke Dinasti Yuan di Tiongkok.
Ia menempuh jalur laut dari India ke arah timur melalui Teluk Benggala, kemudian memasuki wilayah Asia Tenggara melalui Selat Malaka.
ibnu batutah menceritakan bahwa islam masuk ke ind
ibnu batutah adalah
ibnu batutah samudera pasai
ibnu batutah berkunjung ke aceh
rihlah ibnu batutah
judul buku ibnu batutah
buku ibnu batutah tentang aceh
pojok humam hamid
humam hamid aceh
Serambi Indonesia
Serambinews
Meaningful
| Prabowo dan Transisi Yang Belum Selesai: Inversi Model Mahathir-Najib Atau Sebaliknya? |
|
|---|
| Khan, Aboutaleb, dan Mamdani: Fenomena Migran Muslim Menjadi Pejabat Publik di Eropa dan AS |
|
|---|
| MSAKA21 - Kerajaan Samudera Pasai: Hikayat Raja Raja Pasai dan Catatan Tome Pires – Bagian XVI |
|
|---|
| Gaza dan Yahudi Amerika: Dua Generasi, Dua Hati yang Berbeda |
|
|---|
| Dana Otsus Jilid 2: Lagu Lama vs Otoritas Teknokratis – Bagian Kedua |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.