Opini
Mengenal ‘Cerebral Palsy’
CEREBRAL Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang bersifat menetap, tidak progresif, terjadi pada usia dini
(Kerusakan Jaringan Otak)
Oleh Aslinar
CEREBRAL Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang bersifat menetap, tidak progresif, terjadi pada usia dini sehingga mengganggu perkembangan otak dan menunjukkan kelainan posisi, tonus otot dan koordinasi motorik serta kelainan neurologis lainnya (kelumpuhan). Cerebral palsy merupakan keadaan disabilitas fisik yang paling sering terjadi pada masa anak. Kata cerebral berarti otak, palsy berarti kelumpuhan. Istilah ini pertama sekali diperkenalkan oleh Sir William Osler pada 1889.
Penderita Cerebral Palsy (CP) menampakkan gejala kesulitan dalam hal motorik halus, misalnya menggunakan gunting, menulis; masalah keseimbangan dan berjalan atau gerakan involunter, yaitu tidak bisa mengontrol gerakan menulis atau selalu mengeluarkan air liur. Gejala dapat berbeda pada tiap individu. Penderita CP ini juga sering disertai dengan penyakit lain seperti kejang, gangguan pertumbuhan, gangguan bicara, gangguan menelan, gangguan kognitif, gangguan penglihatan serta pendengaran, dan gangguan mental.
Penderita CP ringan mungkin hanya sedikit susah dalam gerakan dan tidak membutuhkan bantuan khusus. Akan tetapi penderita CP berat mengakibatkan kelumpuhan, tidak bisa berjaalan dan membutuhkan perawatan yang ekstra juga jangka panjang. CP bukanlah penyakit menular dan juga bukan pula penyakit keturunan. Namun hingga saat ini CP belum bisa disembuhkan.
Penyebab CP
CP bukanlah merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP bisa terjadi dari bawaan (kongenital) atau didapat setelah lahir. Beberapa penyebab CP kongenital, yaitu: Pertama, infeksi selama kehamilan seperti infeksi Rubela, Cytomegalovirus atau Toxoplasmosis dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf yang sedang berkembang pada janin; Kedua, ikterus neonatorum (kondisi kuning pada bayi baru lahir). Ikterus yang berat dan tidak diterapi dapat merusak sel otak secara permanen;
Ketiga, asfiksia (suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas spontan, teratur dan adekuat pada saat lahir/bayi tidak menangis saat lahir atau beberapa saat setelah lahir) menyebabkan rendahnya suplai oksigen pada otak bayi dalam periode lama, anak akan mengalami kerusakan otak. Bila keadaan ini berat dapat menyebabkan kematian. Angka kematian pada bayi dengan asfiksia ini sangat tinggi. Walaupun ada yang bertahan hidup dapat mengalami kerusakan otak permanen yang berkembang menjadi CP yang bisa disertai dengan gangguan mental dan kejang;
Keempat, faktor risiko lain berupa kelahiran prematur (kurang bulan), kehamilan ganda, malformasi susunan saraf pusat misalnya mikrosefali (ukuran lingkar kepala mengecil), dan; Kelima, penyebab yang timbul setelah lahir berupa penyakit infeksi menyerang selaput dan jaringan otak (meningitis dan ensefalitis), trauma kepala karena kecelakaan atau terjatuh, perdarahan di otak ataupun adanya suatu tumor di otak.
Tanda awal CP biasanya tampak pada anak kurang dari 3 tahun, di mana tampak kemampuan gerakan/motorik anak tidak normal. Bayi dengan CP sering terlambat dalam perkembangan seperti tengkurap, duduk, tersenyum, merangkak, berdiri dan berjalan. Juga terlihat bentuk postur tubuh yang abnormal dan disertai dengan kekakuan. Dalam menegakkan diagnosis CP perlu melakukan anamnesis menyeluruh baik mulai riwayat kehamilan, persalinan dan kondisi kesehatan bayi setelah lahir.
Karakteristik CP berdasarkan derajat kemampuan fungsional, yaitu “CP Ringan” di mana si anak dapat hidup bersama dengan anak-anak sehat lainnya, kelainan yang dialami tidak mengganggu dalam kegiatan sehari-hari. “CP Sedang” di mana anak perlu pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak dan berbicara. Anak juga memerlukan alat bantuan khusus untuk memperbaiki pola geraknya. “CP Berat” menunjukkan banyak kelainan yang sama sekali sulit melakukan kegiatan dan tidak mungkin hidup tanpa bantuan orang lain.
Penderita CP sebagian besar hidupnya sangat tergantung kepada orang lain dan hanya sedikit sekali yang bisa hidup mandiri. Hal tersebut bisa disebabkan karena tingkat keparahan CP-nya (CP berat) ataupun karena kurang pahamnya orang tua terhadap penanganan anak yang dengan CP. Penderita CP juga sebagian besar berasal dari tingkat sosial ekonomi rendah, yang tinggal di wilayah pedesaan/pedalaman dengan informasi yang sangat sedikit tentang kesehatan dan berbagai penyakit.
Undang-undang RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa setiap anak, termasuk anak dengan disabilitas (anak cacat/mengalami hambatan fisik dan/atau mental) mempunyai hak hidup, tumbuh kembang, berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Setiap anak juga berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial.
Beberapa faktor yang menyebabkan lambatnya penanganan anak dengan CP adalah belum semua orang tua/keluarga yang memiliki anak dengan cerebral palsy mengetahui atau mendapat informasi mengenai penanganan anak dengan CP, terutama yang tinggal jauh dengan pusat layanan kesehatan. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang CP tampak dari sering terlambatnya orang tua memeriksakan anaknya dengan CP karena terlambat tahu dengan kondisinya. Juga karena masih belum optimalnya sistem deteksi dini gangguan tumbuh kembang anak.
Dalam menangani CP perlu keterlibatan tim multidisipliner, yaitu dokter (spesialis anak, spesialis saraf anak, atau psikiatri anak) yang membantu monitoring dan memperbaiki kecacatan perkembangan anak. Ahli Orthopedi yang menentukan diagnosis atau terapi masalah otot/tulang yang berkaitan dengan CP. Dokter Rehabilitasi Medik dan Fisioterapis yang memberikan terapi fisik, okupasi, bicara dan bahasa juga pekerja sosial.
Pencegahan
Beberapa penyebab CP dapat dicegah sehingga kejadiannya pun berkurang. Pencegahan antara lain berupa: Pertama, pencegahan terhadap cedera kepala bisa dengan menggunakana alat pengaman saat di kendaraan (helm) juga eliminasi kekerasan fisik pada anak; Kedua, penanganan ikterus neonatorum (kuning pada bayi) dengan segera melalui tindakan fototerapi (penyinaran) atau bila perlu dilakukan transfusi tukar pda kasus ikterus berat;