Citizen Reporter
Cara Tepat Menjawab ‘Are You a Moslem?'
LAHIR dan besar di negara berpenduduk mayoritas muslim membuat kita terkadang tidak terlalu ambil pusing tentang
OLEH KHAIRATUN HISAN, Penerima Beasiswa LPSDM Aceh tahun 2014, melaporkan dari Inggris
LAHIR dan besar di negara berpenduduk mayoritas muslim membuat kita terkadang tidak terlalu ambil pusing tentang agama. Islam sejak lahir dan tidak pernah mendapat kesulitan saat menjalankan ibadah, membuat kita mungkin lupa mensyukuri nikmat Islam, di antara nikmat-nikmat yang lainnya.
Taken for granted, istilah bahasa Inggrisnya. Setidaknya itu yang saya rasakan selama 24 tahun berislam di zona nyaman, Aceh. Namun, saat melanjutkan studi di negara tempat muslim menjadi minoritas memberikan suatu pencerahan yang sangat berharga bagi saya bahwa Islam itu adalah anugerah dan hidayah yang harus dijaga serta disyukuri dengan sepenuh hati. Menjadi muslim adalah rahmat yang tiada bandingannya.
Saya dan teman seperjuangan pertama kali menjejakkan kaki di Manchester akhir Oktober tahun lalu dan tiba di Salford Crescent Railway Station sekitar pukul 17.30. Karena sudah menjelang akhir tahun, cuaca saat itu terasa sangat dingin bagi kami yang baru saja berpisah dengan iklim tropis di Aceh. Tambahan pula, pertengahan musim gugur membuat matahari lebih cepat tenggelam sehingga suasana saat itu sudah mulai gelap.
Setelah bertanya ke beberapa mahasiswa yang melintasi stasiun tentang letak penginapan, saya dan teman memutuskan menyeret koper superbesar beserta ransel yang terisi penuh menuju arah yang mereka tunjukkan, tanpa tahu letak pastinya ataupun jarak yang harus ditempuh.
Beberapa saat kemudian, sebuah taksi terlihat berhenti di depan kami. Pengemudinya ke luar dan menanyakan tujuan. Kami ragu-ragu menjawab karena tak merasa menyetopnya. Tapi si pengemudi segera menawarkan untuk mengantar saat kami sebutkan tujuan.
Ia jelaskan bahwa penginapan yang dituju masih sangat jauh untuk ditempuh jalan kaki dan harus melewati hutan yang bisa saja tidak aman di malam hari, tambahan pula dengan barang bawaan yang tentunya memperlambat gerakan kami. Ia menebak kami adalah muslimah yang tentunya segera kami iyakan, dan ia pun memperkenalkan diri sebagai muslim yang berasal dari Somalia. Alhamdulillah. Setelah bercerita sedikit mengenai hidupnya di Inggris ia menurunkan kami di depan gerbang penginapan, mengucapkan ‘Assalamu’alaikum’, lalu pergi tanpa mau dibayar sepeser pun untuk jasanya. Ketika berjalan ke kampus esok harinya kami baru sadar mungkin tidak akan sampai ke penginapan itu hingga dua jam kemudian, andai kami memutuskan tetap menyeret koper dan menolak menerima bantuan si muslim asal Somalia itu.
Interaksi pertama dengan sesama muslim itu membuat saya yakin menjadi muslim di Inggris tidak terlalu sulit, walaupun minoritas. Saya yakin persaudaraan di sini erat.
Pengalaman selama hampir setahun tinggal di Inggris membuktikan bahwa keyakinan itu tidak salah. Di mana pun perempuan muslim bisa dengan mudah dikenali karena pakaian mereka, karenanya saya juga tidak jarang mendapat pertanyaan, “Are you a Moslem?” ataupun disapa dengan “Assalamualaikum” oleh orang yang tidak saya kenal. Hal yang membuka mata saya adalah bagaimana sebuah jawaban dengan suatu kata yang berbeda dapat menunjukkan tingkat rasa syukur kita. Saat ditanya “Are you a Moslem?” maka dengan yakin saya menjawab, “Yes, I am.” Namun, jawaban saya terasa tidak ada artinya saat si penanya mengucapkan, “Alhamdulillah.”
Lain kali, saat menumpang taksi dan melihat nama pengemudi yang tertera di kartu pengenalnya kami bertanya, “Are you a Moslem?” Saya amat yakin ia akan menjawab “yes” karena namanya dengan jelas menunjukkan agamanya. Tapi ternyata saya salah karena yang ke luar dari mulutnya adalah, “Alhamdulillah.”
Kejadian itu membuat saya tersadar bahwa menjadi muslim adalah suatu nikmat yang sangat patut untuk disyukuri. Maka jawaban untuk pertanyaan “Are you a Moslem?” pun seharusnya adalah “Alhamdulillah.” Setidaknya ini adalah cara terkecil untuk menunjukkan rasa syukur sekaligus pengingat terhadap hidayah yang telah Allah berikan kepada kita, hamba-Nya.
Semoga kita tetap istikamah dalam menjalani hidup sesuai tuntunan Islam dan senantiasa bersyukur atas semua nikmat yang Allah berikan, termasuk nikmat iman dan Islam. Bukankah Sang Pencipta telah berjanji akan menambahkan nikmat-Nya bagi hamba yang bersyukur dan memberikan azab yang pedih bagi siapa saja yang ingkar?
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih.” (Q.S. Ibrahim:7)
Salam bahagia dari Inggris.
* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com
