Prokontra Pergub Cambuk
Cambuk tak Lagi di Masjid, Ketua Fraksi PA: Ini Langkah Mundur Pemberlakuan Syariat Islam
"Jika untuk alasan investasi. Apakah ada jaminan saat kebijakan ini diterapkan, akan berbondong-bondong investor ke Aceh."
Penulis: Said Kamaruzzaman | Editor: Safriadi Syahbuddin
Laporan Said Kamaruzzaman | Banda Aceh
SERAMBINEWS. COM, BANDA ACEH - Ketua Fraksi Partai Aceh di DPRA, Iskandar Usman Al-Farlaky, mengatakan pemberlakuan hukum cambuk dengan merubahnya dari sistem terbuka ke sistem ruang terbatas (lembaga pemasyarakatan) merupakan langkah mundur dalam konteks artikulasi syariat Islam yang telah terbuka melalui Undang Undang Nomor 44 tahun 1999 Tentang Keistimewaan Aceh dan Undang undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.
Hal itu diungkapkan Iskandar kepada Serambinews.com di Banda Aceh, Jumat (13/4/2018) pagi.
(Baca: Mulai Hari Ini Eksekusi Hukuman Cambuk tak Lagi di Masjid, Tapi di Penjara, Ini Alasan Irwandi Yusuf)
Ia mengatakan, ide tersebut berbalik dengan apa yang diperlihatkan oleh negara bagian Kelantan Malaysia, yang baru sekarang menyetujui mengamandemen UU syariahnya agar hukum cambuk mulai dan dapat dilaksanakan secara terbuka di depan umum.
"Sungguh ironi ketika negeri tetangga kita sudah lama berkeinginan hukum cambuk dilakukan dengan terbuka karena otoritas kekuasaan mereka baru kini mengiyakannya, justru kita coba berpaling dari terbuka menuju ruang terbatas. Bahkan tempo dulu di bawah rezim orbarian hukum Islam tidak diberi wadah dan ruang untuk diekspresikan di Aceh oleh kekuasaan Jakarta yang pongah," katanya.
(Baca: KAMMI Aceh Demo di Acara Menkumham, Tolak Hukuman Cambuk Dilakukan Secara Tertutup)
(Baca: DPRA: Pergub Pemindahan Hukuman Cambuk Ilegal)
Al-Farlaky menambahkan, saat kesempatan dan kekuasaan bagi Aceh terbuka untuk itu, justru kita ingin memodif praktik syariah mau menjauh dari core islam (ide hukum cambuk terbuka).
Tidak ada persoalan penerapan hukum cambuk terbuka selama ini di Aceh, bahkan gaung Aceh sebagai negeri syariah terlihat lebih eksis karena hal itu.
"Jika misalnya ada alasan untuk investasi. Apakah ada jaminan saat kebijakan ini diterapkan, akan datang berbondong-bondong investor ke Aceh," tanyanya.
(Baca: Ditanya Bagaimana Potensi Minyak dan Gas di Aceh, Jawaban Investor Dubai Ini Sangat Mengejutkan)
Dikatakan dia, mengubah pelaksanaan hukuman cambuk dari cara terbuka ke cara yang dilaksanakan di dalam lembaga permasyarakatan karena alasan apapun, tidak cukup menjustifikasikannya dengan mempergubkan keinginan itu.
Pergub Nomor 5 tahun 2018 telah melabrak Pasal 262 ayat 1 Qanun Aceh nomor 7 tahun 2013 tentang hukum acara jinayat.
Qanun memang mengamanahkan uqubat cambuk ini adalah untuk memberi efek jera kepada pelaku sehingga dilaksanakan di tempat terbuka, depan khalayak ramai.