Asiknya Umrah Backpacker
Selain untuk mendekatkan umat dengan kiblat, melalui gerakan umrah backpacker ini diharapkan mampu mengundang jamaah dari luar Aceh
BACKPACKER berasal dari kata "backpack" yang bermakna tas punggung atau ransel. Sementara backpacker identik dengan orang-orang yang suka melakukan petualangan secara mandiri dengan ransel di bahu. Para petualang ini mengutamakan harga murah sambil menikmati suasana destinasi.
Petualangan gaya backpacker ini juga dapat dilakukan dalam pelaksanaan ibadah umrah, bahkan haji. Orang-orang dari negara minoritas muslim terbiasa melaksanakan umrah secara mandiri, tanpa pendampingan dari biro jasa travel.
Ada anggapan, pelaksaaan ibadah umrah membutuhkan banyak uang, di atas Rp 20 juta. Sementara harga di bawah Rp 15 juta apalagi di bawah Rp 10 juta nyaris tidak pernah terdengar. Kalau pun ada, biasanya banyak syaratnya, seperti menunggu hingga 2 tahun sejak setoran uang.
Bahkan, banyak pula yang berakhir kecewa karena penuh penipuan. Lihatlah pengalaman sejumlah warga Pidie yang tergiur "godaan" iklan umrah paket Rp 16 juta milik Travel Azizi yang bermarkas di Medan (Gagal Berangkat Umrah, Jamaah Protes PT Azizi, Harian Serambi Indonesia, edisi 8 Mei 2016).
Pada sisi lain, beberapa travel menawarkan harga agak miring dengan mengambil starting dari Medan, Jakarta atau Kuala Lumpur. Dalam hal ini konsumen harus mengeluarkan biaya tambahan untuk transportasi dan akomodasi ke lokasi starting sehingga paket tersebut tidak jadi murah.
Hal ini pernah saya alami ketika melaksanakan ibadah umrah pada 2016 yang mengambil starting dari Kuala Namu. Saya dan teman-teman harus berangkat sehari sebelumnya ke Kuala Namu karena pesawat tujuan Jeddah berangkat pada pagi hari (Jamaah Umrah Aceh Masih Harus Menginap di Medan, Harian Serambi Indonesia, edisi 1 April 2016).
Melihat kondisi ini, Aceh tidak layak dijuluki "Serambi Mekkah", melainkan "Serambi Medan". Duh!
Beranjak dari realitas di atas, saya kemudian menulis gagasan melalui harian Serambi Indonesia berjudul Umrah Murah untuk Aceh (Opini Serambi Indonesia, edisi 1 April 2016). Awalnya banyak pihak yang meragukan "hayalan" dalam tulisan itu dapat diwujudkan.
Namun, berbeda dengan kebanyakan orang yang berpandangan pesimis, ternyata terdapat seorang pemuda yang menerima tantangan saya. Itulah Jamaluddin M Jamil, Ketua DPD I KNPI Aceh.
Jamaluddin hendak mengakhiri masa baktinya di KNPI dengan terobosan baru yang spektakuler, yaitu mengangkut seluruh pengurus KNPI ke depan kakbah dengan biaya minimalis. Setelah melalui persiapan matang dan dibantu dua biro jasa travel lokal, Abu Cairo dan Katana, pada 18 Februari - 3 Maret 2017 KNPI berhasil memberangkatkan 168 jamaah umrah dengan harga sangat minimalis, bahkan untuk pengurus KNPI dibanderol dengan harga Rp.8,5 juta dan Rp.9 juta per orang.
Awalnya program umrah paket murah ini hanya diperuntukkan bagi pengurus KNPI dan MPI, namun dalam perkembangannya banyak masyarakat, terutama dari keluarga pengurus KNPI, yang minta porsi seat sehingga menjadi semi terbuka.
Mandiri, banyak pengalaman
Paket umrah murah yang diperkenalkan oleh KNPI Aceh adalah murni pengabdian, tidak terdapat unsur komersil.
Sebelum berangkat, segala biaya dibahas bersama-sama. Harga tiket, visa, hotel, bus dan lain-lain dirinci dalam rapat yang dihadiri seluruh jamaah. Dalam hal ini, KNPI Aceh telah memperkenalkan manajemen keummatan yang transparan dalam pengelolaan dana umat.
Umrah gaya semi backpacker (melayani diri sendiri) yang diperkenalkan KNPI Aceh mampu membentuk individu mandiri.
Panitia bersama travel hanya bertugas memfasilitasi pembelian tiket, visa, bus, hotel dan manasik. Selanjutnya jamaah menyiapkan diri sendiri sesuai skedul yang disepakati. Sementara konsumsi, pelaksanaan rukun umrah dan agenda lainnya diberikan kebebasan kepada masing-masing jamaah.