Tsunami Selat Sunda Fenomena tak Lazim

Tsunami di Selat Sunda yang terjadi Sabtu (22/12) malam merupakan kejadian yang tidak biasa (lazim) karena bencana

Editor: bakri
ARDIANSYAH/NZ
SUASANA kawasan pemukiman penduduk di Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan yang hancur akibat tsunami, Minggu (23/12) malam. 

JAKARTA - Tsunami di Selat Sunda yang terjadi Sabtu (22/12) malam merupakan kejadian yang tidak biasa (lazim) karena bencana yang telah merenggut 222 korban nyawa itu tanpa didahului dengan gempa bumi.

Ihwal tsunami Selat Sunda yang tidak biasa itu disampaikan Wakil Presiden RI, Jusup Kalla usai memimpin rapat penanggulangan bencana tsunami Selat Sunda di VVIP Room Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, Minggu (23/12) siang.

“Saya sudah berbicara dengan Kepala BMKG dan Geologi. Ini suatu kasus yang tidak biasa, bahwa tsunami tanpa gempa. Jadi gejalanya ada kemungkinan dari perubahan atau letusan Gunung Anak Krakatau,” kata Wapres sebagaimana dikutip dan dilansir Tempo.co.

Wapres mengatakan pihaknya telah memerintahkan kepada jajaran pemerintah daerah setempat, jajaran anggota TNI dan Polri, serta Palang Merah Indonesia (PMI) untuk segera menuju lokasi bencana guna melakukan evakuasi.

“Dari pemda, TNI, Polri sudah bergerak. Begitu juga PMI sudah bergerak semua ke sana untuk mengatasi ini,” katanya menambahkan.

Sementara itu, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto telah melakukan pemantauan dari udara untuk meninjau lokasi terdampak tsunami Selat Sunda, khususnya di wilayah Anyer, Carita, Labuan dan Tanjung Lesung.

Panglima menjelaskan kondisi bangunan yang rusak akibat terdampak tsunami terlihat jelas di wilayah sekitar Pantai Carita.

“Saya baru saja menuju sasaran. Di sepanjang bibir pantai mulai dari Anyer memang belum tampak, tapi ketika masuk di Pantai Carita memang di sana tampak ada beberapa hotel dan tempat wisata terlihat terkena dampak tsunami, termasuk di Labuan,” kata Panglima Hadi.

Helikopter yang ditumpangi Panglima TNI Hadi Tjahjanto tidak dapat mendarat di lokasi kejadian karena cuaca buruk. Dampak cuaca buruk itu juga menyebabkan Wapres batal melakukan tinjauan ke lokasi terdampak bencana tsunami.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), Rahmat Triyono mengatakan, tsunami dan gelombang pasang yang menerjang beberapa wilayah pantai di Selat Sunda mengagetkan banyak pihak. Sebab, peristiwa tersebut tidak dipicu gempa bumi.

“Saat kejadian, saya mendapat laporan di beberapa tempat ada gelobang pasang yang tinggi. Dua laporan di pantai Banten, dua lainnya dari Lampung. Berdasarkan catatan, dipastikan bahwa gelombang pasang tersebut adalah tsunami,” ujar Rahmat sebagaimana dikutip pikiran-rakyat.com.

Rahmat Triyono menegaskan, penyebab tsunami di Banten dan Lampung adalah erupsi Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan longsor di bawah laut. “Tsunami tidak dipicu gempa bumi tapi akibat longsor di bawah laut, pengaruh erupsi Gunung Anak Krakatau,” katanya.

Rahmat Triyono menjelaskan, BMKG tidak mencatat adanya aktivitas tektonik dan hanya mendeteksi aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau pada Sabtu 22 Desember 2018 pukul 21.03 WIB.

“Sebelumnya juga kami sudah mengeluarkan peringatan dini terkait gelombang tinggi yang berkisar antara 1,5 hingga 2 meter,” tuturnya.

Rahmat Triyono menegaskan tidak ada istilah susulan dalam tsunami. Istilah susulan hanya digunakan untuk gempa bumi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved