Derita Rohingya belum Berakhir, Mereka Dieksploitasi, Dilecehkan, bahkan Diperdagangkan
"Misalnya, sejumlah perempuan muda dijanjikan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga, tapi ternyata dipaksa menjadi pekerja seks."
SERAMBINEWS.COM, JENEWA - Lembaga migrasi PBB pada Selasa (14/11/2017) memperingatkan adanya perdagangan manusia, eksploitasi, dan pelecehan seksual di antara pengungsi Rohingya di Bangladesh.
"Lelaki, perempuan, dan anak-anak yang putus asa direkrut dengan tawaran palsu bekerja di bidang perikanan, bisnis kecil, atau pekerjaan domestik," kata juru bicara Organisasi Intrernasional untuk Migrasi (IOM) Joel Millman, seperti dilansir Serambinews.com dari Anadolu Agency, Rabu (15/11/2017).
Menurut Millman, sejak 25 Agustus, lebih dari 617.000 warga Rohingya menyeberang dari Rakhine ke Bangladesh, melarikan diri dari kekerasan militer Myanmar.
(Baca: Dosen Aceh Kirim Surat Terbuka untuk Presiden, Manusiakah Mereka, Atau Apa?)
(Baca: Selamat dari Kengerian di Rakhine, 25.000 Anak Etnis Rohingya Alami Gizi Buruk di Pengungsian)
PBB mengatakan jumlah total populasi Rohingya di Cox's Bazaar, Bangladesh mencapai 830.000.
"Banyak yang dipaksa melakukan pekerjaan yang tidak mereka inginkan. Misalnya, sejumlah perempuan muda dijanjikan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga, tapi ternyata dipaksa menjadi pekerja seks," jelas Millman.
(Baca: Pengakuan Mengejutkan, Wanita Rohingya Terpaksa Berbuat Dosa Demi Bertahan Hidup)
Dia juga mengatakan sejumlah pengungsi diangkut keluar Bangladesh.
Pengungsi-pengungsi Rohingya itu melarikan diri dari operasi keamanan yang membunuh, menjarah rumah, dan membakar desa Rohingya.
(Baca: Terlibat Kekerasan Terhadap Rohingya, Amerika Serikat Tarik Bantuan Militer dari Myanmar)
(Baca: Anggota DPRA dan Pegawai Setwan Galang Bantuan untuk Rohingya dan Palestina, Ini Jumlahnya)
Menurut Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hasan Mahmood Ali, sekitar 3.000 orang Rohingya tewas dalam aksi kekerasan tersebut.
Rohingya, yang disebut PBB sebagai orang paling teraniaya di dunia, menghadapi ketakutan meningkat atas serangan yang membunuh puluhan orang pada kekerasan komunal pada 2012.
PBB telah mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan --termasuk bayi dan anak-anak-- pemukulan brutal, dan penghilangan oleh petugas keamanan.
Dalam sebuah laporan, penyidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut merupakan kejahatan kemanusiaan.(*)