Breaking News

Mirisnya Nasib Buruh Garmen Wanita, Terpaksa 'Sembunyikan Kehamilan' Karena Alasan Ini

Temuan tersebut muncul dalam penelitian Perempuan Mahardhika, sebuah lembaga advokasi hak-hak perempuan, atas 773 responden.

Editor: Fatimah
ANGKA JADI SUARA
KBN Cakung yang didominasi pabrik garmen dinilai tidak ramah terhadap para buruh perempuan. 

SERAMBINEWS.COM - Sekitar setengah dari 773 buruh garmen perempuan di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Jakarta, mengaku 'takut hamil'.

Para pekerja yang membuat pakaian untuk beragam perusahaan busana merek ternama dunia itu mengaku khawatir akan kehilangan pekerjaan atau menjalani kehamilan dalam lingkungan kerja yang tidak sehat.

Temuan tersebut muncul dalam penelitian Perempuan Mahardhika, sebuah lembaga advokasi hak-hak perempuan, atas 773 responden.

Mereka menemukan bahwa 118 orang di antara responden sedang hamil atau pernah melahirkan dalam kurun tiga tahun terakhir dan tujuh orang dari 118 buruh itu keguguran.

Para buruh perempuan itu, menurut Perempuan Mahardhika, bekerja di pabrik yang memasok busana untuk merek-merek ternama dunia, seperti Zara, Express, dan Basic.

Namun PT Mitra Adi Perkasa (MAP) Tbk, perusahaan Indonesia yang memegang lisensi dagang 57 merek busana internasional, termasuk Zara, menyatakan tidak membeli produk dari KBN Cakung.

Baca: Usai Unggah Video Pengusiran Buruh Migran ke Medsos, Seniman China Kabur dan Kini Jadi Buronan

"Kami tidak berhubungan bisnis dengan mereka," tegas juru bicara MAP, Fetty Kwartati, kepada BBC Indonesia, Selasa (19/12).

Mutiara Ika Pratiwi, peneliti Perempuan Mahardhika, mendorong perusahaan pembeli produk garmen dari KBN Cakung turut bertanggung jawab atas hak maternitas para buruh perempuan meski tidak memiliki hubungan kontrak langsung dengan para pekerja .

"Komitmen melindungi hak maternitas, selain dari pabrik, juga penting datang dari perusahaan pemilik label yang mengambil pasokan garmen," ujar Mutiara.

'Demi uang cuti'

Berdasarkan data yang diutarakan Ketua Forum Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Jumisih, mayoritas buruh perempuan di KBN Cakung berstatus sebagai pegawai kontrak dan pekerja alih daya.

Dalam setahun terakhir mereka menerima gaji setara upah minimum provinsi atau sebesar Rp3,3 juta pada 2017.

Merujuk tingkat kesejahteraan yang rendah, Mutiara Ika mengatakan bahwa selama ini para buruh garmen perempuan terdorong untuk tetap bekerja saat haid agar mendapatkan uang pengganti cuti menstruasi.

"Sebagian dari mereka akhirnya memilih menyembunyikan kehamilan sampai benar-benar terlihat," ujar Mutiara.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved