Kasus Remaja Dipenjara Karena Aborsi Setelah Diperkosa: Begini Dasar Hukum Aborsi di Indonesia
Maka dilihat dari kasus A di atas, karena usia kehamilannya sudah 6 bulan saat janin digugurkan, tentu menyalahi auran di UU Kesehatan.
SERAMBINEWS.COM - Seorang remaja perempuan berusia 15 tahun di Jambi, WA, dilaporkan dipenjara selama enam bulan karena melakukan aborsi.
Ia melakukan aborsi setelah diperkosa berulang kali oleh kakaknya sendiri sejak bulan September 2017.
Alhasil, WA hamil.
Setelah usia kehamilannya masuk usia 6 bulan, WA lalu mengaborsi bayi dalam kandungannya.
Aborsi itu dilakukan atas saran si ibu karena ia merasa malu atas perbuatan kedua anaknya itu.
Baca: Banda Aceh Promosikan Pariwisata dan Kekayaan Kuliner di Tarakan, Kalimantan Utara
Setelah diaborsi, bayi tersebut dibuang dan ditemukan oleh warga sehingga polisi kemudian melakukan penyelidikan lanjutan.
Hasil persidangan menyatakan WA bersalah dan dijatuhi hukuman penjara selama 6 bulan karena mengaborsi kandungannya yang sudah berusia 6 bulan.
Hal ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Banyak yang menyayangkan keputusan ini karena sejatinya WA dianggap sebagai korban rudapaksa kakaknya.
Lalu bagaimana sebenarnya hukum aborsi menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia?
Baca: Ada Ruang Kerja Pribadi, Inilah Penampakan Sel Mewah Lutfi Hasan di Lapas Sukamiskin
Tindak Pidana Aborsi Berdasarkan KUHP
Hukum aborsi dalam KUHP diatur dalam Pasal 346 KUHP yang berbunyi:
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam pidana penjara paling lama empat tahun.
Dalam hal ini, KUHP dengan tegas menyatakan bahwa aborsi adalah sesuatu yang dilarang, jika melanggar tentu akan dikenai sanksi/hukuman.
Tindak Pidana Aborsi Berdasarkan UU Kesehatan
Hampir sama dengan Pasal 346 KUHP, ketentuan aborsi menurut UU Kesehatan juga diatur dalam pasal 75 ayat (1) UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan: