Gizi Buruk Picu Anak Stunting di Aceh Meningkat

ANCAMAN meluasnya dampak gizi buruk yang mengakibatkan terjadinya pertumbuhan anak gagal (stunting) di Provinsi Aceh semakin mengkhawatirkan....

Editor: Jalimin

ANCAMAN meluasnya dampak gizi buruk yang mengakibatkan terjadinya pertumbuhan anak gagal (stunting) di Provinsi Aceh semakin mengkhawatirkan. Data yang dirilis Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menyebutkan Provinsi Aceh menempati rangking 10 secara nasional dengan prevalensi (jumlah anak mengalami stunting) mencapai 39 persen. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata nasional yang mencapai 35,6 persen dan standar kesehatan WHO 20 persen.

"Kondisi ini menjadikan masalah gizi, khususnya stunting sebagai masalah kesehatan yang merupakan prioritas di Aceh," kata Kasubbid Pegembangan Kualitas SDM, Keistimewaan Aceh dan Budaya Cut Triana Dewi pada kegiatan Dukungan Teknis untuk Pelaksanaan Strategi Komunikasi untuk Penurunan Stunting di Aceh, Selasa (1/10/2013).

Kegiatan yang diselenggarakan Bappeda Aceh bekerja sama dengan Unicef ini diikuti sejumlah perwakilan dari instansi terkait dan para jurnalis dari media cetak dan elektronik. Seperti diketahui stunting terjadi akibat kekurangan gizi berulang dalam waktu lama pada masa kehamilan, hingga dua tahun pertama kehidupan seorang anak.

Riskesdas 2010 meyebutkan bahwa 35,6 persen balita di Indonesia mengalami masalah stunting, artinya hampir separuh balita memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar tinggi badan balita seumurnya. Stunting pada anak dapat berakibat fatal bagi produktivitas mereka di masa dewasa, seperti kemampuan membaca anak yang pendek lebih rendah dibandingkan anak normal, dan pada saat mereka dewasa produktivitas anak yang pendek lebih rendah dibandingkan dengan anak yang normal (Martorell, 2007).

Penanganan stunting merupakan salah satu kunci penting dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Pemerintah Indonesia telah menetapkan upaya penurunan angka stunting melalui RPJM 2013-2017.

"Pemerintah Aceh juga telah menyusun rencana aksi pangan dan gizi di tingkat provinsi Aceh untuk tahun 2011-2017," ujarnya.

Keberadaan anak-anak stunting di Aceh menjadi satu kekhawatiran tersendiri karena jumlahnya yang signifikan melampui angka rata-rata nasional. Tak dapat dipungkiri ada banyak faktor yang menyebabkan fenomena ini terjadi. Berdasarkan hasil penelitian Kelompok Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia di Aceh Besar, Aceh Jaya dan Aceh Timur pada 2011 menyebutkan fenomena stunting di Aceh atau lebih dikenal dengan balita pendek sangat erat kaitannya dengan pola hidup wanita saat kehamilan terjadi, termasuk pola makan dan asupan gizi.

Studi itu mengungkapkan mayoritas ibu hamil melakukan kunjungan ANC (konsultasi kehamilan) rata-rata antara 4-7 kali selama hamil. Namun ada di antara mereka tidak melakukan kunjungan ANC karena tidak mendapat izin dari suami, tidak tahu harus ke mana dan kesulitan transportasi dan biaya.

Penelitian tersebut juga mengungkapkan mayoritas ibu selama hamil makan tiga kali sehari. Tiga jenis bahan makanan yang paling banyak dikonsumsi (dikonsumsi >70% ibu) adalah makanan pokok (beras, jagung, dll.), ikan/telur dan sayuran hijau. Namun yang terjarang dikonsumsi ibu hamil(dikonsumsi

Sebanyak 82.5% ibu menerima tablet besi namun jumlah yang diminum rata-rata 40 tablet selama kehamilan. Alasannya anemi dipersepsikan sebagai tekanan darah renda dan memiliki efek samping (mual).

"Padahal pada masa kehamilan tablet penambah darah sangat penting untuk dikonsumsi saat seorang ibu sedang hamil," ujar Konsultan Komunikasi Unicef Safiq Assegaf.

Selain itu, studi yang dilakukan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI tersebut juga menyebutkan masih sedikit ibu hamil yang sadar akan pentingnya memberi kolostrum kepada bayi setelah melahirkan. Padahal, kata Safiq, kolostrum atau cairan susu yang dihasilkan oleh kelenjar susu dalam waktu 24-36 jam setelah melahirkan, berwarna kuning dan kental, sangat penting untuk diberikan kepada bayi sebagai antibodi dan asupan yang paling kaya zat gizi. Kolosturum juga berguna untuk untuk meningkatkan metabolisme tubuh, memperbaiki sistem DNA dan RNA, merangsang pertumbuhan hormon (HGH), mengandung mineral, anti-oksidan, enzim, asam amino, vitamin A, B12, dan E. Selain itu juga berfungsi memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan jaringan tubuh.

"Tapi oleh masyarakat kita ada persepsi kolustorum itu dibuang. Ini sesuatu pemahaman yang keliru," ujarnya.

Prilaku ibu melahirkan melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dinilai menjadi faktor paling signifikan dalam mendorong pertumbuhan bayi agar terhindar dari stunting. Menurut dr Sugiarto S Kes menyusui dini bagi seorang bayi dimulai sejak usia kelahiran 0-6 bulan.

"Pada usia 0-6 bulan cukup dengan memberi asi eksklusif, tidak boleh ada air, madu atau apapun. Lalu menginjak dua tahun anak sudah boleh diberi asupan tambahan seperti bubur, nasi untuk mencukupi kalori dalam tubuhnya," kata Sugiarto.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved