Opini
Sosok Syamsuddin Assumatrani
Sejak lama Aceh sudah dikenal sebagai satu-satunya daerah yang aksentuasi keislamannya sangat megah
Syarah Ruba’i Hamzah Fansuri (24 halaman; berbahasa Melayu). Karya ini merupakan ulasan terhadap 39 bait (156 baris) syair Hamzah Fansuri. Isinya, antara lain, menjelaskan pengertian kesatuan wujud (wahdat al-wujud).
Syarah Sya’ir Ikan Tongkol (20 balaman; berbahasa Melayu). Karya ini merupakan ulasan (syarah) terbadap 48 baris sya’ir Hamzah Fansuri yang mengupas soal Nur Muhammad dan cara untuk mencapai fana di jalan Allah.
Nur al-Daqa’iq (9 halaman berbahasa Arab; 19 halaman berbahasa Melayu). Karya tulis yang sudah ditranskripsi oleh AH. Johns ini (1953) mengandung pembicaraan tentang rahasia ilmu makrifah (martabat tujuh).
Thariq al-Salikin (18 halaman; berbahasa Melayu). Karya ini mengandung penjelasan tentang sejumlah istilah, seperti wujud, ‘adam, haqq, bathil, wajib, mumkin, mumtani’ dan sebagainya.
Mir’at al-Iman atau Kitab Bahr al-Nur (12 halaman; berbahasa Melayu). Karya ini berbicara tentang ma’rifah, martabat tujuh, dan tentang ruh.
Kitab al-Harakah (4 halaman; ada yang berbahasa Arab dan ada pula yang berbahasa Melayu). Karya ini berbicara tentang ma’rifah atau martabat tujuh.
“Beu Seulamat Iman teuh mandum. Berpegang teguhlah dengan agama itu, sebab agama Islamlah yang telah memajukan Aceh dan terkenal ke seluruh dunia Melayu.” Pesan ini disampaikan ketika Syamsuddin Assumatrani ditembak oleh Portugis dalam misi penyerangan kafir Portugis di Malaka, masa Iskandar Muda.Wallahu a’lam.
* Penulis adalah Ketua Balai Sastra Samudera Pasai, Lhokseumawe