Opini

‘Raport Merah’ SMA/SMK Aceh

PENDIDIKAN pada dasarnya merupakan proses pengembangan diri dan kehidupan manusia secara utuh

Editor: bakri
SERAMBI/M NASIR YUSUF
Direktur Pembinaan Guru Kemdikbud, Drs Anas M Adam MPd, Jumat (16/9) memantau pelaksanaan ujian seleksi calon Guru Garis Depan (GGD) yang dilaksanakan di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Aceh. SERAMBI/M NASIR YUSUF 

Oleh Jamaluddin

PENDIDIKAN pada dasarnya merupakan proses pengembangan diri dan kehidupan manusia secara utuh dan menyeluruh dalam berbagai bidang kehidupan sesuai dengan keberadaan manusia. Pendidikan juga merupakan sebuah usaha sadar yang sengaja, terencana, terprogram dan dilaksanakan secara sistimatis dalam rangka peningkatan dan perubahan paradigma berpikir ke arah yang lebih baik, bermakna dan bermartabat.

Perwujudan dari filosofi pendidikan diarahkan untuk meningkatkan nilai-nilai kepribadian dengan lebih mendalami norma-norma dalam proses interaksi dalam kehidupan antarmanusia, alam dan dengan khaliknya. Dimensi hubungan norma-norma tersebut telah diatur secara lengkap melalui pendekatan agama, aturan-aturan hukum, budaya serta adat-istiadat yang berlaku. Untuk itu diperlukan sebuah konsep pemahaman yang secara kontinuitas dipelajari dan dipahami dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik, yaitu melalui proses pendidikan.

Semakin rumit
Saat ini permasalahan pendidikan menjadi semakin rumit, sulit dan kompleks penanganannya, karena peningkatan kemajuan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang IT, peningkatan pengembangan metode belajar mengajar, perubahan regulasi yang berpengaruh pada aspek pendidikan, perubahan paradigma sosial budaya, dan pergeseran nilai-nilai budaya dalam masyarakat.

Satu aspek perubahan yang sangat mendasar sekarang ini di Indonesia adalah perubahan regulasi dengan lahirnya UU No.23 Tahun 2014, yang memisahkan pengelolaan pendidikan antara provinsi yang menangani pendidikan tingkat SMA/SMK dengan kabupaten/kota yang mengelola SD dan SMP. Akibatnya Aceh harus menangani, mengurus dan mengelola; 681 unit sekolah, dengan jumlah guru sebanyak 20.336 orang, dan siswa sebanyak 179.493 orang yang langsung berada di bawah pengelolaan dan koordinasi Dinas Pendidikan Aceh.

Pemberlakuan UU No.23 Tahun 2014 ini telah memunculkan permasalahan baru, terutama kewenangan Gubernur selaku Kepala Daerah Provinsi dan Bupati/Wali Kota dalam pengelolaan pendidikan. Untuk itu dibutuhkan reformasi dalam penyelenggaraan pendidikan di Aceh, baik pada tataran mutu pendidikan, regulasi dan reformasi organisasi pendidikan, peningkatan mutu guru yang perlu di up-date secara kontinyu dan terprogram secara menyeluruh.

Di lain pihak, Aceh sebagai daerah otonomi khusus dengan lahirnya UUPA Tahun 2006 yang telah mempunyai legalitas tersendiri dalam pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan dalam bingkai UU Sisdiknas. Namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut nyata sistem pendidikan di Aceh mengacu kepada UUPA tersebut sebagai sebuah peluang dan kekuatan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di Aceh. Sebagaimana kita ketahui bahwa mutu pendidikan Aceh pada tingkat pendidikan dasar dan menengah masih rendah, dibandingkan rata-rata Nasional. Hal ini menjadi satu misi Irwandi-Nova Iriansyah sebagai Gubernur/Wakil Gubernur Aceh periode 2017-2022.

Tanpa menghasilkan lulusan yang bermutu, program pendidikan bukanlah suatu investasi SDM melainkan justru pemborosan baik dari segi biaya, tenaga dan waktu, serta akan menimbulkan masalah sosial. Pendidikan yang berorentasi mutu meliputi: keberhasilan pendidikan tidak hanya diukur dari angka partisipasi murid tetapi lebih pada tingkat literasi yang dikuasai.

Sekolah tidak diukur dari menterengnya fasilitas fisik serta proses kurikuler yang dijalankan, melainkan dari kualitas dan kuantitas lulusannya, standardisasi kualitas lulusan secara nasional, adalah lebih penting dari pada standardisasi kurikulum dan sarananya, adanya kepedulian yang tinggi terhadap mutu, yang manifestasinya adalah dilakukannya manajemen mutu (quality control, quality assurance, and quality improvement).

Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknlogi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan.

Oleh pemerintah, yakni merancang pencapaian kompetensi lulusan (benchmarking competency) secara nasional pada mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi melalui UN; menganalisis hasil UN dan membuat peta ranking prov, kab/kota, sekolah, dan daya serap sekolah melalui hasil UN; menyampaikan hasil UN ke sekolah; menyusun kebijakan dlm rangka pembinaan dan pemberian bantuan pada satuan pendidikan untuk peningkatan mutu pendidikan.

Sangat menyedihkan
Berdasarkan data yang penulis peroleh dari Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP) 2017, tentang hasil UN per provinsi seluruh Indonesia, khususnya hasil UN tingkat SMA dan SMK tahun pelajaran 2016/2017 yang ujiannya dilaksanakan pada April 2017, data hasil UN Aceh SMA jurusan IPA untuk 6 bidang studi yaitu; Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi yang telah diolah sangat menyedihkan dibandingkan dengan rata-rata Nasional, dengan kondisi dengan nilai rata UN SMA IPA Aceh 42,18, sedangkan Nasional dengan nilai 53,47, dan berada pada urutan 33 dari 34 provinsi lain seluruh Indonesia.

Sedangkan untuk jurusan SMA IPS, dengan bidang studi UN, yaitu; Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi, dengan nilai rata UN SMA IPS Aceh sebesar 38,78, sedangkan rata-rata nasional sebesar 48,18, dan berada pada urutan 34 dari 34 provinsi di Indonesia. Untuk jurusan SMK, dengan bidang studi yang di-UN-kan yaitu; Bhs. Indonesia, Bhs. Inggris, Matematika, dan KMP, dengan nilai rata-rata UN SMK Aceh sebesar 47,66, sedangkan rata-rata nasional sebesar 53,75, dan berada pada urutan 32 dari 34 provinsi di Indonesia.

Dengan kondisi ini kita sangat miris dan menyedihkan dibandingkan dengan besaran dana yang dimiliki Aceh setiap tahunnya untuk membiayai sektor pendidikan lebih kurang Rp 2 triliun. Sehingga berbanding terbalik dengan dengan kondisi yang ada dan juga bila dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Hal ini menurut pendapat penulis, belum adanya perencanaan pembiayaan pendidikan yang mengarah pada perbaikan mutu pendidikan, kurangnya perhatian terhadap pengembangan kurikulum dan pemberdayaan guru khususnya dalam pengembangan kurikuler, pengayaan dan pengembangan guru, serta aktivitas lain yang dilakukan oleh sekolah dalam rangka menunjang mutu pendidikan.

Dengan adanya program Aceh Carong dari pemerintah Aceh sekarang, kita berharap fenomena ini dapat berubah menjadi lebih baik, namun juga sangat tergantung dari kemampuan aparat dinas pendidikan beserta jajarannya untuk membedah visi dan misi gubernur tersebut, mengkaji kembali program-program yang ada sekarang, dan adanya inovasi sehingga adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Diharapkan semua pihak dapat bekerja keras, terutama para guru, kepala sekolah, Majelis Pendidikan Aceh (MPA) dan semua stakeholder yang berhubungan dengan pendidikan. Semoga dana yang besar akan memberi harapan yang besar demi kemajuan pendidikan Aceh dimasa mendatang.

* Djamaluddin, SP., Direktur LSM Solidaritas Masyarakat Peduli Aceh (SMAPA). Email: liahwahab@gmail.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved