10 Gepeng Dibina di Rumah Singgah

Sebanyak enam wanita dan empat pria yang beraksi sebagai gelandangan dan pengemis (gepeng)

Editor: bakri
zoom-inlihat foto 10 Gepeng Dibina di Rumah Singgah
ist
Petugas Satpol PP menurunkan para gepeng di Rumah Singgah Lamjabat Banda Aceh untuk dibina, Rabu (7/3/2018).

BANDA ACEH - Sebanyak enam wanita dan empat pria yang beraksi sebagai gelandangan dan pengemis (gepeng) di Kota Banda Aceh dibina di Rumah Singgah Lamjabat dalam pengawasan Dinas Sosial (Dinsos) Banda Aceh, Rabu (7/3). Para gepeng itu diamankan dari dua lokasi berbeda, sembilan orang di Goheng dan seorang lagi di Masjid Raya Baiturrahman.

Hal itu disampaikan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Kasatpol PP dan WH) Banda Aceh, Yusnardi SSTP MSi, melalui Kabid Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, Hardi Karmy SE. “Kami telah menyerahkan 10 orang ini ke Dinsos untuk dibina,” ujarnya.

Hardi menyebutkan, keenam gepeng wanita yaitu Pipi asal Belawan, Cakumi (Aceh Utara), Salihan Ubit (Pidie), Fatimah (Pidie), Rusmi (Aceh Utara), dan Khairiah Mahmud (Pidie Jaya). Sedangkan gepeng pria TM Hasan Hamzah (Pidie), serta tiga gepeng asal Aceh Utara yaitu Syamsuddin, Iskandar, dan Darmisi Abu Bakar.

Sementara Kepala Dinsos Banda Aceh, Drs Muzakir saat dikonfirmasi Serambi mengatakan, para gepeng akan dibina selama tiga hari di Rumah Singgah. Menurutnya, gepeng yang semuanya berasal dari luar Banda Aceh itu sudah berulang kali ditangkap. “Mereka bukan pemain baru di Banda Aceh. Kami akan bina sambil berkoordinasi dengan Dinsos kabupaten asal gepeng,” ujarnya.

Menurut dia, Dinsos kabupaten harus bertanggungjawab untuk mengurus gepeng mereka agar tidak kembali lagi ke Banda Aceh. “Kalau tidak ada kepedulian dan peran aktif dari Dinsos kabupaten, persoalan gepeng di Banda Aceh akan sulit dituntaskan,” kata Muzakir yang baru dilantik sebagai Kepala Dinsos Banda Aceh pada Januari 2018.

Muzakir mencontohkan kasus pengemis asal Sigli, Nazar, yang memiliki kelainan pada lehernya seperti patah. Dia sempat dibina di Rumah Singgah dan dipulangkan ke kampung halamannya beberapa waktu lalu. Anehnya, di sana terungkap bahwa Nazar berasal dari keluarga yang mampu dan masih memiliki orang tua.

“Kami sudah buat perjanjian dengan keluarganya agar Nazar tidak boleh kembali kemari. Tapi bukannya kembali ke Banda Aceh, Nazar saat ini malah beroperasi di Aceh Besar,” ujar Muzakir. Menurutnya, apabila pemuda itu kembali mengemis di Banda Aceh, maka orang tuanya yang akan ditangkap dengan tuduhan eksploitasi anak.

Kepala Dinsos Kota Banda Aceh, Drs Muzakir, menambahkan, dirinya telah mengubah sistem di Rumah Singgah terkait konsumsi gepeng. Sebelumnya, para gepeng yang dibina di situ dibelikan nasi pada saat jam makan. “Tapi sekarang untuk pembelajaran, mereka kami suruh masak sendiri di dapur dengan pengawasan petugas. Berasnya kami sediakan,” ujarnya.

Disebutkan, para gepeng diinapkan dalam dua ruangan terpisah antara pria dan wanita. Di setiap ruang terdapat sejumlah kasur tanpa tempat tidur. “Kasurnya langsung ditaruh di atas lantai. Sebab kami punya pengalaman waktu bina anak punk, kasurnya diangkut, kayunya malah digunakan untuk menyungkit teralis besi,” pungkas Muzakir.(fit)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved