Cerpen

Asal Mula Kabar Mantra Kampung Barat Selatan

Konon, pada suatu hari di masa silam, beberapa hari sebelum masuk bulan Ramadhan, seorang pemuda

Editor: bakri

“Kau luka apa?”

“Luka hati ditinggalkan kekasih durjana, Tuan!” adunya.

Anak muda kita bangkit dari tempat duduknya menuju si tubuh daun bambu. Dia melihat kiri kanan untuk memastikan keadaan.

“Kau mau mantra pengasihan atau mau balas dendam?”

Pertanyaan anak muda kita disambut dengan binar oleh bandit merana.

“Dua-duanya!” ujar bandit tak sabar.

“Shalat Subuh di tujuh masjid berbeda, berzikirlah, lalu baca: Allahu ya Rahman, Allahu ya Rahim, Allahu ya Karim. Asyhaduanlailahaillah. Niscaya sakit hatimu terhadap orang lain akan terobati dan jodohmu didekatkan. Jika ingin balas dendam, cukup membaca: brok bak ukeu brok bak pucok, Allah nyang jok balasan hamba. Tujuh kali setiap selesai sembahyang!” ujar anak muda kita mengajarkan.

“Baiklah. Terima kasih, Tuan!” ucap bandit bertubuh daun bambu itu sembari menggenggamkan uang beberapa ribu. “Saya boleh membeli obat sakit dalam perut beberapa botol?”

“Tentu saja. Pilih sendiri di sana. Itu obat sudah kumantrai, sembuh hanya dengan sekali usap asal tidak lupa ibadat,” ujar anak muda kita dengan ramah.

***

Sepuluh tahun kemudian setelah pertemuan terakhir dengan bandit bertubuh daun bambu, anak muda kita diundang ke penjuru timur. Di salah satu kampung ia dapati sebuah gubuk tua yang oleh warga di sana dilarang ia mendekatinya. Anak muda kita berkeras. Dia mendekat. Seorang gadis muda mendekatinya.

“Hei, Pengelana. Ini gubuk dukun sakti. Dia dari penjuru barat, berguru di selatan, ilmunya mampu membunuhmu sampai jarak angin bertiup!”

Anak muda kita memasuki pekarangan gubuk itu. Seorang lelaki tua berpakaian hitam keluar.

“Sudah kuduga Tuan akan datang. Silakan masuk!” ucap lelaki itu.

“Berapa orang sudah kau bunuh?”

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved