Cerpen
Kohler dan Celaka Tiga Belas
Laut hanya berombak kecil. Angin seakan-akan berhenti. Seekor burung yang aku tidak tahu namanya
Aku membidik musuh-musuh yang terus maju dengan tebasan kelewang mereka. Seorang musuh berhasil kutembak. Ia tersungkur.
Bayonet dan kelewang saling beradu, pertarungan jarak dekat tidak bisa dielakkan. Aku mengundurkan beberapa langkah kakiku untuk mencari tempat perlindungan. Aku ingin menghindari pertempuran jarak dekat, jadi kujauhi orang-orang nekat itu dan menyembunyikan diriku dari pandangan Kohler atau Binkes yang kapan saja siap untuk memerintahku maju ke garis depan pertempuran. Di antara gundukan pasir, kepalaku menyembul dan moncong senjataku mengikuti gerakan musuh. Lalu aku menembak. Kali ini luput. Kubidik lagi, dan luput lagi. Aku tidak tahu penyebabnya. Yang kurasakan adalah getaran bertubi-tubi pada tanganku. Sementara itu musuh kian menggila. Berteriak-teriak dengan kalimat yang sama seolah-olah kalimat itu serupa mantra yang membuat mereka kebal.
Tapi prajurit kami terlalu tangguh bagi musuh-musuh itu. Tangguh karena jumlah kami lima kali lipat jumlah mereka. Bisa dipastikan, kemenangan berada di pihak kami. Sementara ini, dapatlah kita katakan perang telah berhenti sejenak.
“Binkes! Berapa jumlah prajurit kita yang tewas?” tanya Kohler pada sang kolonel.
“Lapor, Tuan! Sebanyak sembilan prajurit kita tewas dan empat puluh enam lainnya luka-luka.”
“Binkes, buat laporan kepada Gubernur Jenderal bahwa kita berhasil menguasai Benteng Pantai Cermin. Kau tulis musuh yang tewas sebanyak seratus orang, dan prajurit kita yang tewas hanya dua orang.”
“Baik, Tuan!”
Kemudian Kohler dan Binkes memeriksa keadaan benteng yang telah kami taklukkan itu. Benteng ini sudah tampak tua. Tidak seperti perkiraan kami yang menganggap bahwa benteng ini adalah salah satu garis pertahanan terkuat yang dimiliki musuh. Salah! Kami hanya mendapati tiga meriam tua, sebuah meriam perunggu, meriam tanpa penahan di atas tembok, dan sebuah meriam lagi yang hampir tenggelam oleh pasir.
“Dasar mata-mata tak berpengalaman!” ujar Kohler.
“Benar, Tuan!” tegas Binkes. “Dan bagaimana rencana Anda selanjutnya, Tuan?”
“Kumpulkan beberapa perwira, kita adakan rapat strategi. Dan perintahkan beberapa prajurit untuk bersiaga.”
“Siap, Tuan!”
Kohler kembali memeriksa benteng tua itu. Beberapa prajurit yang berpapasan dengannya langsung mengalihkan langkah mereka menuju ke tempat lain. Dan tiba-tiba Kohler berteriak, “Sial! Celaka tiga belas!”
“Ada apa, Tuan?” tanya Werker terburu-buru yang kebetulan berada di samping Kohler.
Kohler menunjukkan sepatunya yang telah menginjak kotoran lembu setengah lembab. Werker tersenyum geli. Melihat kejadian konyol itu, aku pun ikut tersenyum.