Genosida di Rakhine Masih Terjadi, Koalisi Rohingya Merdeka Kecewa pada Dunia Internasional

Koalisi Rohingya Merdeka (FRC)kecewa pada komunitas internasional yang belum mengambil tindakan tegas terhadap genosida yang terjadi di Myanmar.

Editor: Taufik Hidayat
Reuters via BBC Indonesia
Sebagian besar pengungsi Rohingya menuju Banglades melalui jalur darat, tapi ada sejumlah orang berupaya melintasi sungai dan laut menggunakan perahu reyot. 

SERAMBINEWS.COM - Ketakutan, intimidasi, represi dan genosida. Ini adalah rangkaian kata yang digunakan komunitas Rohingya untuk menggambarkan apa yang terjadi pada mereka di tangan pasukan militer Myanmar.

“Beberapa orang mungkin berpikir bahwa dengan meninggalkan rezim genosida yang represif, maka Rohingya akan bebas,” kata Yasmin Ullah, aktivis Rohingya.

“Ketakutan dan intimidasi merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari di Arakan, atau yang disebut Rakhine belakangan ini. Ketakutan dan intimidasi mengikuti kami ke manapun.”

Pada Jumat (8/2/2019), Koalisi Rohingya Merdeka (FRC) mengumpulkan para cendekiawan dan aktivis dalam konferensi dua hari di New York, yang bertujuan untuk mengungkap kondisi kaum minoritas itu dan menyerukan kepada dunia agar mendengarkan dan menekan Myanmar untuk berhenti menyerang Rohingya.

Razia Sultana, Koordinator FRC untuk Urusan Perempuan dan Anak, mengatakan dia “sangat kecewa” pada komunitas internasional yang belum mengambil tindakan tegas atau bertujuan terhadap orang-orang yang bertanggung jawab atas genosida.

Dalam misi pencarian fakta Oktober lalu, PBB mencatat bahwa genosida terhadap Rohingya masih berlangsung, namun belum ada tindakan dari Dewan Keamanan.

Namun orang-orang Rohingya lainnya seperti Thun Khin, presiden Organisasi Rohingya Burma, melihat deklarasi genosida PBB sebagai kesempatan untuk menyerukan dukungan internasional atas apa yang mereka gambarkan sebagai orang paling teraniaya di dunia.

“Akhirnya dunia mengetahui apa yang telah kami katakan selama bertahun-tahun. Komunitas kami, seperti yang kami katakan, satu-satunya kata untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi adalah genosida,” kata Khin.

Baca: Angelina Jolie Kunjungi Pengungsi Rohingya di Bangladesh

Baca: Delapan Pengungsi Rohingya yang Ditampung di SKB Bireuen Kembali Kabur

Baca: Naresh Kumar Konduktor Listrik Manusia, Sanggup Menahan Arus Listrik 11.000 Volt di Tubuhnya

Lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, kebanyakan perempuan dan anak-anak, melarikan diri dari Myanmar kemudian menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan penumpasan komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017, menurut Amnesty International.

Sejak itu, hampir 24.000 Muslim Rohingya dibunuh oleh pasukan negara Myanmar, menurut laporan oleh Ontario International Development Agency (OIDA).

OIDA juga melaporkan bahwa lebih dari 34.000 Rohingya dilemparkan ke dalam api, 18.000 perempuan dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar, serta lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar.

PBB juga mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan - termasuk bayi dan anak kecil - pemukulan brutal dan penculikan yang dilakukan oleh pasukan negara Myanmar.

Baca: VIDEO - Kondisi Terkini Pengungsi Muslim Etnis Rohingya di SKB Bireuen

Baca: Dubes Myanmar: Pembebasan Nelayan Aceh Atas Dasar Reciprocity, Kapten Kapal Tetap Diadili

Baca: Pemprov NTT Pastikan Pulau Komodo Ditutup Sementara, Selama Setahun Penuh pada Tahun 2020

Sejarah panjang di Myanmar

Khin, cucu sekretaris parlemen Burma, menguraikan sejarah komunitas Rohingya di Myanmar. "Kami sudah tinggal di sini selama berabad-abad," kata dia.

Khin mencatat bahwa kampanye melawan Rohingya bukanlah persoalan baru dan telah berlangsung selama beberapa dekade, dan tujuan akhir pemerintah Myanmar adalah genosida.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved