Cerpen

Pasukan Cap Sauh

PERNAHKAH kau mendengar tentang Pasukan Cap Sauh? Tidak banyak lembaran sejarah

Editor: bakri

Karya Teuku Mukhlis

PERNAHKAH kau mendengar tentang Pasukan Cap Sauh? Tidak banyak lembaran sejarah yang mengisahkan kiprah pasukan ini yang hanya berusia pendek. Wajar, jika kau tak mendapati di catatan sejarah mana pun perihal pasukan ini. Mungkin yang kau baca hanyalah serpihannya saja yang memberi terang tugas Pasukan Cap Sauh secara singkat, padat, tapi tak jelas. Pasukan Cap Sauh adalah pasukan yang dibentuk bersama tiga pasukan lainnya untuk mendukung Cumbok. Kelak, pasukan ini menjadi salah satu ingatan kelam bagi kita. Ingatan bernoda hitam yang sangat memalukan. Baiklah, akan kuceritakan sejenak petualanganku selama bergabung dengan Pasukan Cap Sauh itu. Kalian bisa membacanya sambil menikmati secangkir kopi atau teh, mungkin juga cappuccino.

Siapa saja yang tergabung dalam pasukan ini dituntut cekatan. Karena nanti kami akan berurusan dengan perihal rampok-merampok harta benda. Untuk menjadi perampok, kau harus punya nyali. Utamanya nyali untuk mati. Siapa tahu korban perampokan akan mempertahankan harta bendanya sampai mati.

Aku ikut bergabung ke dalam Pasukan Cap Sauh karena patah hati. Seorang perempuan Lam Meulo yang sangat kucintai telah dinikahkan oleh orangtuanya dengan seorang alim nan kaya. Lelaki yang lebih alim dan kaya tentunya dapat menjamin masa depan anaknya. Barangkali tak ada yang bisa diharapkan dari lelaki sepertiku ini, memang. Aku hanya pemuda miskin yang tidak memiliki harta berlimpah, juga tanah warisan.

Ketika Lam Meulo bergemuruh akibat sikap keras kepala Cumbok, banyak orang mati sia-sia. Mulanya aku tidak tertarik dengan konflik ini. Konflik yang menyebabkan orang alim diburu. Tapi rasa sakit di hatiku tak pernah terobati. Siapa tahu dengan bergabung dengan gerakan Cumbok aku dapat membalaskan dendamku pada Teungku Pakeh, laki-laki yang telah menikahi Siti. Siti adalah gadis kampung polos yang tidak tahu menahu soal percintaan. Baginya menjadi isteri hanyalah melayani. Tak penting cinta itu seperti apa. Karena cinta itu tidak bisa dimakan.

“Bodoh sekali kau, Siti,” kataku ketika Siti baru pulang mengaji. Seekor merpati terbang secara acak ketika aku mencegat Siti. “Kalau aku bodoh, kenapa kau ingin menjadi suamiku?” jawabnya enteng.

“Kelak kau akan menyesal, Siti.”

“Kalau begitu, nikahi aku segera. Aku akan menjadi pelayanmu seumur hidupku.”

“Ayahmu tidak akan setuju. Bagaimana kalau kawin lari?”

“Sekarang kau yang bodoh, Amir! Bukankah kawin lari itu berdosa?”

“Ayahmu itu yang berdosa. Sampai mati tidak akan pernah merestuiku. Apa dia tidak tahu agama?”

Siti marah karena ayahnya dihujat. Panggilanku berkali-kali tak dihiraukan. Sejak itu Siti tidak ingin bertemu lagi denganku. Sejak itu Siti telah meracuni jiwaku. Sejak itu aku menjadi gila. Sejak itu pula aku tidak lagi takut akan mati. Lalu datang tawaran dari T. Leman, anak seorang bangsawan Lam Meulo untuk mengajakku bergabung bersama gerakan mereka. T. Leman lihai membujuk. Buktinya dia berhasil memasukkan namaku sebagai anggota Pasukan Cap Sauh tanpa meminta persutujuan atau anggukan kepala. “Nanti malam datanglah ke rumahku. Kita akan merencanakan tugas pertama kita.”

Sikap diamku bukan dianggapnya sebagai sebuah penolakan. Kala itu aku berada di ambang keraguan. Banyak pertimbangan yang mesti kupikirkan. Tapi tidak pernah ada jalan keluar. Satu-satunya jalan keluar bagiku adalah mengayunkan langkah kakiku ke rumah T. Leman nanti malam.

Di rumah T. Leman telah berkumpul pemuda-pemuda tanggung yang tak kukenal satu sama lainnya. Orang yang kukenal hanya T. Leman. Dia memperkenalkan kami satu per satu, namun nama-nama mereka cepat sekali terabaikan dalam ingatanku. Bukan karena aku tidak mampu menghafal nama-nama, tapi keraguan masih mengepung hatiku. Barulah ketika aku mendengar nama Teungku Pakeh disebut-sebutkan akan menjadi salah satu target kami, keraguan pada diriku sirna bersamaan kembalinya kesadaranku. Teungku Pakeh menjadi alasan paling besar yang akhirnya membuatku tidak lagi ragu bergabung bersama Pasukan Cap Sauh. Di penghujung malam, T. Leman membagi-bagikan sehelai kain hitam kepada kami untuk diikatkan di lengan kiri.

“Kain ini akan menjadi tanda agar kalian tahu mana lawan dan mana kawan!”

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved