Opini

Kisi-kisi ‘Fit and Proper Test’

SEJUMLAH masyarakat, tentu saja termasuk di antaranya adalah peserta rekrutmen terbuka pejabat Eselon II

Editor: bakri
Sriwijaya Post/net
Ilustrasi 

Oleh Jasman J. Ma’ruf

SEJUMLAH masyarakat, tentu saja termasuk di antaranya adalah peserta rekrutmen terbuka pejabat Eselon II atau Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Pemerintah Aceh mempertanyakan, apa gerangan yang dinilai dalam proses fit and proper test pejabat eselon II yang sekarang sedang berlangsung ini? Agar terang benderang dalam hal ini, melalui artikel ini saya mencoba menjelaskan kisi-kisi fit and proper test dimaksud.

Adapun yang dinilai dari kandidat adalah kompetensi jabatan. Yang dimaksud dengan dengan kompetensi jabatan adalah karakteristik mendasar dari seorang pegawai (yaitu: motif, sifat, keterampilan, aspek citra diri, peran sosial, atau pengetahuan seseorang) yang menghasilkan prestasi kerja yang efektif. Kompetensi adalah perilaku yang mencakup pengetahuan, keahlian, kemampuan, sikap, motif, dan temperamen yang membedakan prestasi yang sangat baik dan buruk.

Memiliki kompetensi
Menurut PP No.11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, Pasal 108 dan Pasal 109 menyatakan bahwa persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan Pimpinan Tinggi adalah memiliki kompetensi teknis, kompetensi manjerial, dan kompetensi sosial kultural. Definisi kompetensi teknis teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis Jabatan. Kemudian, kompetensi manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi, dan;

Sedangkan kompetensi sosial kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.

Setidaknya terdapat delapan metode yang dapat digunakan untuk menilai ketiga jenis kompetensi teknis, manajerial dan sosial kultural, yaitu: Assessment Center; Wawancara berbasis perilaku; Uji contoh kerja; Uji kemampuan; Modern personality test; Daftar riwayat hidup; Referensi; dan Wawancara non perilaku. Spencer dan Spencer (1993) menyatakan bahwa kedelapan alat (tools) ini memiliki keunggulan yang berbeda untuk dapat menemukan ketepatan pejabat terpilih.

Dari berbagai penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dari delapan alat yang dapat digunakan dalam proses penilaian kandidat adalah Assessment Center. Hasil penilaian kompetensi pejabat dengan alat Assessment Center memiliki korelasi tertinggi dengan prestasi pejabat, yaitu mencapai 65%. Artinya, pejabat hasil seleksi dengan menggunakan metode Assessment Center diprediksi berpeluang meraih prestasi yang sangat memuaskan sekurang-kurangnya sebesar 65%.

Jika hanya alat wawancara non perilaku yang digunakan, misalnya wawancara yang hanya menanyakan: kalau Anda dipercayakan menjadi kepala dinas A, apa yang akan Anda lakukan? Maka tingkat ketepatan terpilih pejabat yang berkinerja baik hanya 5% sampai 19%. Atau seleksi dengan hanya menggunakan alat referensi, misalnya dengan mengandalkan informasi dari bawahan atau atasan atau mitra kerjanya selama ini, diperkirakan ketepatan terpilih pejabat yang berkinerja baik hanya 23%, atau dengan hanya mengandalkan informasi dalam Daftar Riwayat Hidup, sebesar 38%, modern personality test sebesar 39%, uji kemampuan sebesar 53%, uji contoh kerja sebesar 54%, dan wawancara berbasis perilaku sebesar 61%. Karena metode Assessment Center ini lebih unggul dibandingkan dengan metode lain, maka untuk uji kompetensi pejabat Eselon II Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Pemerintah Aceh digunakan metode Assessment center.

Assessment Center bukanlah tempat, tetapi metode untuk mengevaluasi kandidat dengan menggunakan teknik standar dalam kondisi terkendali. Teknik ini menawarkan proses uji kompetensi dalam proses seleksi dengan simulasi dan metode yang terkesan lebih faktual. Dalam proses seleksi sebuah Assessment Center digunakan pendekatan evaluasi komprehensif yang memungkinkan kandidat mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan kompetensinya dalam sejumlah situasi yang berbeda. Tujuan utamanya, bagaimanapun, adalah untuk menemukenali dan mengevaluasi kemampuan teknis, sosio kultural dan kemampuan manajerial para kandidat.

Uji kompetensi
Hasil riset Thornton dan Rupp, 2006, menyimpulkan bahwa sebagian besar Assessment Center uji kompetensi menggunakan metode In-Basket, yaitu sebesar 95%, kemudian baru disusul diskusi kelompok tanpa pemimpin sebesar 85%, dan yang ketiga adalah wawancara berbasis perilaku sebesar 75%. Itu sebabnya, di samping menilai uji kompetensi JPT Satuan Kerja Pemerintah Aceh melalui rekam jejak karir yang dapat dilakukan dengan memperhatikan dan menilai melalui informasi yang tercantum dalam Daftar Riwayat Hidup kandidat, juga menggunakan metode In-Basket, metode diskusi tanpa pemimpin (leaderless group discussion) dan wawancara berbasis perilaku. Hal ini dilaksanakan agar penilaian kompetensi teknis, manajerial dan sosio kultural kandidat dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan regulasi yang ada.

Metode In Basket dilakukan dengan cara ujian tulis. Kepada kandidat diberikan materi tes yang berisi tentang visi, misi Gubernur Aceh dan sejumlah informasi lainnya. Kemudian kandidat diminta menganalis materi, lalu menjawab sejumlah pertanyaan yang berkaitan program kerja, prioritas, dan kemampuan memahami realitas pembangunan. Waktu tes sekitar 120 menit dan mengukur 12 indikator kompetensi.

Sementara itu, metode diskusi kelompok tanpa pemimpin dengan cara menempatkan lima orang kandidat disebuah meja diskusi, kemudian diberi kasus atau berita yang menyangkut tentang Aceh untuk didiskusikan dan hasil diskusi dapat merumuskan tiga rumusan penting yang akan diserahkan kepada asesor. Saat kandidat berdiskusi atau berdebat, tiga asesor mengamati dan memberi nilai untuk setiap kandidat yang berdiskusi dalam proses diskusi tersebut. Waktu disediakan metode ini sekitar 60 menit, dan mengukur 12 indikator kompetensi.

Alat uji lainnya adalah wawancara berbasis perilaku. Saat yang sama setiap kandidat diwawancara oleh dua asesor. Wawancara perilaku mencoba menemukenali potensi diri pejabat sejak kandidat menjadi PNS. Yang ditanyakan tentang kisah sukses kandidat, kata kunci sukses dan individu penyumbang kesuksesan. Instrumen pengukur metode wawancara berbasis perilaku ini menggunakan 23 indikator dengan jumlah waktu wawancara 40 menit.

Sementara itu, untuk melihat rekam jejak melalui Daftar Riwayat Hidup kandidat diharapkan dapat mengukur kompetensi teknis dan manajerial kandidat, misalnya menyakut kesesuaian pendidikan dan pelatihan kandidat dengan jabatan yang dilamarnya. Setidaknya terdapat 10 indikator yang digunakan untuk mengukur kompetensi teknis dan manajerial kandidat.

Metode Assessment Center ini sangat diterima oleh kandidat yang tidak lolos sekalipun. Testimoni yang disampaikan kandidat yang tidak lolos meraih jabatan Eselon II pada saat rekrutmen terbuka di Aceh padaa 2008 lalu, mendukung berbagai temuan riset bahwa Assessment Center merupakan proses yang adil dan dapat dipercaya. Sebagai contoh, ketika wartawan satu media di Aceh menanyakan: “Menurut Anda apakah proses ini sudah berjalan fair?” Lalu, seorang kandidat yang tidak lolos ketika itu menyatakan: “Bersih sekali. Ini luar biasa menurut saya. Bahkan ini sangat-sangat fair. Sama sekali tidak ada unsur KKN-nya”. Begitulah!

* Prof. Dr. Jasman J. Ma’ruf, SE, MBA., penulis buku Assessment Center. Berpengalaman sebagai Ketua Tim Asesor Seleksi Terbuka Pejabat Jabatan Pimpinan Tinggi. Email: rektor@utu.ac.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved