Aceh Pernah Kaya dan Makmur, Ini Mata Uang Emas pada Masa 5 Sultan Berkuasa

Mata uang emas itu ditemukan dalam sebuah kaleng dengan jumlah 300 keping.

Penulis: Muslim Arsani | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBI INDONESIA/M ANSHAR
Warga memperlihatkan koin emas (mata uang Dirham) yang ditemukan di kawasan tambak Desa Merduati, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, Senin (11/11/2013). Koin emas kuno yang diperkirakan berjumlah ribuan itu pertama kali ditemukan dalam sebuah peti kuno oleh seorang pencari tiram dan dijual ke toko emas di Pasar Atjeh hingga seratusan juta rupiah. 

Menurut Harun, pada dirham emas keluaran masa Sultan Salah ad-Din (1530-1537) yang ditemukan di Kampung Pande ini sebagaimana diungkapkan Filolog Nurdin AR pada bagian muka mata uang tertulis “Salah ibn `Ali Malik az-Zahir” dan bagian belakangnya tertulis “as-Sultan al-`adil”.

Sedangkan dirham masa Sultan Ala ad-Din Riayat Syah al-Qahar (1537-1571), bagian muka tertulis “Ala ad-Din bin Ali bin Malik az-Zahir” dan bagian belakang tertulis “as-Sultan al-adil.

(Baca: Gampong Pande Situs Tsunami Purba)

Warga berusaha memotret pedang kuno yang diamankan di Kantor Geuchik Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, Rabu (13/11). Dua bilah pedang yang diyakini berlapis emas dan bertuliskan Shaver Cool V.O.C (Vereenigde Oostindische Compagnie) tersebut ditemukan seorang warga yang sedang mencari koin emas di Kuala Krueng Geudong gampong setempat sekitar pukul 15.00 WIB sore. SERAMBI/M ANSHAR
Warga berusaha memotret pedang kuno yang diamankan di Kantor Geuchik Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, Rabu (13/11). Dua bilah pedang yang diyakini berlapis emas dan bertuliskan Shaver Cool V.O.C (Vereenigde Oostindische Compagnie) tersebut ditemukan seorang warga yang sedang mencari koin emas di Kuala Krueng Geudong gampong setempat sekitar pukul 15.00 WIB sore. SERAMBI/M ANSHAR ()

Kedua dirham ini profilnya sama, yaitu berdiameter 11 milimeter, berat 0,600 gram (600 miligram), dan kadar emasnya 18 karat.

Penggunaan gelar “Malik az-Zahir” pada mata uang dirham Kerajaan Aceh Darussalam oleh beberapa Sultan --dari Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1530) hingga Sultan Muda, anak dari Sultan Ali Riayat Syah (1579)-- adalah gelar yang dirujuk pada mata uang dirham Kerajaan Pasai.

Setelah itu, termasuk pada masa Sultan Iskandar Muda dan setelahnya tidak lagi mencantumkan gelar “Malik az-Zahir” dan “as-Sultan al-Adil” pada mata uang emas Kerajaan Aceh Darussalam.

Menariknya lagi, kata Harun, dari 300 keping dirham yang diteliti itu, beberapa di antaranya terdapat kepingan dirham Turki, yang bentuknya lebih besar dari dirham Aceh.

(Baca: Ini Peran Kerajaan Trumon Pada Masa Kerajaan Aceh)

Arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh melakukan observasi di lokasi pertama kali ditemukan koin emas di Desa Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, Jumat (15/11). SERAMBI/M ANSHAR
Arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh melakukan observasi di lokasi pertama kali ditemukan koin emas di Desa Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, Jumat (15/11). SERAMBI/M ANSHAR (SERAMBI/M ANSHAR)

Pada dirham Turki keluaran tahun 1273 M itu tertulis “Sultan Sulaiman Syah bin Salim Syah Khan”, dengan kadar emasnya mencapai 99% atau 24 karat.

"Kalau dihargai sekarang dirham Turki yang ditemukan di Gampong Pande itu harganya berkisar Rp 5-6 juta per keping," tulis Harun, yang juga jurnalis senior di Aceh.

Di sisi lain, dengan temuan dirham Turki yang bersamaan dengan temuan dirham Aceh.

Ini mengindikasikan bahwa Aceh telah menjalin hubungan persahabatan dengan Kerajaan Islam Usmaniah di Turki sejak masa Sultan ‘Ala ad-Din Riayat Syah al-Qahar (1537-1568 M).

Ia ebagai seorang Sultan Aceh yang paling banyak memproduksi mata uang dirham emas pada masanya.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved