Opini

Menjadi Pemirsa yang Selektif

"STASIUN televisi harus punya peraturan khusus yang mengatur etika bergurau," ucap Aa Gym seperti dilansir Antaranews.com menjelang

Editor: bakri

“STASIUN televisi harus punya peraturan khusus yang mengatur etika bergurau,” ucap Aa Gym seperti dilansir Antaranews.com menjelang Ramadhan 1433 Hijriah lalu. Dai kondang Indonesia ini merasa prihatin dengan tayangan televisi pada setiap Ramadhan. Tidak hanya Aa Gym yang bersuara, pernyataan senada juga diungkapkan Menteri Agama RI, Suryadharma Ali, yang mengimbau agar setiap stasiun televisi selayaknya menyiarkan pendidikan iman ke masyarakat.

Miris memang, jika Negara dengan jumlah umat muslim mencapai 85% yang tersebar di Nusantara disuguhkan oleh siaran televisi yang masih abal-abal sebagaimana terlihat pada Ramadhan lalu. Bahkan, seperti dilansir Kompas.com, masyarakat Bali mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat untuk menghentikan sinetron Ramadhan “Sembilan Wali” di stasiun TV Indosiar. Mereka menilai tayangan tersebut melecehkan agama dan simbol-simbol agama Hindu.

Tidak hanya itu, acara komedian menjelang buka puasa dan sahur mendominasi siaran televisi hampir di setiap stasiun swasta, bisa dibayangkan bagaimana belum bermutunya tontonan masyarakat di bulan Ramadhan yang hanya mengangkat sisi religius barang secuil saja.

Televisi sebagai media massa tentu mempunyai aturan main sendiri dalam menjalankan fungsinya yang diatur dalam UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Ada 4 fungsi media massa dalam UU tersebut, yakni; media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, dan kontrol sosial. Faktanya, tayangan yang dibuat-buat berbau religius saat Ramadhan itu hanyalah sekadar guyonan belaka.

Tidak banyak pelajaran yang bisa diambil dari tayangan tersebut. Hanya mengakibatkan efek tertawa sebagai bentuk hiburan dan masih minim nilai-nilai religius. Terlepas dari niat ingin meningkatkan rating penonton, atau membuka gebrakan baru program Ramadhan yang bersifat tidak monoton dan jauh lebih modern ketimbang menambilkan tausiah agama.

Dari beberapa stasiun televisi yang menayangkan program-program Ramadhan, apresiasi datang dari Tim Pemantau Tayangan Televisi Majelis Ulama Indonesia (MUI), Imam Sohardjo, saat jumpa pers di Jakarta tentang tayangan sejumlah stasiun televisi di Indonesia.

Metro TV mendapat pujian atas tayangan yang dinilai lebih religius saat Ramadhan, ada program Tafsir Al-Misbah yang menampilkan Quraish Shihab, Sukses Syariah, Cahaya Hati, dan Humor Sahur. Hampir semua tayangan Metro TV berbau edukasi dan informatif, sangat pas sebagai tontonan masyarakat yang enggan dibodohi oleh tayangan-tayangan miskin ilmu yang beredar di banyak televisi swasta.  

 Teori peluru
Dalam ilmu komunikasi sendiri, dikenal teori peluru (bullet theory) yang di perkenalkan oleh Harold Lasswell era perang dunia 1 tahun 1940. Tujuannya sebagai bentuk teknik-teknik melakukan propaganda pada saat itu. Dalam pengertiannya sendiri, teori peluru ialah teori komunikasi di mana setiap anggota massa memberikan respon yang sama pada stimuli yang datang dari media massa. Sebab teori ini mengasumsikan massa yang tidak berdaya usai ditembaki oleh stimuli dari media massa sendiri.

Teori peluru kini masih dianut masyarakat Indonesia yang mayoritas masih mau disuntik oleh media massa yang tidak semuanya menampilkan informasi yang mendidik. Alhasil, masyarakat hanya bungkam dan terima-terima saja dengan sajian TV yang belum seutuhnya menjadi panutan. Hanya orang-orang yang sadar betul akan efek positif dan negatif televisi yang bisa mengontrol diri mereka memilah tayangan yang berkualitas.

Penulis juga sempat melakukan survei ringan, dengan melibatkan beberapa pengguna jejaring sosial facebook menanggapi tontonan apa yang mereka sukai saat ramadhan. Dari 7 responden, hanya 3 orang yang benar-benar selektif dalam memilih tontonan, yakni menonton sinetron Para Pencari Tuhan (SCTV) yang juga mendapat pujian Tim Pemantau Tayangan Televisi MUI, juga film Omar (MNC TV) yang mengisahkan kisah Rasulullah saw dalam sudut pandang Umar bin Khatab.

Sisanya, jelas memilih program guyonan yang miskin pesan moral dan hanya memunculkan kesan hiburan yang menghasilkan tawa terbahak-bahak dengan nol nilai pencerahan Islam. Bagi para orang tua hendaknya lebih menuntun buah hatinya untuk memilih siaran TV yang baik, edukatif, juga bernilai moral.

Televisi sendiri tercipta sebagai suatu terobosan zaman yang semakin canggih dan haus informasi, ada sisi gelap terang yang dimilikinya. Bahkan menonton TV terlalu lama dapat mengakibatkan penyakit jantung. Hal ini berdasarkan analisis data yang dikumpulkan selama enam tahun dengan melibatkan 8.800 laki-laki dan perempuan di Australia (usia 25 yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung). Peneliti menemukan bahwa setiap satu jam menonton TV dapat meningkat risiko kematian akibat serangan jantung sebesar 18% dan risiko kematian akibat kanker sebesar 9%.

Hal itu berarti bahwa orang yang menonton TV lebih dari empat jam memiliki 80% peningkatan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler selama periode waktu 6 tahun dibandingkan orang yang menonton kurang dari 2 jam setiap harinya.

 Dampak buruk TV
Bukan hanya itu, berbagai penyakit lainnya seperti sakit mata, diabetes, gangguan tidur, bahkan obesitas menjadi resiko berarti bagi siapa saja yang rela menghabiskan waktunya di depan TV. Parahnya, terlalu banyak menonton TV juga dapat mengurangi interaksi sosial seseorang terhadap masyarakat, karena sibuk menghabiskan waktu di depan layar kaca.

Lantas apa yang harus kita perbuat? Kini, Ramadhan tahun ini telah berlalu dari hadapan kita. Beruntunglah mereka yang mengisi bulan yang penuh rahmat dan maghfirah itu dengan selalu beribadah kepada Allah swt, membangun ukhuwah Islamiah dan semangat solidaritas yang tinggi sesama masyarakat dan lingkungannya. Dan, yang lebih beruntung lagi jika semua sikap dan sifat terpuji itu bisa terus dipertahan di luar Ramadhan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved