Purbaya Tegas Larang Impor Baju Bekas: Thrifting Tetap Ilegal meski Bayar Pajak

Pernyataan tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal pelarangan impor pakaian bekas kembali mengguncang pelaku usaha thrifting.

Editor: Amirullah
Tribun jakarta.com
Pernyataan Menkeu Purbaya mengejutkan pedagang thrifting, karena ia tegas melarang impor baju bekas yang ingin dilegalisasi. 
Ringkasan Berita:
  • Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa impor pakaian bekas adalah barang ilegal sehingga tidak bisa dilegalkan hanya karena pedagang ingin membayar pajak. 
  • Pedagang dari Pasar Senen hingga pelaku usaha di Surabaya berharap thrifting dilegalkan agar dapat membayar pajak secara resmi dan menjalankan bisnis tanpa kekhawatiran.
  • Pengusaha seperti Arief Suwandi menyebut thrifting memberikan lapangan kerja, pemasukan ekonomi, dan peluang bagi anak muda, serta mendukung gaya hidup berkelanjutan. 

 

SERAMBINEWS.COM - Pernyataan tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal pelarangan impor pakaian bekas kembali mengguncang pelaku usaha thrifting.

Di tengah desakan pedagang agar aktivitas impor dilegalkan dan dikenai pajak, Purbaya menegaskan pemerintah tidak akan pernah memberikan izin walau pedagang bersedia membayar pajak sekalipun.

Sikap keras ini langsung memicu kegelisahan pedagang kecil hingga pengusaha thrifting di berbagai daerah.

Apa alasan pemerintah tetap bersikukuh menutup pintu legalisasi?

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memberikan izin legalisasi impor pakaian bekas, meskipun pedagang thrifting mengajukan permintaan agar aktivitas mereka dapat dikenai pajak resmi.

Menurut Purbaya, prioritas utama pemerintah saat ini adalah menutup akses masuknya barang ilegal, termasuk pakaian bekas impor yang menjadi komoditas utama pasar thrifting di Indonesia.

“Saya tidak peduli dengan bisnis thrifting, yang saya fokuskan adalah menindak barang ilegal yang masuk ke Indonesia,” ujar Purbaya saat konferensi pers APBN Kita di Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025), seperti diberitakan Tribunnews.

Ia menegaskan bahwa membersihkan peredaran barang ilegal menjadi prioritas, dan keinginan pedagang untuk membayar pajak bukan alasan yang sah untuk melegalkan impor pakaian bekas.

Purbaya menekankan bahwa pelanggaran aturan impor tidak bisa dihapus hanya karena ada pembayaran pajak.

Baca juga: 5 Prompt Gemini AI Bikin Foto Romantis Bareng Pasangan Jadi Aesthetic, Modern, dan Natural

Pernyataan Menkeu Purbaya mengejutkan pedagang thrifting
Pernyataan Menkeu Purbaya mengejutkan pedagang thrifting, karena ia tegas melarang impor baju bekas yang ingin dilegalisasi.

"Thrifting kan barang bekas. Dilarang kan? Sudah jelas itu ilegal. Jadi gak ada hubungannya bayar pajak atau gak bayar pajak, itu barang ilegal," kata Purbaya dengan tegas.

Untuk memperjelas konteks, Purbaya memberikan perumpamaan yang cukup keras.

Ia menyampaikan bahwa memungut pajak dari barang terlarang tidak serta merta mengubah status hukumnya.

"Kalau saya menagih pajak dari ganja misalnya, apakah barang itu jadi legal? Kan enggak," ujarnya.

Di sisi lain, keinginan pedagang thrifting untuk mendapatkan status legal terus disuarakan.

Perwakilan pedagang Pasar Senen, Rifai Silalahi, mengatakan bahwa pelaku usaha thrifting justru ingin membayar pajak secara resmi jika impor barang bekas dilegalkan.

"Jadi sebenarnya kita berharap masuknya ini, barang thrifting ini sekarang bisa dilegalkan, kita mau bayar pajak. Yang utama itu, kita mau bayar pajak," ujar Rifai dalam rapat dengan Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI, Rabu (19/11/2025).

Rifai menilai selama ini pemasukan negara tidak optimal karena adanya oknum-oknum yang menikmati keuntungan dari masuknya barang ilegal tersebut.

Ia juga mempertanyakan mengapa thrifting tidak bisa dilegalkan jika tujuannya adalah menambah penerimaan negara.

"Sekarang, kalau memang tuntutan Pak Menteri Purbaya kemarin untuk menertibkan untuk membayar apa, menambah pemasukan ke negara, kenapa tidak? Apa salahnya thrifting ini dilegalkan," tegas Rifai.

Ia kembali menyoroti peran oknum yang selama bertahun-tahun diduga menikmati rantai barang ilegal tersebut.
"Nah sekarang yang menikmati yang berpuluh-puluh tahun ini adalah itu tadi, oknum-oknum itu Pak," tambahnya.

Baca juga: Link Daftar Rekrutmen OJK 2025, Dibuka 2 Posisi, Berikut Daftar Jurusan yang Dibutuhkan

Pengusaha Thrifting Surabaya Menjerit

Isu soal rencana pelarangan impor pakaian bekas yang kembali mencuat setelah pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa telah menimbulkan kegelisahan tersendiri bagi para pelaku usaha thrifting di berbagai daerah, termasuk di Surabaya.

Salah satu pelaku usaha yang turut menanggapi kebijakan ini adalah Arief Suwandi, owner toko thrifting Cantolan Kastok, yang telah berdiri lebih dari 14 tahun di Surabaya.

Arif menilai kebijakan pelarangan thrifting justru berpotensi menekan sektor usaha kecil yang selama ini menjadi bagian dari ekosistem ekonomi kreatif.

“Kalau menurut saya pribadi, justru lebih baik dilegalkan. Karena yang dipermasalahkan itu kan legalitasnya. Kalau dilegalkan, pemerintah juga bisa dapat pajak, pelaku usaha juga aman. Masalahnya, selama ini kan dianggap ilegal, padahal bisa diregulasi,” ujar Arief kepada SURYA.co.id, Jumat (14/11/25).

Cantolan Kastok menjadi salah satu toko thrifting tertua di Surabaya.

Berdiri sejak tahun 2011, toko ini menawarkan berbagai produk apparel, mulai dari baju, topi, sepatu, hingga jaket.

Sistem penjualannya dibagi dua lantai.

Lantai 1 untuk koleksi obral dengan harga Rp25 ribu hingga Rp100 ribu, dan lantai 2 untuk koleksi selected items dengan kualitas tinggi yang dibanderol mulai di atas Rp100 ribu hingga Rp2-3 juta per potong.

“Kalau yang di atas itu biasanya barang vintage, rare item, dan masih sangat bagus kondisinya. Banyak peminatnya meskipun bekas,” jelas Arief.

Ruang Ekonomi Baru

Ia mengaku seluruh barang yang dijualnya diperoleh dari rekanan dalam negeri, bukan impor langsung, untuk menghindari jalur ilegal.

“Saya ambilnya dari orang-orang Indonesia yang sudah ready barangnya di sini. Bukan dari luar negeri langsung,” tambahnya.

Arief menyebut bisnis thrifting justru menjadi ruang ekonomi baru bagi banyak anak muda dan pelaku usaha kecil.

Dari satu toko seperti Cantolan Kastok, setidaknya 10 orang bisa mendapat pekerjaan tetap.

“Kita ini juga penggerak UMKM, sama seperti pelaku usaha lain. Kita mempekerjakan orang, membayar sewa tempat, dan punya kontribusi ekonomi. Jadi aneh kalau thrifting dianggap merusak UMKM,” ungkapnya.

Menurutnya, kebijakan pemerintah seharusnya tak serta-merta melarang seluruh kegiatan thrifting, melainkan membedakan antara produk layak jual (grade atas) dengan barang campuran atau KW (grade bawah).

“Yang perlu diatur itu yang grade bawah, karena sering dicampur dengan barang KW. Tapi kalau yang grade atas, harusnya tidak masalah. Malah sayang kalau dilarang,” kata Arief.

Meski kebijakan pelarangan thrifting belum resmi diteken, Arief mengaku sudah mulai merasakan dampaknya pada pasokan barang.

Para pemasok besar yang biasa menyediakan stok kini memilih menahan diri.

“Penjualan sih masih stabil, tapi pasokan barang agak seret. Karena para juragan di atas juga ragu mau jalanin barangnya. Semua masih nunggu keputusan resmi pemerintah,” ujarnya.

Namun begitu, ia optimistis bisnis thrifting masih akan tetap diminati, apalagi oleh kalangan muda yang semakin sadar gaya dan keberlanjutan.

“Pasarnya tetap ada. Sekarang justru anak muda banyak yang bangga pakai barang thrift, karena selain murah juga punya karakter unik,” tuturnya.

Arief juga menyoroti bagaimana beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura justru sudah melegalkan dan mengatur bisnis thrifting secara resmi.

“Di Malaysia itu malah dilegalkan. Setiap bulan atau tiga bulan sekali ada acara resmi dari pemerintah yang mendukung thrifting. Harusnya Indonesia bisa belajar dari situ. Kalau legal, semua jadi tertib,” ucapnya.

Bagi Arief, bisnis pakaian bekas bukan sekadar soal jual-beli, tapi bagian dari budaya berkelanjutan dan kreativitas anak muda.

Ia menilai bahwa di balik stigma 'barang bekas', thrifting justru mengajarkan nilai daur ulang dan apresiasi terhadap kualitas lama yang masih layak pakai.

“Selama barang itu dirawat dan di-treatment dengan benar sebelum dijual, tidak ada masalah kesehatan. Malah membantu mengurangi limbah tekstil,” katanya.

Arief berharap pemerintah pusat membuka ruang dialog dengan para pelaku usaha thrifting sebelum membuat keputusan final.

“Kami siap diatur, siap bayar pajak, asal tidak langsung dilarang. Karena thrifting juga bagian dari roda ekonomi masyarakat kecil,” pungkasnya.

 

Artikel ini telah tayang di Tribuntrends.com dengan judul Purbaya Bongkar Fakta Mengejutkan: Impor Baju Bekas Tak Akan Pernah Dilegalisasi!

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved