Aceh Sepakat Jalankan Larangan Pukat Trawl
Pemerintah Aceh sepakat dan mendukung dijalankannya kebijakan larangan penggunaan pukat trawl bagi nelayan
* Kapal 10 GT ke Bawah Diberi Waktu 6 Bulan Ganti Jaring
BANDA ACEH - Pemerintah Aceh sepakat dan mendukung dijalankannya kebijakan larangan penggunaan pukat trawl bagi nelayan dalam aktivitas penangkapan ikan, sesuai dengan kebijakan yang diterbitkan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kesepakatan itu dicapai dalam rapat koordinasi antara dinas kelautan dan perikanan provinsi dengan dinas kabupaten/kota di seluruh wilayah timur dan utara Aceh, termasuk Pidie dan Pidie Jaya, Kamis (12/2). Rapat digelar untuk membahas penolakan nelayan atas pemberlakuan kebijakan tersebut.
“Dari hasil rapat, seluruh kepala dinas sepakat untuk mendukung kebijakan pelarangan penggunaan pukat trawl,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, Ir Diauddin, kepada Serambi, seusai rapat kemarin.
Penggunaan pukat trawl dijelaskannya telah mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan, sehingga perlu dilakukan pelarangan.
Hanya saja, dia lanjutkan, khusus untuk kapal di bawah 10 GT (Gross Tonnage), pihak dinas di masing-masing daerah akan mengajukan izin kepada Kementerian agar nelayan diberi waktu selama enam bulan untuk mengganti pukat trawl secara mandiri.
“Secara mandiri yang kami maksud adalah nelayan mengganti sendiri pukat trawl-nya dengan uang hasil tangkapan ikan selama enam bulan,” jelas Diauddin.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Timur, Ahmad, mengatakan sependapat kalau kapal dibawah 10 GT diberi waktu enam bulan untuk mengganti jaring pukat trawl. Tetapi untuk kapal 10 GT sampai 30 GT ke atas, mengingat jumlahnya yang cukup banyak (60 unit), maka pihaknya akan menanyakan kembali kesiapan mereka untuk menggantikan jaring pukat trawl-nya.
Para kepala dinas juga meminta agar penertiban jaring pukat trawl tidak hanya kepada nelayan lokal, tetapi juga nelayan luar, terlebih lagi nelayan asing. Informasi yang diperoleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, Diauddin, banyak nelayan Sumatera Utara (Sumut) yang masih menggunakan pukat trawl.
“Nelayan di Sumut banyak yang menolak kebijakan larangan pukat trawl. Dalam surat izinnya gunakan pukat biasa, tetapi di lapangan digunakan pukat trawl,” ujarnya.
Selain itu, nelayan asing yang mengambil ikan di kawasan Selat Malaka juga masih cukup banyak, di antaranya berasal dari Thailand, Hongkong, Vietnam, Singapura, Cina dan dari beberapa negara lain. Mereka bebas menangkap ikan tanpa takut tertangkap.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Bireuen, Jafar, menegaskan, larangan penggunaan pukat trawl berlaku di seluruh wilayah perairan Indonesia. Oleh karena itu ia meminta aparat penegak hukum (Satpol Air dan TNI AL) agar berlaku adil.
“Kebijakan itu jangan hanya tajam untuk nelayan Indonesia, tapi tumpul untuk nelayan asing. Harusnya lebih tegas lagi. Lakukan patroli secara rutin agar nelayan asing tak masuk wilayah Indonesia,” pungkas Jafar.(her)
Kunjungi juga :
www.serambinewstv.com | www.menatapaceh.com |
www.serambifm.com | www.prohaba.co |