KUPI BEUNGOH
MBG “Mimpi Buruk” Membangun Generasi Cerdas
Kerentanan gizi anak Indonesai di hampir seluruh wilayah menyebabkan kerawanan gizi, stunting dan kerentanan kesehatan
Oleh: Syarifah Rahmah*)
Fenomena Makan Bergizi Gratis mewarnai kehidupan generasi di setiap Lembaga Pendidikan.
Dari PAUD/TK, SMP, hingga SMA sederajat. Tidak ada satu sekolah pun yang tidak menerima makan bergizi gratis.
Kenyataannya makan bergizi gratis tidak sesuai dengan nilai gizi yang telah diatur dalam Permenkes Nomor. 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia.
Kerentanan gizi anak Indonesai di hampir seluruh wilayah menyebabkan kerawanan gizi, stunting dan kerentanan kesehatan.
Hal ini berimbas pada kecerdasan kognitif anak. Generasi emas yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2045 sulit tercapai.
Makan Bergizi Gratis program pemerintah patut diapresiasi, niat tulus pemerintah ini tidak diimbangi dengan pendataan dan observasi mendalam mengenai kondisi rakyat.
Beban hidup, penghentian kerja (PHK) sepihak dari beberapa Perusahaan yang katanya mengalami kebangkrutan, otomatis menghentikan penghasilan keluarga.
Pengaruh terbesar dirasakan oleh anak-anak. Selain persoalan pangan imbas dari pemutusan kerja, yang menyakitkan justru menimpa dunia pendidikan.
Banyak anak-anak putus sekolah, tidak sanggup melunasi SPP dan pengeluaran lainnya.
Dampak langsung MBG pada kesehatan anak perlu di kaji lagi, selain makanan basi, berulat dan penyajiannya juga tidak higienis.
Konsumsi makanan tidak layak gizi ini akan berdampak buruk pada kesehatan dan kecerdasan anak.
Racun yang ditimbulkan dari konsumsi menu tidak layak ini otomatis tersimpan di darah dan lama kelamanan akan merusak kesehatan anak. Pertanyaan nya, jika kondisi ini terjadi apakah pemerintah siap bertanggung jawab.
Baca juga: VIDEO - Viral! Wabup Pidie Jaya Diduga Tinju Petugas Program Makan Bergizi Gratis
Di beberapa wilayah banyak anak-anak kerja serabutan guna membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarga, menjadi pemulung, penyemir sepatu, dan menjadi buruh di pasar tradisional.
Sangat disayangkan jika ada pihak mengeksploitasi dengan memanfaatkan kerentanan anak-anak yang labil. Pelecehan dan kekerasan seksual “sangat mungkin” di alami anak-anak ini.
| Meretas Makna di Balik Gelar Pendidikan Tinggi dalam Dinamika Profesi dan Pergulatan Makna Hidup |
|
|---|
| Perubahan Wajah Epidemi HIV di Aceh, dari Isu Medis ke Krisis Sosial Remaja |
|
|---|
| Perlindungan Anak vs Pendidikan Moral: Saat Regulasi Menyimpang dari Amanat Konstitusi |
|
|---|
| Saat Buku Fisik Mulai Tersisih oleh Layar |
|
|---|
| Ketika Perpustakaan Kehilangan Suaranya di Tengah Bisingnya Dunia Digital |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.