Irwandi, Cut Nurasyikin, dan Tragedi Tsunami
KISAH ini bermula ketika kami sama-sama berjuang di GAM sejak 1998
Risalah ini merupakan testimoni Irwandi Yusuf, mantan pengatur strategi GAM yang ditahan di LP Keudah, Banda Aceh, hingga tsunami melanda pada 26 Desember 2004, kemudian di masa damai ia terpilih menjadi Gubernur Aceh periode 2007-2012.
KISAH ini bermula ketika kami sama-sama berjuang di GAM sejak 1998. Mulanya saya hanya dengar nama Kak Cut Nurasyikin, tetapi sejak tahun 1999, menjelang Pawai Referendum Damai, saya kenal langsung dengan “perempuan hebat” ini.
Mei 2003 diberlakukan Darurat Militer (Darmil) di Aceh. Bersamaan dengan itu Cut Nurasyikin ditangkap di Aceh. Beberapa hari kemudian, pada 24 Mei 2003 saya ditangkap di Jakarta dan ditahan di Polda Metro. Sebulan kemudian dikirim ke Aceh dan ditahan di Mapolres Aceh Besar (sekarang Poltabes Banda Aceh).
Ruang tahanan saya berukuran 3 x 4 meter yang berisi paling sedikit 20 orang, tak jarang pula sampai 32 orang. Ruang ini bersebelahan dengan sel Kak Cut yang berisi sekitar enam orang. Kak Cut sering membagi makanan kepada kami melalui jeruji pintu besi. Kak Cut juga yang berteriak-teriak untuk menimbulkan perhatian tatkala kami dianiaya polisi. Kalau Kak Cut sudah berteriak biasanya akan muncul perwira ke sana untuk menghentikan penganiayaan itu. Ada seorang perwira yang sering muncul kala Kak Cut membunyikan “sirine”nya, namanya Budiman. Pak Budiman kemudian menjabat Kapolsek Ulee Lheue, Banda Aceh.
Hasil sidang, Kak Cut divonis 14 tahun dan saya diputus sembilan tahun penjara. Kak Cut mendekam di penjara wanita, Cabang Rutan Lhoknga, Aceh Besar, sedangkan saya di LP Keudah. Sesekali kami berbicara dengan HP selundupan.
Tanggal 26 Desember 2004 sekitar pukul 02.00 WIB (dini hari)
Kak Cut Nurasyikin (dari Cabang Rutan Lhoknga) menelepon saya (di LP Keudah). Berikut petikan perbincangan kami yang sebagian bahasanya saya ubah ke bahasa Indonesia.
Kak Cut: Assalamualaikum, Tgk Agam. Peu haba di sinan? Ini Kak Cut. Saya: Wa’alaikumussalam, di sinoe jroh, haba got. Teurimong geunaseh.
Kak Cut: Tgk Agam, ada yang mau saya tanyakan sedikit. Boleh, tidak? Saya sangat galau dan sedih akhir-akhir ini.
Saya: Silakan, Kak Cut. Mau tanya apa?
Kak Cut: Begini Tgk Agam, apakah saya masih dianggap sebagai anggota GAM oleh pimpinan di Swedia? Kan saya dulu pernah diadili di Hotel Kuala Tripa (tempat juru runding GAM).
Saya: Oh, itu kan sudah selesai permasalahannya sejak lama. No problem. Kak Cut masih seutuhnya anggota GAM.
Kak Cut: Tapi, menurut pimpinan di Swedia, bagaimana?
Saya: Alaaa, Swedia mana tahu apa pun mengenai hal itu. Sudah selesai, Kak. Jangan dipikirkan lagi. Kak Cut 100% GAM. Santai saja.
Kak Cut: Alhamdulillah, alhamdulillah... Berarti, tidak sia-sia pengorbanan saya. Saya masih dianggap sebagai anggota GAM. Alhamdulillah. Saya pikir, sudah tak dianggap lagi. (Suara Kak Cut terisak).
Kemudian percakapan beralih topik, ke laporan pertempuran laut di perairan dekat Belawan antara Kapal Perang ALRI dengan boat cepat GAM di mana boat milik GAM melakukan serangan dengan RPG-7 terhadap dua kapal perang RI. Perajurit GAM melaporkan kepada saya bahwa dua kapten kapal di dua kapal perang tersebut tewas. Beberapa bulan lalu saya ngobrol dengan seorang Jenderal Angkatan Laut, termasuk juga menyinggung cerita “jadul” tentang pertempuran di laut Belawan tahun 2004, ternyata kedua perwira AL itu tidak sampai meninggal, hanya luka parah.