Citizen Reporter

Gadis Maroko yang Mengesankan

SEBULAN sudah saya tinggal di Duisburg, sebuah kota di Jerman yang terletak di Negara Bagian Nordrhein-Westfalen, tepatnya di daerah Ruhr

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Gadis Maroko yang Mengesankan
LISA AGUSTINA TJUT ALI
OLEH LISA AGUSTINA TJUT ALI, alumnus S2 Pendidikan Ekonomi Universiti Kebangsaan Malaysia, melaporkan dari Jerman

SEBULAN sudah saya tinggal di Duisburg, sebuah kota di Jerman yang terletak di Negara Bagian Nordrhein-Westfalen, tepatnya di daerah Ruhr. Saya ke Jerman untuk menemani suami, Teuku Edisah Putra, dosen Fakultas Teknik Mesin Universitas Syiah Kuala yang sedang ikut Program S3 Dual-Degree Kerja Sama Universitat Duisburg-Essen dengan Universiti Kebangsaan Malaysia.

Meski sudah punya pengalaman merantau lima tahun di Malaysia, namun tetap saja tak mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru di Jerman. Saat tinggal di Malaysia saya dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan budaya dan makanannya, karena makanan Malaysia hampir memiliki cita rasa yang sama dengan masakan Indonesia, terutama masakan Aceh. Tapi keadaannya sangat bertolak belakang dengan makanan khas Eropa.

Dalam keseharian menemani suami di rantau Jerman, aktivitas saya hanyalah sebagai ibu rumah tangga. Namun, di sela-sela kekosongan waktu saya isi dengan membaca di Perpustakaan Universitat Duisburg-essen. Karena saya hobi menulis cerpen, artikel, dan puisi, sehingga sebuah ruangan di lantai bawah pustaka menjadi tempat mangkal harian saya untuk mengetik dan melayari internet.

Biasanya setelah mengemasi rumah, pagi-pagi sekali saya dan suami berangkat ke kampus menggunakan bus. Jarak tempuh antara kampus dengan pemondokan kami di Grunewald-strase, 20 menit. Saya dan suami selalu membawa bekal nasi untuk makan siang agar dapat menghemat waktu sekaligus menghemat uang.

Suami saya turun di fakultas teknik di Stasion Uninord/Lotharstrase, sedangkan saya turun di perpustakaan di Stasion Universitat yang jarak antara keduanya hanya lima menit berjalan kaki. Pada saat shalat Zuhur suami akan menyusul saya ke pustaka, karena di sana terdapat sebuah mushalla kecil di ruang bawah tanah dan di sana pula kami makan siang bersama. Setelah itu, kembali melakukan aktivitas masing-masing. Suami kembali sibuk dengan kuliahya, saya kembali tenggelam ke dalam naskah-naskah cerpen yang sedang saya ketik.

Begitulah rutinitas kami sehari-hari, sampai suatu hari saya alami pengalaman yang tak terlupakan. Ketika sedang asyik mengetik di sebuah ruang Perpustakaan Universitat Duissbur-essen, saya dikejutkan oleh kehadiran seorang gadis cantik. Kulitnya putih bersih kemerahan. Sekilas terlihat seperti orang Jerman. Dengan berbahasa Jerman yang kental gadis itu minta izin menggunakan laptop saya lima menit, karena ia tak bawa laptop. Sedangkan hp-nya tak bisa diakses ke internet. Dari raut wajahnya saya yakin bahwa niatnya baik. Lagi pula ini lingkungan kampus, tak ada yang perlu saya risaukan.

Lalu saya biarkan ia duduk pada kursi di samping saya. Ia mulai mengutak-atik laptop saya. Namun, satu hal yang tak saya pahami, sebegitu ramai orang di sana kenapa justru laptop saya yang dia pinjam? Saya perhatikan tangan lentiknya yang mulai mengetik sebuah alamat web. Karena penasaran, sekilas saya lirik alamat Google yang dicarinya. Ternyata, dia sedang cari jadwal shalat dan arah kiblat di Duissburg yang terdapat dalam web http://www.namazvakitleri.org/ Duisburg-Gebetszeiten. Subhannallah, ternyata gadis ini beragama Islam dan dia begitu tepat waktu dalam menjaga shalatnya. Meski di antara kesibukkan aktivitas kampus, sedikit pun ia tak terpengaruh dengan bebasnya kehidupan Eropa.

Kini baru saya pahami kenapa ia memilih laptop saya. Sebab, dalam ruangan saat itu hanya saya wanita yang berkerudung, sehingga dia yakin kalau saya beragama Islam. Pertemuan singkat itu begitu mengesankan. Kami begitu jadi sangat akrab seperti dua saudara yang kembali bertemu setelah lama berpisah. Ia saudara seiman saya. Dari perkenalan singkat itu saya dapat tahu bahwa gadis berambut panjang keemasan itu bernama Amal, berasal dari Maroko.

Setelah melihat jadwal shalat, gadis itu pun pamit. Ia bergegas menuju mushalla kecil tempat biasa saya dan suami shalat apabila sedang berada di kampus. Gadis ini memang sangat bersahaja. Pertemuan sesaat dengan gadis Maroko ini memberikan pelajaran terdalam bagi saya agar senantiasa shalat tepat waktu meski sedang sesibuk apa pun kita. Tiada aktivitas yang lebih berarti selain menjaga ketepatan waktu shalat. Jika kita sering merasa takut bila lewat waktu semenit saja jika dipanggil atasan, lalu kenapa kita tidak merasa takut bila bermenit-menit melewati jadwal perjumpaan rutin dengan Allah Sang Pencipta?  

* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved