Abraham Samad: Sudah Tepat KPK Tolak Permintaan Wiranto Tunda Umumkan Calon kepala Daerah Tersangka

Jika meluluskan permintaan lembaga negara lain, KPK bisa diartikan memperlambat dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi itu sendiri.

Editor: Fatimah
Tribun Timur/Fahrizal Syam
Abraham Samad usai menghadiri diskusi awal tahun Perhimpunan Alumni Universitas Negeri Makassar di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (7/2/2017). TRIBUN TIMUR/FAHRIZAL SYAM 

SERAMBINEWS.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi 2011-2015 Abraham Samad menilai, sudah tepat KPK menolak permintaan Menkopolhukam Wiranto untuk menunda pengumuman calon kepala daerah sebagai tersangka korupsi.

Jika meluluskan permintaan lembaga negara lain, KPK bisa diartikan memperlambat dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi itu sendiri.

“Jabatan yang melakat pada Pak Wiranto adalah Menkoplhukam. Jadi, permintaan terhadap KPK agar menunda pengumuman tersangka kepala daerah yang terlibat korupsi itu sudah merupakan bentuk intervensi terhadap KPK yang merupakan lembaga independen. Jangankan kementrian, Presiden pun tidak bisa mengintervensi KPK,” kata Abraham Samad di Jakarta, Rabu (14/3/2018).

Baca: Temui Ghazali Abbas Adan, Anggito Bantah Ambil Tanah Wakaf Aceh, Tapi Hanya Ingin Berinvestasi

Abraham mengingatkan, dalam sistem tatanegara KPK ditempatkan sebagai lembaga independen yang berfungsi sebagai lembaga penegakan hukum dalam hal pemberantasan korupsi, termasuk korupsi yang dilakukan di sejumlah daerah yang melibatkan calon kepala daerah petahana atau yang bukan petahana.

Abraham dapat memahami, apa yang disampaikan Wiranto secara substantif bermuatan positif, yakni dalam penyelanggaraan Pilkada di 171 daerah agar tidak menimbulkan kegaduhan.

Pengumuman calon kepala daerah yang akan ikut pilkada diduga dapat mempengaruhi tahapan pilkada serentak dan pilihan rakyat terhadap calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka.

Baca: Tim Verifikasi BPN RI Dihadang Ratusan Masyarakat Abdya, Ini Persoalannya

Namun demikian Abraham mengingatkan, kalaupun KPK meluluskan permintaan Wiranto untuk menunda pengumuman tersangka, maka dampak yang ditimbulkan atas penundaan itu tidaklah kecil dan bahkan semakin buruk.

Abraham mencontohkan, kalau seorang kepala daerah yang semula sudah dilakukan pengusutan terhadap kasus korupsi tapi kemudian ditunda karena adanya permintaan, setelah selesainya pilkada dan dilantik menjadi kepala daerah, persoalan akan kembali muncul.

Selain merugikan biaya, waktu, dan tenaga untuk menyelenggarakan Pilkada, kata Abraham, juga merugikan rakyat pemilih yang tidak percaya lagi pemimpinnya sendiri karena mereka merasa dipimpin oleh kepala daerah yang korup.

Baca: Egy Maulana akan Tinggal di Apartemen Mewah di Polandia, Harga Sewa Rp 11 Juta Perbulan

Namun dalam konteks hukum dan ketatanegaraan, kata Abraham, permintaan Wiranto tetaplah dapat dikategorikan intervensi terhadap tugas dan fungsi KPK sebagai lembaga independen yang bertugas melakukan penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi.

“Jadi KPK tidak perlu menanggapi permintaan Pak Wiranto itu, syukur kalau malah menolaknya secara tegas,” kata Abraham.

Menurut Abraham, tugas dan kewenangan KPK adalah mengusut tindakan korupsi yang dilakukan siapa saja dan menindak kapan saja. Kerja KPK tidak boleh batasi ruang dan waktu, bahkan tidak boleh dihentikan karena adanya intervensi dari pihak manapun, bahkan dari Presiden RI sekalipun.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved