Loyang Sekam, Tempat Persembunyian Sultan Aceh di Tanah Gayo
Gelap dan lantainya berlapis kotoran kelelawar. Berada di sebuah bukit pada ketinggian sekitar 70 meter
M Syarif Aman Mas menceritakan, selama Sultan Daud Sjah berada di kampung itu, ia membangun sebuah masjid kecil berkonstruksi kayu. Masyarakat menyebutnya “Masjid Tue” atau masjid lama. Terletak di tepi jalan raya dan bersebelahan dengan masjid baru. M Syarif mengatakan, “Masjid Tue” atau Masjid Sultan masih difungsikan sebagai tempat pengajian kaum ibu. “Kalau dijadikan tempat shalat, tidak muat lagi. Terlalu kecil,” katanya.
Selama Sultan Daud Sjah berada di sana, cerita M Syarif, banyak terjadi peristiwa “ganjil” antara lain ternak itik masyarakat bertelur banyak sekali, panen padi juga melimpah. Sultan saat tiba dan kemudian pergi dari Gunung Suku, membawa kuda berwarna putih dan kambing juga putih.
Penulis MH Gayo mencatat, sebelum tiba di Gunung Suku Rawe, Sultan Aceh terlebih dahulu singgah dan menetap di Kampung Beruksah. Saat tiba di Rawe, Sultan Daud Sjah disambut oleh kejurun-kejurun Linge, Bukit, Siah Utama, Cik Bebesen, para penghulu dan pang-pang (panglima - panglima). Mereka mempersiapkan pengawalan sultan menghindari sergapan Belanda.
Pasukan Ekspedisi Van Daleen sudah berada di Takengon pada 1901. Ketika itu Van Daleen masih berangkat mayor. Pada 5 Oktober 1901 pasukan Van Daleen membakar habis kampung Kebanyakan. MH. Gayo menulis, peristiwa pembakaran itu hanya menyisakan masjid, “mersah” (bahasa Gayo: mushalla) dan beberapa rumah. Selebihnya musnah. Tak lama, Van Daleen pulang ke pangkalan di Aceh Utara.
Selama di tempat persembunyian di Loyang Sekam, Sultan Daud Sjah juga menerima tamu dari pembesar-pembesar Gayo Lues, antar lain Reje Pinang, Reje Geleng, Reje Bukit, Kute Lintang, Tema, Tampang, Kemaladerna, Seneren. Mereka menyakinkan sultan akan tetap melindungi sultan.
Peristiwa kedatangan raja-raja dari Gayo Lues ini terjadi pada Desember 1901. Selama berada di Gayo, Sultan Daud Sjah mendapat pengawalan ketat ulubalang Ranta, Teungku M Sabil, Reje Kader, Aman Kerkom dan lain-lain.
Dari Gunung Suku Rawe, Sultan Daud Sjah pindah ke Lenang, Isaq Linge. Pasukan Belanda di bawah kepemimpinan Kapten Colijin mencium jejak sultan di Lenang dan menyerbu kampung itu.
Dalam pertempuran itulah, Teungku M Sabil tewas bersama-sama dengan sepuluh pengawal lainnya. Mereka dikebumikan di Lenang. Sultan sendiri berhasil diselamatkan ke Isaq selanjutnya menuju Kampung Lumut. Rencana ke Gayo Lues batal, sebaliknya sultan dan rombongan meneruskan perjalanan ke Pamar atau “Pameu” dalam bahasa Aceh, untuk seterusnya menuju Pidie. Tapi di Peudeu, rombongan sultan diserang Belanda. Reje Kader tewas di penyerangan itu. Ulubalang Ranta berhasil lolos dan kembali ke Takengon. Peristiwa tertangkapnya sultan ini terjadi pada 1903.
Kepala Dusun Gunung Suku, Rawe, M. Syarif Aman Mas dan Ketua Rakyat Genap Mupakat Hambali, mengharapkan perhatian pemerintah membangun beberapa fasilitas guna memudahkan kunjungan ke Loyang Sekam. “Selain menikmati alam Danau Laut Tawar, masyarakat juga mengenang perjalanan bersejarah Sultan Aceh di bawah perlindungan orang Gayo, serta mengunjungi Loyang Sekam, tempat persembunyian sultan,” kata Hambali.(fikar w eda)