Ada Kepentingan Politik dalam Polemik APBA
Dinamika pembahasan Rancangan Anggaran Pendapat Belanja Aceh (RAPBA) masih menjadi pembicaraan
BANDA ACEH - Dinamika pembahasan Rancangan Anggaran Pendapat Belanja Aceh (RAPBA) masih menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat Aceh. Direktur Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI), Agusta Mukhtar, menilai ada kepentingan politik dalam polemik pembahasan RAPBA 2017 yang sedang terjadi saat ini sehingga terlambatnya pengesahan.
Hal itu disampaikan Agusta Mukhtar saat menjadi pembicara pada diskusi “Ke Mana Arah APBA 2017” di Ring Road Café, Banda Aceh, Rabu (4/1). Kegiatan yang diprakarsai Gerakan Selamatkan Aceh (GSA) itu juga menghadirkan dua pembicara lain, yaitu Muslem Al Yamani, mantan Presiden Mahasiswa Universitas Abulyatama dan Kepala Bidang Perencanaan Ekonomi dan Ketenagakerjaan Bappeda Aceh, Marthunis.
Polemik APBA, ulas Agusta, semata-mata karena ada kepentingan politik, bukan kepentingan masyarakat. DPRA, menurutnya, harus bertanggung jawab atas keterlambatan pengesahan APBA. “Ada beberapa hal yang bisa kita lihat, seperti pada pembahasan APBA ada polimik di mana Plt Gubernur ingin mempergubkan. Bagi saya apa yang terjadi saat ini bukan hal yang besar, tapi dibesar-besarkan sebab mempergubkan APBA dibolehkan kok oleh undang-undang,” katanya.
Ia tambahkan, batas akhir pembahasan RAPBA 2017 hingga akhir Desember 2016, tapi hingga kini belum juga tuntas. Terkait keterlambatan tersebut, Plt Gubernur Aceh, Soedarmo menolerir pembahasan hingga 15 Januari 2017, jika tidak tuntas, maka RAPBA 2017 akan dipergubkan. “Sekarang sudah terlambat beberapa hari. Ini harus kita diskusikan bukan membesar-besarkan masalah ini,” ujar dia.
Direktur AJMI ini berpendapat bahwa dalam sepuluh tahun terakhir pengesahan APBA selalu terlambat. Apabila ini terus berlanjut, sudah pasti proses realisasi APBA di lapangan akan bermasalah. Ia juga mempertanyakan arah pembangunan Aceh ke depan jika hal ini terus dibiarkan. Sementara keadaan ekonomi masyarakat semakin terjepit.
“Apakah APBA hari ini memenuhi sektor kehidupan masyarakat? Dilematis kita lihat hari ini, di mana Aceh peringkat dua termiskin se-Sumatera. Kalau kemiskinan terus meningkat, ke mana arah pembangunan Aceh, ke mana dibawa APBA selama ini? Apakah hanya untuk sekelompok masyarakat yang menerima manfaat dari APBA?” tanya Agusta Mukhtar.
Karena itu, dia meminta agar pembahasan dana rakyat dilakukan secara transparan. Menurutnya, selama ini banyak ‘siluman’ yang mengatasnamakan rakyat meraup uang Aceh. Sementara kehidupan masyarakat tidak berubah dan terus dalam keadaan miskin. “Kita mendorong eksekutif dan legislatif menghentikan polemik pembahasan APBA, tapi segera sahkan APBA. Bagi saya tidak masalah dipergubkan ataupun disahkan berdasarkan qanun,” tegasnya.
Sementara itu, mantan presiden mahasiswa Universitas Abulyatama, Muslim Al Yamani menilai, ada ketidaknyamanan masyarakat terhadap pembahasan anggaran oleh dewan. Jika berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, banyak temuan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang menjadi perhatian publik, seperti dana bansos, dana hibah, dan pengadaan yang tidak logis.
“Keberpihakan anggaran selama ini tidak perlu dipertanyakan. Apakah prorakyat atau tidak, silakan nilai sendiri. Bagi saya ini pro bagi pejabat. Realitas yang terjadi selama ini di kalangan masyarakat perlu diakhiri, kita harus kawal bersama anggaran ini. Anggaran yang disahkan tidak boleh lagi tidak rasional,” ungkap Muslim Al Yamani.(mas)