Cerpen
Adam .
KOPI buatanku tak pernah senikmat kopi buatanmu. Kopi buatanmu begitu pas di lidah. Menikmati kopi sambil
Karya Sarah Ys
KOPI buatanku tak pernah senikmat kopi buatanmu. Kopi buatanmu begitu pas di lidah. Menikmati kopi sambil mendengar kaubercerita adalah awal pagi yang begitu kurindukan. Saat aku bangun tidur dengan rambut acak-acakan kau akan menatapku begitu lama. Kau heran melihatku yang begitu kusut.
“Mengapa aku bisa jatuh hati pada perempuan malas sepertimu?” begitulah komentarmu terkadang.
Aku melihat kalender. Hari ini tanggal lima. Dan tanggal lima berarti aku akan bertemu denganmu setelah sebulan kita berpisah. Akibat kesibukanku akhir-akhir ini kita hanya dapat berjumpa sebulan sekali. Tapi, hal itu bukan masalah bagiku, ketimbang tidak bertemu sama sekali. Sehari dalam sebulan menurutku sudah sangat menyenangkan. Aku kembali berjalan ke depan cermin. Berkaca sekali lagi. Melihat pantulan diriku mengenakan kaos lengan pendek hitam dan celana jean sobek. Andai ibu melihat penampilanku seperti ini, ia akan memarahiku habis-habisan. Ibu pasti tidak habis pikir melihat anak gadisnya berpenampilan seperti preman.
Tapi, aku tahu kau tidak pernah marah melihatku mengenakan pakaian apapun. Kau tidak seperti laki-laki lain yang suka menyuruhku mengenakan rok atau sepatu berhak tinggi. Malah aku sering meminta bajumu yang menurutku menarik. Kau tahu perempuan yang kau cintai ini setengah laki-laki. Aku berharap kau akan suka melihat penampilanku hari ini.
***
Dekat denganmu membuat aku jadi ketagihan minum kopi. Kau sering berkhayal pada suatu hari nanti, aku akan menyuguhkan kopi untukmu setiap pagi. Kopi buatanku payah.Berulang kali kucoba seduh tetap saja payah. Aku memang tidak pernah bisa melakukan tugas perempuan dengan benar. Untuk menghindari kalau-kalau kau akan memintaku menyeduh kopi, aku memilih duduk berlama-lama denganmu di salah satu warung kopi. Aku berpura-pura telah terpengaruh denganmu menyukai tempat itu. Kemudian jadilah itu warung kopi langganan kita. Letaknya tak jauh dari tempat kosku. Pelayan di sana sekarang begitu melihatku sudah langsung paham apa yang kuinginkan. Aku duduk di teras luar warung kopi itu. Tempat kesukaan kita. Dan tempat pertama kali kita berkenalan.
Saat itu aku baru saja dicampakan oleh laki-laki brengsek yang ternyata main gila dengan sahabatku. Aku menangis dipojok warung kopi dengan eyeliner yang sudah belepotan. Kau datang dan memberiku tisu, seperti tingkah laki-laki di film. Kau tahu? Saat itu aku masih berkelakuan seperti perempuan. Maksudku, masih bisa bersikap seperti perempuan. Seperti mengenakan rok, lipstick dan make up.
Tapi aku sadartidak pernah nyaman dengan itu semua. Hingga kau datang dan tertawa mendengar tiap leluconku. Kau adalah orang pertama yang mau mendengar tiap hal bodoh yang aku ceritakan dan kemudian tertawa. Aku tidak pernah merasa dihargai oleh orang lain seperti itu. Hingga kemudian aku jatuh cinta padamu. Aku ingat bagaimana keluargaku menentang hubungan kita. Mereka menganggap kamu membawa pengaruh buruk bagiku. Pengaruh buruk yang mereka maksud adalah perubahan prilaku dan cara berpikirku. Padahal mereka tahu aku tidak pernah melakukan hal-hal aneh. Namun tetap saja mereka tidak suka.
Pertengkaran hebat antara aku dan ibu tak bisa dihindarkan. Itulah yang memutuskanku pergi dari rumah dan memutuskan untuk hidup sendiri jauh dari keluarga. Tapi aku sama sekali tidak pernah kesepian. Setiap hari kita akan selalu melakukan hal-hal gila. Melakukan hal-hal yang tidak pernah kulakukan dulu. Kau yang mengajarkanku bagaimana caranya untuk hidup bahagia secara sederhana. Aku semakin merindukanmu, Dam. Ingin cepat-cepat bertemu denganmu hari ini. Ada banyak hal yang ingin kuceritakan padamu.
“Hawa, kemarin ada seorang laki-laki yang meminta nomormu, apakah aku boleh memberikannya?” tanya pelayan warung kopi yang sudah sangat kukenal ketika mengantarkan kopiku.
Aku menaikkan alisku, “Kau tahu aku sudah ada yang punya, kan?”
“Ah ya. Maaf.Adam memang lelaki yang beruntung.Mulai dari nama saja, kalian sudah serasi. Adam dan Hawa.Tapi kau sudah bisa membuka peluang bagi orang lain juga.”
Aku tertawa. Sudah lama tak mendengar namaku dan Adam disebut. Nama kami memang unik.
Kami lahir dengan nama yang begitu cocok. Bukankah kami akan berjodoh? Seharusnya begitu.