Kupi Beungoh

Prof Jarjani Usman: Pria Pedalaman Aceh Utara Pemilik Ijazah Sarjana dari Empat Benua

Prof. Jarjani Usman S.Ag., S.S., M.Sc., M.S., Ph.D., tampak hidup sederhana, ramah dan mudah ditemui oleh siapa pun

Editor: Amirullah
For Serambinews.com
Anjanisa Munawara adalah Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam FDK UIN Ar-Raniry Banda Aceh 

Oleh: Anjanisa Munawara

Terlahir dari keluarga dengan latar belakang ekonomi miskin dan di pedalaman desa tak menjadi alasan bagi seseorang untuk tidak berkembang. Mata rantai lingkaran setan kemiskinan dan ketertinggalan dapat diputus melalui usaha keras dan cerdas.

Tampaknya narasi di atas menjadi falsafah hidup pria asal pedalaman Aceh Utara, Jarjani Usman. Masa-masa kecil Jarjani tergolong sulit. Dia harus jalan kaki ke sekolah. Sepulang sekolah dia harus ikut bekerja di sawah untuk membantu keluarga.

Berkat tekad, usaha keras dan cerdas ditambah doa dari kedua orangtua, Jarjani Usman akhirnya berhasil menembus empat benua untuk menikmati pendidikan dengan stutus penerima beasiswa. 

Meski sudah meraih ijazah sarjana S1, S2, dan S3 dari Asia, Eropa, Amerika dan Australia, Prof. Jarjani Usman S.Ag., S.S., M.Sc., M.S., Ph.D., tampak hidup sederhana, ramah dan mudah ditemui oleh siapa pun, termasuk oleh saya yang bukan sebagai mahasiswanya. 

Terlahir dari keluarga sederhana di Blang Cut, Aceh Utara, pada 12 Agustus 1972, Jarjani Usman tumbuh sebagai anak sulung dari enam bersaudara. Keterbatasan ekonomi tak pernah mematahkan mimpinya, justru menumbuhkan tekad untuk terus menempuh pendidikan. Kini, putra Aceh itu menorehkan prestasi membanggakan sebagai guru besar bidang Bahasa Inggris di UIN Ar-Raniry Banda Aceh. 

Di dunia akademik, nama lengkap Prof. Jarjani Usman memang sudah cukup panjang. Namun yang lebih menarik, deretan gelar akademik yang mengikuti namanya bahkan melampaui panjang nama itu sendiri: S.Ag., S.S., M.Sc., M.S., Ph.D. 

Rangkaian gelar tersebut bukan sekadar titel, melainkan jejak nyata dari perjalanan panjang pendidikannya, baik di dalam maupun luar negeri. Saat ditanya apa yang mendorongnya berani mencoba kuliah ke luar negeri, dengan tegas ia menjawab: "Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, belajarlah lebih dari biasanya."

Kalimat di atas tampak sederhana, namun penuh makna. Kalimat itu seolah merangkum prinsip hidupnya bahwa perjuangan tak boleh berhenti, meskipun jalan yang harus dilalui sangat terjal dan penuh tantangan.

Baca juga: Bjorka Ditangkap, Kini Muncul Bjorkanism, Ngaku Masih Bebas Berkeliaran, You Think Its Me?

Dari Desa ke Dunia

Prof. Jarjani Usman menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Paya Itek, lalu melanjutkan ke SMP Negeri Meurah Mulia, sebelum menamatkan sekolah di SPG (Sekolah Pendidikan Guru) Lhokseumawe.

Dari bangku sekolah sederhana itulah tekadnya untuk terus belajar semakin menguat, meski kondisi ekonomi keluarga kerap menjadi batu sandungan.

Jarjani pun memutuskan pergi ke Banda Aceh untuk melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Tarbiyah IAIN (sekarang UIN) Ar-Raniry pada bidang Pendidikan Bahasa Inggris, lalu melanjutkan studi Sastra di Universitas Indonesia (UI).

Awalnya, kedua orang tuanya sempat keberatan saat ia ingin melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia (UI). Namun, berkat beasiswa pemerintah Kanada yang bekerja sama dengan Indonesia, ia berhasil menapaki jalan yang bagi sebagian orang tampak mustahil.

Perjalanan akademiknya bermula pada 1991–1997 di UIN Ar-Raniry Banda Aceh, tempat ia meraih gelar sarjana Pendidikan Bahasa Inggris. Ia lalu melanjutkan studi Sastra di Universitas Indonesia (1997–1999) berkat beasiswa pemerintah Kanada.

Langkahnya kemudian menyeberang ke Eropa. Ia diterima sebagai mahasiswa di University of Twente, Belanda (2001–2002) dengan beasiswa Stuned dari Kerajaan Belanda. Dia pun mulai mengecap pendidikan ala Eropa.

Selanjutnya Jarjani diterima sebagai mahasiswa di Texas A&M University, Amerika Serikat (2006–2007) melalui beasiswa Fulbright. Kali ini pemuda dari pedalaman Aceh Utara itu pun mulai menikmati kelas bersama anak-anak konglomerat dari berbagai belahan dunia di USA.

Terakhir, Jarjani melamar sebagai mahasiswa Program PhD di Deakin University, Melbourne, Australia (2011–2016) dengan dukungan beasiswa Pemerintah Aceh. Wah, kali ini pria desa ini mulai menikmati pendidikan ala “Aborigin”.

Lengkap sudah dia mengecap pendidikan level universitas yang meliputi empat benua: Asia (UIN Aceh dan UI Jakarta), Eropa (Holland, Belanda), Amerika (USA) dan benua Australia. Dalam pandangan saya, Prof Jarjani yang akrab disapa JJ itu layak menjadi pemimpin masa depan, baik di Aceh, Indonesia, baik di kampus maupun di luar.

“Saya kira, beliau tak pantas duduk di bangku panjang,” ujar dosen kami dari MK Writing, Editing dan Reporting (WER), Hasan Basri M.Nur PhD, sambil bercanda ketika saya menyatakan niat untuk menulis sosok Prof Jarjani Usman sebagai tugas dalam MK WER di Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam FDK UIN Ar-Raniry.

Menariknya, ia mengaku tidak pernah menetapkan negara tertentu sebagai tujuan. "Saya tidak punya rencana harus ke negara mana, kalau ada kesempatan, ya saya ambil saja. Jangan terlalu memilih, manfaatkan kesempatan yang datang," ujar Prof Jarjani Usman kepada penulis, Jumat (03/10/2025), di sebuah warkop di Banda Aceh.

Baca juga: Harga BBM RON 95 di Malaysia Lebih Murah Cuma Rp7.800 Per Liter, di Indonesia Rp13 Ribu

Prinsip Orang Miskin

Di setiap perantauan, Prof. Jarjani Usman selalu dihadapkan pada ujian. Meski menguasai bahasa Inggris, masa-masa awal kuliah di luar negeri tetap terasa berat. Perbedaan budaya, cuaca yang menusuk tulang, hingga keterbatasan dana, semua pernah ia rasakan.

Namun, ada satu prinsip yang selalu ia pegang erat agar bertahan. "Prinsip saya, prinsip orang miskin seperti petani, harus kita cari jalan agar sukses," katanya penuh keyakinan, seolah menegaskan bahwa mundur bukanlah pilihan.

Ketekunannya mencari informasi beasiswa bahkan sering dijadikan bahan ejekan. Ada yang berkata sinis, "Tu, bentar lagi dia dapat beasiswa."

Bukannya tersinggung, ia justru mengaminkan ucapan itu dan waktu akhirnya membuktikan, kata-kata itu bukan sekadar olok-olok.

Kerap Jadi Juara

Selama di Belanda, ia sempat menyalurkan hobi bermain catur hingga berhasil menjuarai sebuah lomba bersama teman-temannya. Ia juga gemar memancing, sebuah kegiatan yang memberi ketenangan di tengah padatnya aktivitas.

Namun, di satu titik, Prof. Jarjani Usman mulai bertanya pada dirinya sendiri: Dari sekian banyak hal yang ia sukai, mana yang sebaiknya benar-benar ia tekuni?

Pilihan itu akhirnya jatuh pada dunia menulis. Menurutnya, hanya menulis yang bisa memberi manfaat lebih luas dan bertahan lama.

"Dari menulis, saya bisa jadi orang seperti hari ini," tuturnya. Sejak itu, ia serius menekuni kepenulisan—menyumbangkan cerita, opini, dan artikel ke berbagai koran lokal. Ia juga pernah mengasuh “Rubrik Tafakur” di media besar Harian Serambi Indonesia.

Pada era di bawah tahun 2020, Harian Serambi Indonesia memiliki “Rubrik Tafakur” di halaman pertama. Nama dan foto Jarjani setiap tampil di koran cetak terbesar di Aceh.

Kegigihannya berbuah manis ketika pada tahun 2013 ia berhasil meraih juara pertama dalam sayembara menulis yang digelar Gema Aneuk Muda Nanggroe Aceh (GAMNA) (Lihat: https://aceh.kemenag.go.id/baca/jarjani-usman-juara-1-sayembara-menulis-gamna1)

Dia juga kerap menjadi juara dalam sayembara menulis tentang pemberdayaan perempuan di Aceh dan sayembara menulis lainnya. 

Sekolahkan 5 Adik dan Tiket Haji

Perjuangan Prof Jarjani Usman tidak berhenti pada dirinya semata. Berkat kerja keras dan keteguhan hati, ia mampu menyekolahkan hingga menguliahkan lima adiknya serta memberangkatkan kedua orang tuanya menunaikan ibadah haji.

Baginya, arti sebuah kesuksesan bukan hanya tercermin dari gelar akademik yang diraih, melainkan dari sejauh mana keberhasilan itu dapat membawa kebaikan bagi keluarga dan memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

"Kalau saya tinggal di luar negeri, yang menikmati hasil saya hanya anak dan istri. Tapi kalau di sini, banyak orang sekitar juga ikut merasakan," katanya.

Dalam perjalanan akademiknya, ia pernah sekelas dengan tokoh-tokoh penting, termasuk pangeran dari Arab Saudi. Namun, hal itu tak membuatnya minder. "Tetap kembali kepada siapa diri kita. Jangan mudah terdistraksi atau terpengaruh," ucapnya mantap.

Tekad dan Keyakinan

Kini di usia 53 tahun, Prof. Jarjani Usman mengabdi sebagai dosen Fakultas Tarbiyah UIN Ar-Raniry dan resmi meraih gelar guru besar pada akhir 2022.

Baginya, pencapaian itu membuktikan bahwa perjuangan tak pernah sia-sia. Ia berpegang pada firman Allah: Inna ma'al-'usri yusra (Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, QS. Al-Insyirah: 6). “Orang yang tidak bisa mencapai tangga seribu itu karena tidak pernah memulai di langkah pertama,” pesannya dengan penuh keyakinan

Selain pengalaman akademiknya yang kaya, Prof. Jarjani Usman juga merasakan perbedaan mencolok dalam sistem pendidikan di negara-negara tempat ia menimba ilmu.

Baginya, keseriusan dan kedisiplinan baik dosen maupun mahasiswa di Belanda, Amerika, dan Australia jauh berbeda dengan yang ia temukan di tanah air, khususnya Aceh.

"Di luar negeri, dosen dan mahasiswa sama-sama serius. Sementara di sini, jangankan mahasiswa, kadang dosennya pun jarang masuk kelas," ujarnya.

Hari ini, Prof. Jarjani Usman lebih banyak menghabiskan waktu di Aceh, mendampingi keluarga dan membimbing mahasiswa. Ia tidak lagi terlalu tertarik bepergian jauh.

"Sekarang saya hanya ingin melihat anak-anak saya sukses, membahagiakan orang tua, istri, dan orang sekitar," tuturnya.

Kisah Prof. Jarjani Usman adalah potret nyata bagaimana tekad, doa, dan kerja keras bisa mengalahkan keterbatasan.

Dari seorang anak desa miskin di Aceh Utara, kini ia berdiri tegak sebagai seorang profesor, menginspirasi generasi muda bahwa mimpi besar bisa terwujud, asal berani melangkah. Saya sendiri merasa beruntung mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara dengan Prof. Jarjani Usman, sosok yang sangat menginspirasi. 

Darussalam, 4 Oktober 2025
 
Penulis, Anjanisa Munawara adalah Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam FDK UIN Ar-Raniry Banda Aceh, email : anjanisamunawara@gmail.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved