Citizen Reporter
Sisa Peradaban Islam di Cordova
PANYOL memiliki tempat istimewa dalam sejarah peradaban Islam di Eropa pada abad ke-7
OLEH SUKARMIDA, Guru SMAN Unggul Labuhanhaji Raya, sedang studi pendidikan magister di The University of New South Wales, melaporkan dari Australia
SPANYOL memiliki tempat istimewa dalam sejarah peradaban Islam di Eropa pada abad ke-7. Oleh karena itu, dalam liburan saya ke Eropa selama 23 hari, Spanyol menjadi negara paling utama untuk saya kunjungi. Saya mengagendakan enam hari di Spanyol, termasuk Madrid, Cordova, dan Barcelona. Sedangkan di negara-negara Eropa lainnya seperti Portugal, Italia, Prancis, Jerman, Belanda, Austria, dan Prague saya hanya dua atau tiga hari saja.
Saya memulai liburan dari Spanyol, negara Eropa paling selatan dengan penduduk minoritas muslim. Hanya 2% dari penduduk Spanyol yang muslim. Tersebar di berbagai kota seperti Madrid, Cordova, Barcelona, dan lainnya. Kondisi ini berkebalikan dengan negara tetanggganya, Maroko yang 99% penduduknya muslim.
Cordova bukanlah kota besar dan megah sebagaimana Madrid dan Barcelona. Cordova merupakan provinsi kecil di Spanyol dengan jumlah penduduk sekitar 330.000 orang. Banyak turis yang tak mencantumkan Cordova dalam list tempat yang mesti mereka kunjungi di Spanyol. Berbeda dengan saya, Cordova bahkan hal nomor satu yang harus saya tapaki. Kota istimewa bagi saya ini terletak lima jam perjalanan dengan bus dari Kota Madrid. Bisa juga ditempuh dengan kereta cepat sekitar 1,5 jam, namun ongkosnya tiga kali lebih mahal, bisa mencapai Rp 1.500.000 pulang pergi. Biaya transpor kereta memang lebih mahal di Spanyol, berbeda dengan Paris dan negara Schengen lainnya yang mematok biaya lebih murah jika naik kereta.
Cordova memiliki sejarah istimewa dalam peradaban Islam di Eropa. Cordova dulunya merupakan ibu kota kerajaan Islam di Eropa yang dikenal dengan pemerintahan Al Andalsa pada tahun 760 Masehi. Di kota inilah Islam memusatkan administrasi pemerintahannya selama tiga abad, sehingga menjadikan Cordova sebagai salah satu kota terpenting di dunia pada masa itu.
Saat pemerintahan Islam dipimpin Abdurrahman dari Bani Umayyah, dibangun dan dikembangkan perpustakaan media terlengkap, sistem irigasi terhebat di dunia saat itu, sehingga Cordova menjadi pusat pendidikan, penelitian, pertanian, dan perdagangan di Eropa. Tak heran jika banyak imigran yang masuk ke Cordova, termasuk orang Yahudi yang saat itu melanglang buana dari satu negara Eropa ke negara Eropa lainnya. Namun, pada abad 10, pemerintahan Islam di Cordova direbut oleh pemerintah Spanyol di bawah pimpinan Raja Ferdinand dan kejayaan Islam di Eropa pun mulai redup.
Saat ini, tak banyak sisa peninggalan peradaban Islam di Cordova. Bahkan katedral ada hampir di setiap sudut kota. Kota ini menjadi salah satu pusat Kristen di Spanyol. Sebuah masjid termegah pada masa kejayaan Islam di Cordova dengan nama Mezquite de Cordoba yang berada tepat di pusat kota, kini sudah berubah menjadi katedral dengan nama resmi the Cathedral of St. Mary of the Assumption dan menjadi salah satu katedral paling agung di Spanyol.
Saat Islam memerintah di Cordova, komunitas Yahudi diberi kebebasan beragama dan tinggal di Cordova layaknya kaum muslimin lainnya oleh Kalifah Cordova dengan syarat membayar pajak. Karena itulah kemudian komunitas Yahudi membangun Jewish Square di Cordova dan menjadikannya sebagai pusat budaya Yahudi di Eropa, sehingga banyak bangsa Yahudi dari seluruh dunia datang ke sini menuntut ilmu. Sisa peninggalan Islam lainnya yang masih terlihat adalah reruntuhan Kota Medinet Al Zahra, 8 kilometer dari Mezquite de Cordoba. Secara harfiah, namanya berarti kota yang bercahaya. Di sinilah Raja Cordova membangun istana seluas 112 hektare.
Pada masa ini sistem distribusi air dengan air keran pertama kali diperkenalkan di Eropa untuk menyuplai air bagi masyarakat. Namun sayang, kota itu hancur saat tentara Spanyol menaklukkan Cordova.
Selain memengaruhi arsitek bangunan dan kota, peradaban Islam di Cordova juga memengaruhi antropologi penduduk Cordova yang bisa dilihat dari segi fisik penduduknya. Mereka memiliki rambut yg agak hitam, semacam ada campuran Timur Tengahnya yang berbeda dengan kebanyakan penduduk Madrid dan Barcelona. Selain itu, masyarakat Cordova menjajakan jajanan seperti lokum (sejenis manisan khas Turki), biji-bijian yang dikeringkan, dan snack-snack ciri khas Timur Tengah lainnya di pusat-pusat perbelanjaan kota ini. Pengaruh lain dari peradaban Islam juga terlihat dari sikap masyarakat Cordova yang lebih ramah terhadap orang asing, terutama muslimah berhijab. Tiap kali saya bertanya arah, mereka dengan ramah merespons walau dengan bahasa Spanyol. Berbeda dengan warga Madrid dan Barcelona yang kebanyakan langsung geleng kepala ketika saya dekati, padahal belum sepatah kata pun saya ucap. Masyarakat Cordova lebih welcome, terutama terhadap turis berhijab seperti saya.
Inilah sekelumit kisah tentang kota istimewa Cordova. Semoga perjalanan ini membawa ibrah dan menjadi pelecut semangat kita membangkitkan kembali kejayaan peradaban Islam yang kini redup. Mari kita bangkit dan bangun kembali peradaban Islam, agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam.
* Jika Anda punya informasi menarik, kirimkan naskahnya, termasuk foto dan identitas Anda ke email redaksi@serambinews.com