Badruzzaman Tolak Plt Ketua MAA
Badruzzaman Ismail Mhum, Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) terpilih berdasarkan hasil mubes menolak penunjukan
BANDA ACEH - Badruzzaman Ismail Mhum, Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) terpilih berdasarkan hasil mubes menolak penunjukan Pelaksana tugas (Plt) Ketua MAA oleh Plt Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah MT. Penolakan itu disampaikan Badruzzaman melalui Serambi, kemarin, menanggapi pelantikan Saidan Nafi MHum sebagai Plt Ketua MAA, Jumat (22/2).
Pada waktu bersamaan juga dilantik Prof Dr Abdi A Wahab sebagai Plt Ketua Majelis Pendidikan Aceh (MPA) menggantikan Prof Dr Warul Walidin Ak MA, dan Drs Mahdi Ahmadi sebagai Plt Kepala Baitul Mal Aceh (BMA) menggantikan Zamzami Abdulrani SSos yang sebelumnya juga berstatus Plt.
Badruzzaman menjelaskan, dirinya terpilih sebagai Ketua MAA Periode 2019-2023 dalam mubes lembaga itu di Banda Aceh, Oktober 2018. Menurutnya, ia dipilih oleh perwakilan MAA kabupaten/kota se-Aceh sebagai pemegang hak suara. Namun, sejak terpilih hingga saat ini kepemimpinannya belum mendapat pengesahan dari Plt Gubernur Aceh.
“Kami sudah beberapa kali berupaya menjumpai gubernur namun selalu gagal dengan alasan sedang diatur waktu yang tepat. Seharusnya, Plt Gubernur mengesahkan saya sebagai Ketua MAA, bukan menunjuk Plt. Sebab, saya dipilih secara resmi melalui forum mubes. MAA kan lembaga yang mengurus adat, jadi jangan dibawa ke politik lah,” tandas Badruzzaman.
Terkait tudingan bahwa mubes MAA tidak sesuai aturan, ia juga membantahnya. Menurut Badruzzaman, mubes itu dilaksanakan sesuai Qanun Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Bahkan, lanjutnya, mubes sebelum-sebelumnya juga dilaksanakan berdasarkan regulasi yang sama dan tetap diakui keabsahannya.
Karena itu, Badruzzaman meminta Plt Gubernur meninjau kembali kebijakan dan tidak berpolitik di lembaga MAA. Jika memang ingin menunjuk Plt, sambungnya, tentu sasarannya adalah Kepala Sekretariat MAA yang merupakan bawahan langsung gubernur.
Tidak bijak
Secara terpisah, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Aceh, Tgk Faisal Ali menilai kebijakan Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah yang mengangkat Plt Ketua MAA sebagai tindakan yang tidak arif dan bijak. “Kebijakan yang dilakukan oleh Plt Gubernur itu tidak arif,” katanya, Sabtu (23/2).
Jika proses pelaksanaan mubes dianggap tidak sesuai dengan qanun, menurut Tgk Faisal, harusnya Plt Gubernur memanggil dulu pengurus MAA, bukan langsung melantik Plt. Karena itu, ia meminta Nova agar mengoreksi dan meninjau kembali kebijakannya itu agar persoalan segera berakhir. “Lembaga MAA ini kan lembaga orang tua-tua, orang yang sudah merasakan cukup asam garam. Jadi, saya nilai hal-hal yang dilakukan Plt Gubernur itu tidak tepat. Beliau telah menciptakan masalah dalam suasana ketenangan. Menurut saya beliau tidak memahami kultur ketimuran dalam mengangkat Plt-Plt itu,” tandas dia.
Tgk Faisal juga menyorot pengangkatan Plt Kepala BMA di mana selama ini lembaga amil zakat tersebut juga dijabat oleh Plt.
Menurut Tgk Faisal, tindakan Nova tersebut sangat jelas terlihat mengandung nuansa politis sehingga menimbulkan kesan adanya sikap like and dislike (suka dan tidak suka).
“Jadi, tampak sekali tindakan yang dilakukan Plt Gubernur sesuatu yang tidak bijak dan penuh tanda tanya. Saya kira masyarakat berhak mengkoreksi apa yang dilakukan Plt. Karenanya kita sangat sesalkan apa yang dilakukan Plt Gubernur,” kata Tgk Faisal yang juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh ini.
Kepala Biro (Karo) Hukum Setda Aceh, Amrizal J Prang yang dimintai tanggapannya oleh Serambi, kemarin, menjelaskan, pengangkatan tiga pelaksana tugas (Plt) tersebut--Ketua MAA, Ketua MPA, dan Kepala BMA--dilakukan karena masa jabatan pimpinan masing-masing lembaga tersebut sudah berakhir. Untuk menghidari kekosongan jabatan, menurut Amrizal, maka diangkatlah Plt.
Terkait pelaksanaan Musyawarah Besar (Mubes) MAA, ia menilai musyawarah tersebut cacat hukum. Karena itu, sambungnya, Plt Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah MT menunda dulu pengangkatan Badruzzaman Ismail sebagai ketua terpilih. Di sisi lain, lanjutnya, masa jabatan ketua MAA lama sudah berakhir sehingga diangkatlah Plt.
Menurut Amrizal, pelaksanaan mubes MAA itu tidak memenuhi syarat seperti diatur dalam Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Dalam qanun itu disebutkan, salah satu peserta mubes adalah Tuha Nanggroe. Sementara Tuha Nanggroe sendiri tidak ada, makanya proses pelaksanaan mubes MAA dinilai cacat hukum.