Citizen Reporter

Cara Jerman Tangani Sampah Plastik

SAYA sangat bersyukur mendapatkan kesempatan ke luar negeri untuk melanjutkan studi magister

Editor: bakri

OLEH FAUZI MAHMUDDIN, Penerima Beasiswa LPSDM Aceh Program DAAD-ASFE Tahun 2016, melaporkan dari Marburg, Jerman

SAYA sangat bersyukur mendapatkan kesempatan ke luar negeri untuk melanjutkan studi magister di bidang hidrogeologi di Universitas Göttingen, Jerman.

Jerman merupakan salah satu negara dengan kondisi ekonomi terbaik di benua Eropa saat ini, bahkan masuk dalam kategori negara maju di dunia.

Negara maju, seperti halnya Jeman, memiliki standar tersendiri dalam menangani kebersihan lingkungannya. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah bagaimana cara Jerman menanggulangi sampah plastik. Kita tahu bahwa sampah jenis ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa terurai dan sudah barang tentu akan menjadi masalah lingkungan di kemudian hari.

Tapi Pemerintah Jerman punya cara tersendiri untuk mengatasinya, yakni dengan memisahkan jenis sampah tertentu ke tong sampah tersendiri.

Di negara ini tempat sampah dibedakan warnanya. Hijau untuk sampah organik, biru untuk sampah kertas, hitam untuk sampah dapur, dan kuning untuk sampah kemasan. Adapun sampah berupa botol minuman dari gelas memiliki tempat tersendiri berwarna putih. Bentuknya kerucut dengan tiga lubang pemisah antara botol hijau, cokelat, dan bening. Jadi, pemisahannya sangata detail sehingga memudahkan proses daur ulang (recycling)-nya.

Hal menarik dari pengelolaan sampah di Jerman adalah soal insentif. Para konsumen bisa mendapatkan uangnya kembali sebesar 0,25 cent untuk setiap pembelian kemasan yang memiliki kode “Pfanflasche”. Kode ini menandakan bahwa sampah tersebut dapat didaur ulang. Untuk penukaran uang kita kembali, cara yang dilakukan cukup mudah, yaitu cukup dengan memasukkan sampah kemasan ke dalam mesin yang tersedia.

Mesin jenis ini dapat ditemukan di beberapa supermarket seperti Aldi, Rewe, dan Edeka. Dengan memasukkan bagian bawah kemasan lebih dulu, mesin akan secara otomatis mengidentifikasi apakah kemasan tersebut memiliki kode Pfanflasche atau tidak. Kemudian, sampah akan diremukkan dan kita akan mendapatkan berupa struk jumlah uang yang dapat ditukarkan di kasir supermarket tersebut.

Cara ini cukup ampuh mengajak warga Kota Marburg--tempat saya tinggal di Jerman--memisahkan sampah plastik mereka untuk ditukarkan dengan uang.

Jika perlakuan sampah daur ulang seperti ini dapat diterapkan di Indonesia, khususnya di Aceh, saya yakin tentulah akan dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap lingkungan di kemudian hari. Melalui tulisan ini, saya berharap Aceh dapat menjadi contoh bagi provinsi lain di Indonesia dalam hal pengelolaan sampah daur ulang, khususnya plastik.

Jika kita menerapkan sistem pengelolaan yang baik saat ini, maka anak cucu kita kelak dapat menikmati lingkungan yang bersih dan sehat, serta terhindar dari masalah pencemaran sampah plastik di masa mendatang. Di Indonesia, mudah-mudahan Aceh mau menjadi pelopor tata kelola sampah seperti yang diterapkan di Marburg, Jerman, ini.

* Jika Anda punya informasi menarik, kirimkan naskahnya, termasuk foto dan identitas Anda ke email redaksi@serambinews.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved