KAI
Syariat Membendung HIV/AIDS
Akhir-akhir ini kita sangat terkejut dengan berita sejumlah orang Aceh yang terkena HIV/AIDS kian bertambah, padahal di tanah Serambi
Assalamualaikum Wr Wb.
Akhir-akhir ini kita sangat terkejut dengan berita sejumlah orang Aceh yang terkena HIV/AIDS kian bertambah, padahal di tanah Serambi Mekkah ini dikenal sebagai wilayah berlakunya Syariat Islam. Yang saya ketahui/tanyakan adalah: Apakah zina, lesbi, homo dan alat-alat penularan HIV/AIDS lainnya bergentayangan di Aceh?
Kemudian, apakah Islam tidak memiliki cara yang ampuh untuk membendung penularan penyakit tersebut? Pertanyaan ini didasarkan pada kenyataan, kita agung-agungkan bahwa Islam dapat menjadi solusi bagi semua permasalahan.
Atas kesediaan ustadz memberikan jawaban, saya mengucapkan banyak terima kasih.
Marjani Jamaan
Aceh Tenggara.
JAWABAN:
Sdr Marjani Jamaan, yth.
Waalaikumus Salam Wr Wb.
Sebagaimana yang kita yakini bahwa Islam dengan syariatnya yang lengkap dan kaffah pasti memiliki cara yang amat ampuh untuk itu. Yang perlu kita pertanyakan sebenarnya adalah apakah kita sudah melaksanakan syariat menurut semestinya?.
Baiklah, saudara. Kita sudah sering dengar atau baca, HIV/AIDS adalah penyakit yang menyebabkan kekebalan tubuh menjadi lumpuh, sehingga penderitanya tidak berdaya samasekali untuk mempertahankan diri dari serangan penyakit apa pun, termasuk pengaruh perubahan cuaca sekalipun. HIV/AIDS berkembang atau menular melalui penyimpangan penyimpangan tertentu dalam penyaluran nafsu seks, seperti zina, homo, lesbi, kecupan dan lain sebagainya. Malah menurut sebagian pakar AIDS, penyakit laknatullah ini dapat juga menular melalui pernafasan (?).
Bila seseorang telah terkena penyakit itu, kemudian bersenggama dengan isteri atau suaminya, atau dengan siapapun, maka virusnya akan menular kepada sang isteri atau suami. Bila Isteri itu mengecup anaknya, besar kemungkinan, Virus itu akan menular pula pada sang anak. Lebih dahsyat lagi penyakit ini menimpa janin dalam kandungan, sehingga bayi yang masih putih bersih, belum berdosa apa-apa ini, telah terkena penyakit sejak sebelum ia lahir. Alangkah sayangnya dan alangkah besar dosa sang ibu/bapanya. Itulah sebabnya dunia kini berada dalam belenggu ketakutan kepada penyakit yang asal muasalnya adalah akibat penyimpangan dan penyalahgunaan penyaluran nafsu seks, meskipun kemudiannya dapat menular melalui transfusi darah, injeksi, susuan dan sejenisnya.
Sebagaimana penyakit lainnya, HIV/AIDS tidak pernah membedakan antara muslim dengan nonmuslim, kuat beragama ataupun tidak, wilayah Aceh ataupun Singapore, malah tidak membedakan antara Serambi Mekkah dengan Mekkahnya. Penyakit ini dijamin tidak akan menimpa orang-orang yang memang tidak melakukan sesuatu yang dapat menjadi sarana untuk penularannya.
Itulah sebabnya sejak 15 abad yang lalu, Islam dengan tegas mengharamkan zina dan penyelewengan seksual, malah mengharamkan mendekati zina, dengan melarang berdua-duaan, dan sebagainya yang sekarang kita di Aceh, sedikit banyaknya, sudah diawasi oleh Wilayatul Hisbah. Masihkah kita ragu dengan kebenaran agama Allah SWT yang diciptakan hanyalah untuk kebahagiaan umat manusia di dunia dan akhirat?
Penyakit HIV/AIDS yang oleh UNICEF disebut sebagai “bom atom” abad ini, sesungguhnya tidak lain dari perskot azab/sanksi bagi pelaku zina dan sejenisnya, karena umat manusia belum sadar-sadar tentang larangan melakukan kejahatan tersebut. Menurut para ahli HIV/AIDS, sampai saat ini obat mujarab yang bisa menyembuhkan penyakit ini belum ditemukan. Malah alat untuk membendung penularannya pun belum ada yang dapat dipertanggungjawabkan, kecuali hanyalah dengan cara tidak melakukan hubungan penularan dengan pengidapnya sama sekali.
Beberapa waktu yang lalu pernah diandalkan kondom sebagai alat anti penularan. Namun setelah diteliti secara mendalam, diketahui bahwa kondom juga mempunyai lubang pori yang bagaimanapun tebalnya tatkala dipasang/tertarik ia akan berlubang dengan diameter minimal 1/60 micron sedangkan diameter virus HIV rata rata 1/250 micron. Ini artinya, meskipun digunakan kondom untuk menjaring agar virus tidak dapat bertemu dengan cairan di luarnya, upaya itu pastilah siasia. Malah beradasarkan perbandingan ukuran besar pori dengan besar virus, jelas terlihat bahwa pada waktu yang bersamaan 250 / 60 = paling kurang 4 virus akan dengan mudah saja melenggang dan seenaknya saja berlalu lalang untuk menular.
Tegasnya, hingga hari ini obat dan alat antinya belum ditemukan, selain dari menjauhi semua penyebab ketularannya, yang dalam Islam sebenarnya sudah ada resep, yaitu antara lain: Laa taqrabuz zinaa (Jangan kamu dekati zina). Di sini Allah tidak hanya melarang orang berzina, tapi juga melarang (mengharamkan) seluruh perbuatan yang dapat menggiring atau menjerumus pelakunya ke dalam zina. Duduk dua-duaan, raba-raba, pergaulan bebas, menyaksikan acara-acara porno, dansa-dansi di night club dan sejenisnya adalah jalan yang termasuk ke dalam laa taqrabuz zinaa itu.
Meskipun demikian, para pakar dalam bidang terkait, kelihatannya belum mencoba menerapkan konsep Islami untuk itu. Misalnya pengidap virus HIV dideteksi cara virus itu berada pada tubuhnya. Kalau didapati melalui zina, tentulah hukuman zina yang harus dikenakan, baik cambuk seratus kali ataupun lainnya. Sedangkan yang tertular dengan tidak sengaja, misalnya karena suntikan atau transfusi darah --tentulah pelakunya dikenakan sanksi malpraktek. Isteri yang terzalimi, atau penzina yang telah dicambuk 100 kali diisolirkan ke sebuah pulau, agar tidak menularkan virusnya ke orang lain, seperti pernah dilakukan terhadap pengidap penyakit kusta, atau budok.
Untuk seterusnya dihimbau mereka untuk berwirid, berzikir dan bertaubat sambil menunggu ajalnya tiba, agar mendapat kebahagiaan di akherat nanti, seraya terus berikhtiar berobat semoga Allah menerima taubat dan memberikan kesembuhan untuknya.
Di Aceh, MPU juga sudah meminta kepada yang berwenang untuk mensyaratkan “Bebas AIDS” bagi pendatang dari luar Aceh, namun hingga kini belum ada yang menggubrisnya. Semoga permintaan ini didengar dan dipenuhi oleh yang berwenang adanya.