Opini

Basmi Riba dengan Infak dan Sedekah

PERKEMBANGAN riba semakin marak di pasar yang melibatkan rentenir, koperasi, dan perbankan

Editor: bakri
Direktur Bank Aceh, Busra Abdullah, bersama Sekda Aceh/Komut Bank Aceh, Drs Dermawan MM dan Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK, Ahmad Soekro Tratmono menandatangani piagam pencanangan program GeraiKu Bank Aceh (Gerakan Inklusi Keuangan Bank Aceh) yang disaksikan Kepala Departemen Regional I Bank Indonesia, Dr Dian Ediana Rae dan Ketua Dewan Pengawas Konversi Bank Aceh, Adnan Ganto pada acara grand launching Bank Aceh dari sistem konvensional ke sistem syariah di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Senin (3/10). SERAMBI/BUDI FATRIA 

Dalam sebuah riwayat Umar bin Khattab ra mengawasi pasar dengan membawa sebuah tongkat di tangannya. Setiap ke pasar, beliau menanyakan kepada pedagang tentang transaksi jual beli seperti riba, kestabilan harga dan qarar. Bila pedangang terindikasi dengan riba, maka beliau menyuruh keluar dari pasar.

Dana infak dan sedekah pertama sekali diberikan kepada pedagang kelas bawah, seperti Ibu-ibu (Nyak-nyak) penjual sayur di pasar. Tahap awal diberikan Rp 500.000, tujuannya agar mereka tidak mengambil lagi kepada rentinir, koperasi dan perbankan. Pengelola lapangan harus mengukutip dana modal dari Nyak-nyak di pasar setiap hari. Jika dana diberikan Rp 500.000, maka dana yang dikutip Rp 15.000 selama 33 hari. Pada saat mereka sudah mengembalikan seluruh modal usaha, mereka diperkenankan menginfakkan dana dari hasil usahanya.

Di samping itu, mereka juga diberikan pengajian setiap minggu di pasar. Tujuan dari pengajian tersebut agar mereka memahami tentang Fiqh Muamalah. Pada saat selesai pengajian, mereka diperkenankan menginfak dana sesuai dengan kemampuannya. Apabila dana sudah terkumpul dengan jumlah yang besar dari kaum muslimin, selanjutnya dana tersebut diberikan kepada pedagang kelas menengah dan kelas atas. Semakin banyak modal usaha yang diberikan kepada nasabah, maka semakin banyak pula infak dan sedekah yang terkumpul.

Harus diperangi
Menciptakan sebuah perubahan kearah yang lebih baik dengan konsep syariah, tentunya bukan hanya dari segelitir orang, kelompok dan komunitas. Namun seluruh umat muslim harus terlibat memerangi riba di pasar dengan cara infak dan sedekah. Keterlibatan umat muslim tidak harus mengelola secara penuh, paling tidak ikut memberikan infak dan sedekah dalam memerangi riba.

Di samping itu, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk menciptakan sebuah perubahan pasar kearah yang lebih baik dari konsep ribawi menjadi konsep syariah, sebagaimana yang telah dipraktikkan oleh Umar bin Khattab ra. Pengawasan pasar oleh pemerintah akan lebih efektif dalam membasmi riba, sehingga para pedagang lebih berhati-hati dalam bertransaksi jual beli.

Dengan dukungan penuh dari kalangan umat muslim dalam memerangi riba di pasar, maka secara otomatis praktek riba akan hilang sampai keakar-akarnya. Sebaliknya, jika umat muslim masih acuh tak acuh dengan praktik riba, maka tunggulah Allah dan Rasul akan memerangi kita sebagaimana firman-Nya, “Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (QS. al-Baqarah: 278-279).

* Muhammad Sahar, S.HI., alumnus Hukum Ekonomi Syariah UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan Sekretaris IIBF (Indonesia Islamic Business Forum) Aceh. Email: sahargreat90@gmail.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved