LSM: Rekam Jejak Pejabat oleh Inspektorat Lemah
Lolosnya sejumlah pejabat bermasalah dalam pelantikan pejabat eselon II, III, dan IV pada masa pemerintahan Zaini Abdullah-Muzakir
BANDA ACEH - Lolosnya sejumlah pejabat bermasalah dalam pelantikan pejabat eselon II, III, dan IV pada masa pemerintahan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf (Zikir), dinilai karena lemahnya rekam jejak yang dilakukan Inspektorat Aceh terhadap para PNS dari kabupaten/kota yang hedak diangkat menjadi pejabat di provinsi.
“Kepala Inspektorat Aceh yang baru, Samidan, harusnya lebih jeli lagi menyeleksi PNS yang akan dipromosi menjadi pejabat eselon II, III, dan IV di provnsi,” kata Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian menjawab Serambi di Banda Aceh, Selasa (19/2).
Ia tambahkan, adalah tugas utama Inspektorat Aceh, Kepala BKPP, Kepala Biro Organisasi, dan Asisten III Setda Aceh, selaku anggota Baperjakat Pemerintah Aceh untuk mengecek dan menilai apakah seorang PNS yang hendak dipromosikan menjadi pejabat bereselon di tingkat provinsi bersih atau tidak dari masalah hukum.
Pernyataan itu disampaikan Alfian, karena seharian kemarin beredar isu bahwa dua dari 19 pejabat eselon IIa yang dilantik Gubernur Aceh, Senin (18/2) lalu di Gedung Serbaguna Kantor Gubernur, pernah bermasalah secara hukum. Mereka adalah Safwan MSi yang dilantik sebagai Kepala Dinas Industri dan Perdagangan (Disperindag) Aceh serta Ir Said Sahifan selaku Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Aceh.
“Ini membuktikan bahwa rekam jejak yang dilakukan Inspektorat terhadap PNS yang hendak dipromosikan ke provinsi, ternyata lemah,” kata Alfian.
Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik MaTA, Hafidh, dalam siaran persnya kepada Serambi, Selasa kemarin mengungkapkan, mantan Sekda Kota Lhokseumawe, Safwan SE MSi yang dilantik sebagai Kepala Disperindag Aceh oleh Gubernur Zaini Abdullah pada Senin lalu, menurut catatan MaTA, pernah bermasalah dengan seorang hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Tapaktuan terkait masalah utang piutang senilai Rp 270 juta.
Sang hakim pernah melaporkan Safwan ke Polres Lhokseumawe pada Agustus 2010. Polisi kemudian menetapkan Safwan sebagai tersangka pada 10 Agustus 2011. Lalu, karena keberadaannya tidak diketahui, maka Polres Lhokseumawe sempat memasukkan namanya ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
Selain itu, semasih Safwan menjadi Sekda Kota Lhokseumawe, ia pernah menjadi Ketua Panitia Pembebasan Lahan di Desa Blang Panyang, Kecamatan Muara Satu yang juga bermasalah dalam proses ganti rugi tanah. Harga tanah ganti rugi masyarakat ditetapkan Rp 20.000/meter, tapi yang dibayar kepada warga Rp 10.000/meter.
Karena belum dibayar sesuai harga yang telah disepakati, warga kemudian mengajukan masalah ini ke pengadilan. Hakim Pengadilan Negeri Lhokseumawe memutuskan, sisa dana ganti rugi tanah warga Rp 10.000 lagi per meter, harus diselesaikan dari luas tanah yang dibebaskan saat itu, yakni mencapai 20 hektare. Tapi masalahnya, sampai kini belum juga dituntaskan sisa ganti rugi tersebut.
Hafidh bahkan mengatakan sangat terkejut begitu mendengar dan melihat foto Safwan dilantik menjadi Kadisperindag Aceh. “Apakah di Provinsi Aceh ini tidak ada lagi PNS yang bagus dan berprestasi untuk diangkat menjadi kepala dinas? Kalau seperti ini kejadiannya, saya duga sistem perekrutan pejabat di Pemerintahan Aceh belum mengedepankan tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik,” timpal Hafidh.
Koordinator Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani menambahkan bahwa Ir Said Sahifan yang dilantik Gubernur Zaini menjadi Kadis Perkebunan Aceh, pernah bermasalah dalam pengadaan bibit kelapa sawit. Bibit dimaksud tak bersertifikat sebanyak 142.000 dari 214.600 batang yang dibeli rekanannya pada saat Said Sahifan menjabat Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Nagan Raya.
Kasus dugaan bibit sawit tak bersertifikat di Nagan Raya itu menjadi temuan Tim Antikorupsi Pemerintah Aceh (TAKPA) pada tahun 2009, setelah mereka mengorfirmasi dugaannya itu kepada PPKS dan BBP2TP di Medan, Sumatera Utara.
Temuan TAKPA itu kemudian ditindaklanjuti Inspektorat Aceh. Hasil pemeriksaan Inspektorat disampaikan kepada Gubernur Aceh saat itu, Irwandi Yusuf. Lalu Gubernur menyikapinya dengan tiga rekomendasi. Pertama, nonaktifkan pejabat Kadisbun Nagan Raya, kedua tarik bibit kelapa sawit yang telah dibagikan kepada rakyat, dan serahkan kasusnya kepada aparat kepolisian.
Ketika apa yang dipersoalkan MaTA dan GeRAK itu dikonfirmasikan secara terpisah kepada Safwan dan Said Sahifan, keduanya menegaskan bahwa semua masalah yang pernah mereka alami selama menjabat di daerah masing-masing sudah tuntas. Bahkan pihak berwajib sudah menerbitkan surat yang menerangkan bahwa masalah yang membelit mereka telah selesai.
“Masalah hukum yang pernah menimpa diri saya, yakni mengenai utang piutang dengan seorang hakim di Tapaktuan dan ganti rugi tanah masyarakat saat saya menjabat Sekda Kota Lhokseumawe, telah selesai seluruhnya,” kata Safwan yang kini Kadisperindag Aceh.