KUPI BEUNGOH
Perubahan Wajah Epidemi HIV di Aceh, dari Isu Medis ke Krisis Sosial Remaja
Saya melihat fenomena ini bukan sekadar angka di laporan epidemiologi. Ini adalah cermin dari perubahan sosial yang berlangsung pelan tapi pasti.
Oleh: dr. Devrina Maris, MKM
“TREN kasus HIV di Aceh mulai bergeser ke usia muda, bahkan 11–20 tahun.”. Demikian pernyataan Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Aceh dalam laporan terbaru yang dirilis media lokal.
Kutipan singkat ini terdengar sederhana, tapi di baliknya tersimpan alarm yang seharusnya membuat kita semua: tenaga kesehatan, orang tua, pendidik, dan masyarakat terhenyak.
Sebagai seorang tenaga kesehatan yang juga berlatar belakang akademisi kesehatan masyarakat, saya melihat fenomena ini bukan sekadar angka di laporan epidemiologi.
Ini adalah cermin dari perubahan sosial yang berlangsung pelan tapi pasti.
Di saat generasi muda kita menghadapi risiko penyakit menular seksual di usianya yang bahkan belum tuntas memahami tubuh dan identitas dirinya sendiri.
Lebih dari Sekadar Angka
Data Dinas Kesehatan Provinsi Aceh menunjukkan bahwa sejak 2004 hingga Juli 2025, ada 1.974 kasus HIV/AIDS, dengan 210 kasus baru hanya dalam tujuh bulan pertama tahun ini.
Dari jumlah itu, 13 persen di antaranya terjadi pada remaja berusia 11–20 tahun. Artinya, dari setiap sepuluh kasus baru, satu hingga dua di antaranya adalah remaja.
Sekilas, angka itu tampak kecil jika dibandingkan dengan total populasi. Namun, data ini justru menandakan situasi darurat yang sedang kita abaikan secara perlahan.
Angka-angka itu tidak sekadar statistik dingin. Di baliknya ada wajah-wajah muda yang masih bersekolah, menata masa depan, dan punya impian besar.
Ketika kelompok usia 11–20 tahun mulai muncul sebagai bagian signifikan dari kasus HIV, artinya virus ini telah menembus lapisan masyarakat yang seharusnya paling dilindungi.
Baca juga: Teuku Abdul Hamid, Calon Pahlawan Nasional Asal Aceh: Nyusup ke Pasukan Jepang demi Kemerdekaan
Baca juga: Peserta Aceh Singkil Tumbang Saat Lantunkan Ayat Suci Quran di MTQ Pidie Jaya
Mengapa Ini Terjadi?
Sebagian besar masyarakat masih memandang pendidikan seks sebagai sesuatu yang tabu. Banyak orang tua berpikir bahwa berbicara soal seks sama dengan mengajarkan anak untuk melakukannya.
Padahal, penelitian demi penelitian menunjukkan hal sebaliknya. Bahwa remaja yang mendapat pendidikan kesehatan reproduksi yang baik justru lebih mampu menunda perilaku berisiko.
Di Banda Aceh sendiri, banyak tenaga kesehatan yang saya temui mengeluhkan rendahnya kesadaran remaja terhadap cara penularan HIV. Mereka tahu HIV itu berbahaya, tapi tidak tahu bagaimana penyakit itu bisa menular.
Ada pula yang percaya bahwa HIV hanya menyerang orang-orang tertentu, bukan mereka yang dianggap berperilaku normal. Inilah yang disebut false sense of immunity rasa aman palsu yang membuat mereka tidak waspada.
Opini Kupi Beungoh Devrina Maris
dr Devrina Maris
Epidemi HIV di Aceh
Opini tentang HIV AIDS di Banda Aceh
HIV di Aceh dan Krisis Sosial Remaja
| Perlindungan Anak vs Pendidikan Moral: Saat Regulasi Menyimpang dari Amanat Konstitusi |
|
|---|
| Saat Buku Fisik Mulai Tersisih oleh Layar |
|
|---|
| Ketika Perpustakaan Kehilangan Suaranya di Tengah Bisingnya Dunia Digital |
|
|---|
| Dibalik Kerudung Hijaunya Hutan Aceh: Krisis Deforestasi Dan Seruan Aksi Bersama |
|
|---|
| MQK Internasional: Kontestasi Kitab, Reproduksi Ulama, dan Jalan Peradaban Nusantara |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.