Tak Setuju Penunjukan Ketua BRA atas Rekomendasi Ketua KPA, Forkab Aceh Gugat Qanun BRA ke MA
Pasal itu dinilai diskriminasi karena pengangkatan dan pemberhentian harus atas rekomendasi Ketua KPA Pusat.
Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Yusmadi
Laporan Masrizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Forum Komunikasi Anak Bangsa (Forkab ) Aceh mengajukan uji materi Pasal 44 ayat 1 dan ayat 4 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Badan Reintegrasi Aceh (BRA) ke Mahkamah Agung (MA) RI pada 20 Desember 2017.
Pasal itu dinilai diskriminasi karena pengangkatan dan pemberhentian ketua BRA harus atas rekomendasi Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat.
Ketua DPP Forkab Aceh Polem Muda Ahmad Yani atau yang akrab disapa Polem Muda, melalui juru bicara Abi Sultan kepada Serambi, Selasa (16/1/2018) menjelaskan aturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Adapun bunyi Pasal 44 ayat 1), Ketua BRA diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul tertulis dari Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat.
(Baca: Forkab Kritisi Hak Istimewa BRA)
Ayat 4), Ketua Satpel BRA Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas rekomendasi Bupati/Wali Kota atas usul tertulis oleh Ketua KPA wilayah.
“Kita memandang ketentuan pasal tersebut telah memberi ruang yang luas kepada KPA guna merekomendasikan secara tertulis pergantian ketua BRA provinsi dan kabupaten/kota kepada gubernur serta bupati/wali kota. Ini merupakan tindakan melawan hukum dan inskontitusional terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.
Polem Muda menyatakan, apabila pasal tersebut terus dipertahankan maka terkesan ada upaya menyelundupkan kepentingan ketua KPA dalam tubuh BRA.
“Gugatan yang kita ajukan hanya pembatalan frasa bukan pembatalan Pasal 44 ayat 1 dan 4. Hal ini kita lakukan guna menghindari kekosongan hukum terhadap mekanisme pergantian ketua BRA,” ucapnya. (*)