KAI
Hukum Nikah Mut’ah
Akhir-akhir ini banyak sekali kita dengar atau baca tentang Nikah Mut’ah, apa hukumnya menurut Islam dan kalau ada orang
Assalamualaikum wr. wb.
Akhir-akhir ini banyak sekali kita dengar atau baca tentang Nikah Mut’ah, apa hukumnya menurut Islam dan kalau ada orang yang terlanjur melakukannya tanpa mengetahui hukumnya secara pasti, apa yang semestinya harus dikerjakan. Demikian, dan atas kesediaan Abu memberi jawaban, saya ucapkan banyak terima kasih.
Maulidar AR
Aceh Tenggara.
Jawaban:
Waalaikumus Salam, wr. wb.
Pertanyaan saudari dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu: Hukum Nikah Mut’ah dan apa yang mesti dilakukan oleh orang yang melakukan tanpa mengetahui hukumnya menurut Islam. Namun, sebelum pengasuh menjawab kedua pertanyaan tersebut, pengasuh ingin menjelaskan terlebih dahulu, apa itu nikah mut’ah.
Nikah Mut’ah adalah perkawinan hanya untuk keseronokan dan bersenang-senang untuk waktu tertentu dengan upah atau bayaran dalam jumlah tertentu. Biasanya nikah model ini tidak memerlukan wali dan saksi. Setelah jatuh tempo perjanjian ikatan perkawinan tersebut terlerai atau bubar dengan sendirinya.
Nikah mut’ah biasa juga disebut “kawin kontrak” atau “nikah turis”. Kontrak inilah yang menjadi dasar pegangan dan biasanya dilakukan oleh para turis, pendatang, trevel marriage atau dalam bahasa Arab disebut Nikahul Misyar. Hukum Nikah Mut’ah dan sejenisnya itu adalah haram dan bathil, dengan dalil antara lain sebagai berikut:
Dari Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani, Nabi saw bersabda: “Sungguh! Aku dulu pernah mengizinkan kalian untuk melakukan kawin mut’ah dengan wanita. (Ketauhilah!) sesungguhnya Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat. Barangsiapa yang masih melakukannya hendaklah ia meninggalkannya dan jangan mengambil sesuatu yang telah ia berikan kepada wanita yang dia mut’ahinya.” (HR. Muslim)
Hadis senada dengahn ihni juga dapat dilihat dalam Sunan Imam Ahmad 2/405-406, Sunan Ibnu Majah 2/631, Sunan Ad-Darimi 2/140, Abdurrazaq 7/504, Ibnu Abi Syaibah 4/292, Abu Ya’la 2/238, Ibnu Hibban 9/454-455, dan juga Sunan Al-Baihaqi 7/203.
Pelarangan itu diungkapkan Nabi Muhammad saw setelah perang Khaibar atau hanya beberapa waktu menjelang wafat beliau. Artinya, menurut Ilmu Fiqh: yang terakhirlah yang membatalkan yang sebelemnya. Karena itu, Imam Ja’far bin Muhammad (Al-Baqir) dari Syiah menyatakan bahwa beliau pernah ditanya tentang nikah mut’ah, maka beliau menjawab: “Itu adalah perbuatan zina.” Hal ini dinukilkan Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil `Ilmiyyah wal Ifta’ Saudi Arabia.
Selanjutnya, seorang ulama besar bernama Imam Al-Khattabi berkata: “Pengharaman nikah mut’ah berdasarkan ijma’, kecuali sebagian syiah dan tidak sah kaidah mereka yang menyatakan untuk `mengembalikan perselisihan kepada Ali’. Padahal, telah shahih dari Ali pendapatnya bahwa nikah mut’ah telah dihapus hukumnya.”
Menurut penelitian yang dilakukan Lembaga Penelitian Islam Internasional pada 2010 lalu, di Irak semakin banyak perempuan dari keluarga-keluarga miskin yang terjangkit virus HIV/AIDS dikarenakan mereka melakukan nikah mut’ah untuk membiayai hidup.
Di Indonesia, terutama di wilayah wisata yang penduduknya kuat berpegang dengan Islam, tapi tergolong “abangan”, juga banyak kasus kawin mut’ah. Kasus ini dikhawatirkan akan memiliki sumbangsih besar bagi penyebaran virus mematikan itu selain dari orang2 yang biasa berzina. Nikah Mut’ah memang dapat menjadi ajang prostitusi terselubung, karena mereka yang berzina bisa saja mengaku telah melakukan nikah mut’ah, kalau nikah ini dibiarkan apalagi kalau dilegalkan.
Kemudian, mengenai apa yang mestinya dilakukan? Untuk ini, ada seseorang bertanya, tapi beliau mengharapkan namanya dirahasiakan. Setelah diringkas, bunyi pertanyaannya kurang lebih adalah: Saya telah melakukan nikah mut’ah satu malam. Jadi usia pernikahan saya baru satu hari. Tapi saya sama sekali tidak mengetahui nikah mut’ah itu apa. Saya kira tunangan muslim. tapi saya tidak pernah melakukan hubungan badan bersama pasangan yang menikahi mutah saya. Saya hanya membaca syahadat dan berijab bersama. Saya tidak tahu bahwa nikah mut’ah adalah “kawin kontrak”. Saya benar-benar shock dan kecewa mengatahui bahwa nikah mut’ah itu adalah seperti itu. Jadi apa yang harus saya lakukan? Apa saya telah berdosa melakukan itu?
Ya, ini jelas telah bersalah dan berdosa, karena hukum nikah mut’ah adalah haram, sebagaimana kita utarakan di atas. Kewajiban setiap orang yang melakukan dosa dan kesalahan adalah bertaubat kepada Allah dengan cara: Membersihkan diri dari perbuatan tersebut, menyesalinya dan tidak mengulanginya lagi.
Alangkah baiknya setelah meninggalkan perbuatan dosa dan hina tersebut, anda ikuti dengan perbuatan baik, karena itu dapat menghapuskan kesalahan. Menikahlah dengan cara yang baik dan islami, seperti biasa dilakukan oleh kaum muslimin di negeri kita ini. Jangan suka mengikuti yang aneh-aneh. Pelajari dulu hukum dan pandangan Syariat Islam tentang eksistensi hukumnya. Semoga Allah selalu melindungi saudari dan kita semua. Amin.