Lelaki Seberang Kota

Perempuan itu menebalkan gincunya. Bibirnya merekah. Alis dihitam melengkung sabit. Ia tersenyum sumringah. Menggerakkan badan di depan

Editor: bakri

Lelaki lain muncul lagi di sudut berbeda. Badannya tegap. Basah. Membentuk otot-otot di perutnya. Ia membantu menarik lelaki di belakangnya yang hampir tenggelam. Gadis-gadis muda ketakutan. Sebagian berhamburan. Menutup tubuh mereka dengan kain rapat. Takut jika patroli-patroli itu akan meringkus mereka. Dinyalakan lampu agar bilik tak lagi temaram. Terang. Dipadamkan musik gegap. Seketika suasana berubah tak lagi remang.

Perempuan itu menenangkan. Ia berusaha berjalan di atas jembatan. Memastikan keadaan di ujung sana. Mobil patroli dengan sirene berdesing menutup bibir jembatan kota seberang. Petugas berseragam menghalau lelaki-lelaki itu. Sebagian melongok ke arah sungai.

“Macam mana ini, kita akan ditangkap mereka. Kami tak mau dikurung, dicambuk. Kita harus lari.”  Gadis-gadis itu berkumpul di dekat perempuan itu. Matanya sembab. Perempuan itu menahan, “Tidak perlu! Mereka tak akan berani kemari. Di sini bukan tempat mereka. Tangan mereka tak mampu menguasai di sini,” ia menenangkan gadis-gadis muda di depannya. “Tenang, tenang,” lanjutnya sambil menepuk bahu-bahu mereka.

“Masih banyak lelaki-lelaki tak peduli hadangan ini. Mereka nekat untuk berenang. Lihat itu..” ia menunjuk ke arah sungai. Puluhan lelaki mengarungi malam. Mencari jalan pintas, meninggalkan kendaraan mereka.

Para penghadang hanya melihat. Tak bisa berbuat banyak. Menghela nafas kekalahan. Perempuan itu tersenyum picik. Merapikan bajunya yang melorot, “Kerja kita akan tetap sama seperti kemarin-kemarin. Jangan pedulikan para penghadang itu.”

Gadis-gadis muda itu sesenggukan. Menghalau ketakutan. Dan menyeka airmata. Perempuan itu merangkul. Menggiring kembali menuju bilik. Semenit kemudian, lampu menyala terang. Menyilau dari mobil-mobil patroli milik kota seberang. Bergerak mendekat. Cepat hingga menggebu menderu. Tersadar, perempuan dan gadis-gadis muda itu berlarian. Ketakutan. Jantung berdegup berlebihan. Jembatan berguncang. Mereka menutup tubuh-tubuh mereka dari serangan lemparan. Perih. Bertubi-tubi hingga memerah kulit mereka. Bau amis menyeruak. Lengket. Tersadar, telur-telur busuk melumuri tubuh-tubuh mereka.

* Ferhat
, anggota FLP Aceh

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved