Cerpen

Mantra Siwah Gayueng Api

EMPAT buah lampu teplok mulai dinyalakan. Murid-murid Neklah Garu menggantungkan teplok-teplok

Editor: bakri

Neklah Garu bangkit. Lalu memperkuat lilitan kain sarung pada pinggangnya. Kemudian berjalan ke tengah lapangan

“Cukup. Berhenti dulu sebentar. Istirahat sambil minum kopi!”

Serentak murid-murid perguruan silat Siwah Gayueng Api mengerumuni gurunya. Mereka membentuk lingkaran. Neklah Garu kini duduk di tengah barisan bundar itu. Setelah selesai menikmati kopi dan kue seadanya. Neklah memerintahkan murid-muridnya untuk memejamkan mata dengan kepala tertunduk, dia juga meminta mereka supaya mengikuti mantra yang sedang ia bacakan dengan suara yang teramat perlahan dan samar bagaikan desir angin.

“Salamalaikum ibuku bumi. Salamailaikum ayahku langit. Salamalaikum waya malaikat empat puluh empat. Bak hazarat lon mohon pinta. Mantra jiboh mantra hanco. Peugunci jiboh, peugunci hanco. Gayueng siraja gayueng. Gayueng api meraga sukma. Sukmaku api. Bara tangan panaskan api. Api bara tamsil terbakar. Keramat isin nibak sifat. Siro retuning siro anguasa lakuaning api. Langit merah langit api. Segara gayueng segara apiiii….”

Begitu sampai diujung rajah mantra gayueng api, suasana yang dingin perlahan berubah jadi hangat.Lalu menjelma bagaikan panas bara api. Telapak tangan Johan terasa berat. Ia coba mempertahankan beban di telapak tangannya dengan cara mengatur nafas dalam-dalam. Bergetar sekujur tubuhnya. Gemeretak gigi-giginya. Matanya kian rapat terpejam. Kepalanya kian tenggelam dalam tunduk menyentuh dadanya yang bidang. Urat-urat di tangannya kian bermunculan bagaikan cambuk api. Dan kemudian ia sontak bangkit dan melompat keluar dari lapangan silat.

“Rajah gayueng apiiii…!” Teriak Johan sembari berlari ke areal persawahan yang luas terbentang. Johan memainkan jurus-jurus siwah dengan tangkasnya. Jendrang dan jerami sehabis musimpanen berhamburan disapunya. Asap bermunculan pada jerami dan jendrang yang terkena telapak tangan Johan. “Haiiiyyaaappp….Hup. Hup. Haaaiiikkkkkhhh yaakhhh…,” suara yang keluar dari mulut Johan bak pendekar yang tengah bertanding saat sedang meladeni serangan musuh.

Mendengar teriakan Johan, Hamdani pun tak dapat lagi membendung gairahnya. Ia tak dapat mengendalikan lagi kekuatan gayueng yang bangkit dalam jiwanya. Hamdani melompati semak-semak dan pucuk ceumeucoet. Tanpa ia hiraukan bebulir ceumeucoet merekati celananya hingga meuseuringam di celana training hitamnya, celananya itu terlihat bagai salah bordir.

“Berhenti. Jangan kalian bakar tumpukan jerami besar ituuu…!” Neklah Garu buru-buru mengejar kedua murid andalannya itu ke tengah sawah. Tapi api yang berada di telapak tangan para muridnya itu telah memberangus tumpukan jerami yang ada. Api membumbung dengan kobaran asap yang meujahoi-jahoi ke angkasa, asap itu laksana menutup sinar purnama hingga suasana menjadi gelap. Dan cahaya api seakan mengalahkan wajah bulan lima belas hari.

Neklah Garu terus berlari sampai dapat menangkap Johan dan Hamdani yang sedang kesurupan. Dengan segenap kegigihan Neklah Garu serta kepiawaiannya dalam menjinakkan pengaruh mantra, pada akhirnya dia berhasil melumpuhkan pengaruh mantra yang sedang menguasai raga Johan dan Hamdani. Kedua muridnya itu lemah terkulai di atas tanah. Kemudian Neklah Garu juga tersungkur dalam kekalutannya sendiri.

“Habis kita. Hancur!” Keluh Neklah Garu.

“Darimana dapat uang buat membayar semua bulir padi yang tertimbun di bawah jerami-jerami itu. Itu semua padi orang yang ditutup dengan jerami supaya tidak lembab dengan embun. Goni padi mereka tutup dengan jerami-jerami yang tertumpuk-tumpuk itu!”

“Kalian membakarnya!”

Neklah melepaskan pandangannya ke liang langit. Kemudian tertunduk, menatap purnama yang mengapung di celah tanah sawah yang tergenang air yang sesekali meleleh oleh angin yang meniup air di liang tanah. Neklah Garu pun pasrah pada hari esok yang tak pasti.***

* Iswandi Usman lahir di Matang Panyang, Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, 5 Februari 1981. Sehari-hari bekerja sebagai guru di SD Negeri 8 Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved