Opini

Pentingnya IT dalam Pelayanan Kesehatan

INDONESIA menduduki posisi ke-8 terbesar di dunia dalam menggunakan internet dan empat besar di Asia setelah Cina

Editor: bakri

Oleh Hanifah Hasnur

INDONESIA menduduki posisi ke-8 terbesar di dunia dalam menggunakan internet dan empat besar di Asia setelah Cina, India dan Jepang. Jumlah pengakses internet saat ini di Indonesia mencapai 61 juta jiwa atau 23,5% dari jumlah total penduduk Indonesia (detik.com). Ironisnya, kenyataan ini tidak diikuti dengan pengembangan teknologi dalam sektor kesehatan. Indonesia yang dikenal sebagai bangsa konsumtif, belum mampu secara optimal mengembangkan teknologi untuk kemaslahatan umat.

Dibandingkan negara sedang berkembang lainnya, Indonesia masih tertinggal jauh dalam hal pengembangan teknologi informasi untuk kepentingan kesehatan publik. Misalnya Malaysia yang jumlah populasinya hanya 28 juta jiwa telah memasukkan lifetime health record (riwayat penyakit individu) ke dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) masyarakatnya. Hal ini akan memudahkan mereka dalam urusan administratif.

Begitu pula dengan Nepal, kondisi geografis negaranya yang didominasi oleh pegunungan telah menciptakan inovasi telemedicine untuk 30 daerah yang susah dijangkau. Aplikasi ini berguna untuk pelayanan kesehatan, dimana dokter dan pasien yang tinggal jarak jauh dapat berkomunikasi dengan saling menerima dan mengirim gambar. Kemudian dokter melakukan diagnosis berdasarkan gambar tersebut.

 Jaminan kesehatan
Sistem jaminan kesehatan berskala nasional yang telah diluncurkan pemerintah pada 1 Januari 2014 lalu, merupakan babak baru untuk Indonesia membenahi sistem pelayanan kesehatannya. Aceh sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia yang telah menjalankan program jaminan kesehatan penuh untuk seluruh penduduknya melalui Jaminan Kesehatan Aceh (JKA)juga tidak luput dari perhatian pemerintah pusat. Ditargetkan 52% penduduk yang belum mendapatkan tanggungan jaminan asuransi kesehatan akan ditanggung oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sisanya 48% lagi ditanggung JKA yang sekarang berubah nama menjadi Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKRA). (Serambi, 23/8/2013)

Kebijakan baru yang dicanangkan pemerintah ini membutuhkan pengelolaan manajemen memadai pada setiap instansi pemberi jasa layanaan kesehatan. Oleh karena itu, pemanfaatan Teknologi Informasi (IT) bisa dimulai dari tahap administrasi RS. Selama ini, instansi pemberi jasa layanan kesehatan umumnya masih menggunakan paper-based registration (pendaftaran menggunakan kertas) yang memfasilitasi pembuatan dan pengambilan kartu berobat pasien secara manual. Padahal, penggunaan magnetic card (kartu dengan chip khusus) bisa memudahkan dan mempercepat kerja para tenaga administrasi kesehatan. Selain menghemat waktu dan mudah dalam pencarian data pasien, juga akan mengurangi beban kerja para tenaga administrasi. Secara tidak langsung ini dapat berdampak pada kinerja petugas dalam melayani pasien dan dapat meningkatkan mutu layanan suatu RS.

Di sisi lain, pendaftaran berobat pasien dengan pemanfaatan IT ini sangat jitu menghindari risiko terjadinya duplikasi data pasien suatu RS. Dengan demikian, keakuratan data dapat terjamin untuk keperluan analisa penyebaran penyakit atau penyusunan laporan 10 penyakit terbesar juga laporan-laporan lain ke Dinas Kesehatan. Laporan ini berperan penting untuk menganalisis permasalahan-permasalahan kesehatan di masyarakat dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Selain itu, penggunaan teknologi dalam menunjang Jaminan Kesehatan juga bisa dimanfaatkan untuk membangun sebuah Integrated Healthcare Information System (Sistem Informasi Layanan Kesehatan Terpadu) guna menghubungkan data antar RS kabupaten, provinsi dan nasional. Ini dapat menunjang pelayanan kesehatan secara menyeluruh, misalnya dalam hal pengurusan surat rujukan pasien RS dari Puskesmas atau klinik ke RS kabupaten/provinsi dan nasional. Tidak perlu lagi terjadi masalah penundaan pemberian layanan kesehatan dikarenakan persyaratan administratif berupa surat rujukan dan identitas pribadi yang tidak lengkap jika setiap data antar RS dan Puskesmas telah saling terhubung.

Di sisi lain, ilmu kesehatan semakin hari semakin berkembang. Tenaga kesehatan perlu meningkatkan pengetahuannya dalam menerapkan ilmu kesehatannya sebagai upaya peningkatan status kesehatan masyarakat. Mereka juga membutuhkan proses pembelajaran sepanjang masa. Bagi tenaga kesehatan yang sudah berpengalaman bertahun-tahun mengabdikan diri di masyarakat pun, masih harus terus belajar guna mengoptimalkan kamampuan dirinya dalam memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat. Karena itu, IT juga berperan untuk pembelajaran perkembangan Ilmu Kesehatan baik dari jurnal-jurnal kesehatan lingkup nasional maupun global.

Bahkan bukan tidak mungkin untuk memfasilitasi penelitian-penelitian kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di instansinya guna dipublikasikan secara umum untuk pembelajaran di sektor kesehatan itu sendiri maupun masyarakat luas. Dalam mengoptimalkan pengawasan fasilitas kesehatan untuk benar-benar melayani masyarakat, dibutuhkan sebuah sistem pelaporan dan pengaduan online. Ini dapat membantu proses pengawasan dan evaluasi sistem jaminan kesehatan. Laporan dan pengaduan dihubungkan langsung dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), agar bisa mengoptimalkan pelayanannya dan mengurangi risiko penyelewengan yang merugikan rakyat.

Perubahan sistem
Sumber daya kesehatan perlu diberdayakan dalam hal pengetahuan dan kemampuan di bidang IT. Ini bertujuan untuk melibatkan peran aktif segenap subsistem yang berada dalam naungan sektor kesehatan untuk mengupayakan perubahan sebuah sistem pelayanan kesehatan yang merata, tepat sasaran dan terjangkau di masa yang akan datang. IT memang bukan satu-satunya solusi untuk permasalahan di berbagai instansi pemberi jasa layanan kesehatan. Kekurangan tenaga kesehatan sendiri masih menjadi permasalahan yang urgen dalam sektor kesehatan. Namun keseriusan dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah diharapkan mampu membuat perubahan sistem yang berarti bagi masyarakat.

Dengan 10% tambahan anggaran di luar anggaran JKN dan JKRA yang diinstruksikan oleh pemerintah Aceh untuk sektor kesehatan, rasanya akan sangat bermanfaat jika bisa dialokasikan untuk peningkatan mutu dan jumlah tenaga kesehatan di bidang IT. Dengan demikian dalam waktu dekat selain IT dapat menunjang kebutuhan pengelolaan dan manajemen di instansi pelayanan kesehatan. IT juga akan mampu dikembangkan untuk keperluan pengobatan dan pengawasan pasien-pasien yang membutuhkan pelayanan khusus seperti imunisasi bayi, pelayanan ibu hamil, dan pasien penyakit diabetes.

Saat ini penulis terlibat dalam pengembangan sebuah aplikasi mobile untuk membedakan obat asli dan obat palsu yang beredar di masyarakat, yaitu dengan mengunggah nomor seri yang terdapat pada obat tersebut ke dalam aplikasi. Nantinya, secara otomatis aplikasi akan merespons berupa balasan yang memuat informasi tentang obat tersebut asli dan aman untuk dikonsumsi atau tidak.

Untuk itu akan dibangun kerja sama dengan pihak farmasi guna menunjang peluncuran aplikasi di awal tahun mendatang. Aplikasi ini juga nantinya akan dilengkapi dengan fasilitas reminder (alarm pengingat) bagi pasien yang memiliki penyakit kronis untuk minum obat secara teratur. Walaupun ini terkesan baru untuk masyarakat kita, timbul harapan dengan perkembangan teknologi ini, masyarakat akan lebih sadar terhadap pemanfaatan teknologi untuk menunjang kesehatannya. Semoga!

* Hanifah Hasnur, Mahasiswi Program Magister Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia (UI), Jakarta. Email: hanifahhasnur@gmail.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved