Disembunyikan Polisi 2 Tahun, Begini Penampakan Kuburan Massal Pengungsi Rohingya di Malaysia
Mereka menemukan dua kuburan berisi 60 mayat di wilayah Malaysia, pada 23 Mei 2017.
Tanggapan Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia
Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia, Datuk Seri Dr Wan Junaidi Tuanku Jaafar mengatakan, kasus ini masih dalam penyelidikan, termasuk mengungkap kemungkinan adanya pihak yang terlibat.
"Kita akan selidiki semua pihak, termasuk Unit Pencegahan Penyeludupan (UPP), Imigrasi serta lembaga-lembaga lainnya di Perlis,” katanya.
Menurut anggota forensik kepolisian Malaysia, kawasan kamp pengungsian itu sulit ditempuh dari Malaysia karena medannya cukup curam, namun mudah diakses dari Thailand.

"Untuk sampai ke tempat itu, kita perlukan sekurang-kurangnya tiga jam berjalan kaki. Di sebelah Malaysia sangat curam tetapi mudah diakses dari Thailand. Mungkin ini antara sebab sindiket ini memilih kawasan berkenaan," katanya seperti dilansir Berita Harian.
Kepala kepolisian Malaysia, Tan Sri Khalid Abu Bakar mengatakan Senin lalu bahwa jumlah mayat seluruhnya 139 orang dalam kawasan seluas 11 kilometer persegi di Gunung Perlis, Wang Kelian, Perlis.
Sebelumnya, terdapat upaya menghilangkan jejak dan mengaburkan fakta sebenarnya.
(Baca: Bubarkan Paksa Warga Palestina yang Berunjuk Rasa, Militer Israel Gunakan Peluru Tajam)
(Baca: 13 Fakta Menakjubkan Tentang Negara India, Nomor 13 Wanita Bisa Sangat Kaya)
Dari hasil investigasi New Straits Times (NST) yang dirilis, Rabu (20/12/2017), kamp ini sudah ada sejak 2013.
Menurut kabar yang disampaikan NST, ada upaya tingkat tinggi dan terencana untuk menyembunyikan kejahatan ini.
Ironisnya mereka justru mengungkap adanya arahan kepolisian supaya kamp tersebut dimusnahkan sebelum penyelidikan forensik.

Kepolisian pasukan khusus Malaysia, General Operations Force (GOF), menemukan kamp beserta kuburan massal tersebut pada Januari 2015.
Namun pasca operasi yang dipimpin oleh ASP JK tersebut hingga kini tidak pernah diungkap keberadaan dan statusnya oleh polisi Malaysia.
Dalam operasi tersebut, pihaknya menahan 38 korban perdagangan manusia (22 orang Bangladesh dan 16 Myanmar).