Lomba Bersedekah di Tanah Haram

JAM sudah pukul 22.30 Waktu Saudi saat bus yang membawa rombongan kami dari Madinah, memasuki Kota Mekkah

Editor: bakri
FAKIR, miskin, dan musafir, antrean makanan di antara ribuan jamaah yang baru selesai menunaikan shalat Jumat (28/4) di Masjidil Haram, Mekkah Almukarramah, Saudi Arabia. 

Lalu saya pun berhenti, melihat orang-orang miskin yang sedang antre mendapat pembagian kue dan minum gratis dari tiga restoran yang berada di sisi kanan bagian bawah gedung Hilton Mekkah.

Saya pun teringat pada cerita seorang teman yang pulang dari umrah, mengaku pernah mengantre makanan gratis yang dibagikan di restoran-restoran kecil di depan Masjidil Haram.

Lamunan saya di dekat antrean puluhan orang itu buyar saat seorang pegawai restoran kembali menawarkan paket bersedekah kepada saya. Kali ini, saya tidak menyia-nyiakan lagi tawaran tersebut. Langsung saya rogoh uang 100 riyal (kurs 1 riyal Saudi Rp 3.650).

Setelah menerima uang, pegawai restoran menggiring saya ke depan toko. Dengan bahasa Melayu patah-patah, dia meminta saya menunggu giliran untuk membagikan sendiri paket makanan kepada orang-orang yang sedang mengantre.

Karena saat itu masih giliran seorang penyumbang yang terlihat seperti warga Malaysia. Di sela-sela menunggu giliran saya disuguhkan teh susu hangat oleh pekerja di restoran dimaksud.

Setelah jatah sumbangan anak muda Malaysia ini habis, barulah giliran saya yang berdiri di depan untuk membagi-bagikan makanan. Satu per satu orang-orang tua berpakaian lusuh yang mengantre menerima makanan dengan suka cita. Umumnya, orang-orang ini berperawakan seperti orang Asia Selatan (India, Pakistan, dan Bangladesh). Sesekali juga terlihat orang berwajah Mesir dan Asia Tenggara.

Tanpa terasa, 40 paket jatah makanan saya pun habis. Sementara antrean masih ada beberapa orang lagi. Si pegawai restoran meminta saya untuk menambah paket sedekah. Namun apa nyana, uang di dompet saya hanya tersisa beberapa puluh riyal lagi. Saya tak berani mengosongkan dompet. Hingga akhirnya dengan langkah gontai saya tinggalkan orang-orang yang masih mengantre. Sementara pegawai restoran masih bekerja keras mencari donatur baru.

Di sinilah saya baru tahu, ternyata cerita tentang makanan gratis (kue dan minuman kotak) yang dibagikan di toko-toko kue (restoran kecil) di depan Masjidil Haram bukanlah dibagi gratis oleh pihak restoran. Akan tetapi, merupakan sumbangan dari jamaah umrah untuk para fakir dan miskin yang juga sedang berumrah dengan bekal alakadar.

Dari kartu nama restoran yang diberikan kepada saya tercantum informasi bahwa toko itu melayani paket sedekah, dengan harga yang sudah didiskon 50 persen dari harga normal. Subhanallah, mereka ikut bersedekah sembari memfasilitasi orang-orang yang ingin bersedekah.

Namun, ternyata cerita ini tidak banyak diketahui oleh jamaah asal Indonesia, termasuk Aceh. Mereka beranggapan, makanan itu dibagikan gratis oleh pihak restoran, sehingga kerap ikut mengantre, padahal mereka pergi berumrah dengan paket tur berharga mahal.

“Bersedekah memang belum menjadi budaya bagi jamaah umrah kita. Kebanyakan malah mengharapkan mendapatkan sedekah atau makanan gratis di Masjidil Haram,” ujar Iqbal Nyak Umar, pimpinan salah satu travel umrah di Aceh.

“Sebaiknya pengalaman ini perlu dibagikan kepada jamaah lain, untuk menumbuhkan budaya bersedekah. Di Masjidil Haram maupun ketika pulang ke Aceh kelak,” lanjut Iqbal.

Iqbal dan Zul Anshary-lah yang mendorong saya untuk menuliskan pengalaman ini, semata-mata untuk syiar dan menumbuhkan spirit bersedekah di kalangan masyarakat Aceh.

Banyak dari kita belum beranggapan bahwa bersedekah dan berbuat baik kepada sesama selama berada di Tanah Suci, adalah bagian dari ibadah yang akan dibalas berlipat ganda oleh Allah. (zainal arifin m nur)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved