Beratnya Perjuangan Hidup Para Petani Ini, Bekerja Usai Subuh Sampai Malam, Dapat Uang Rp 40.000

Sehari-hari mereka mendapatkan uang Rp 75.000-Rp 100.000. Angka itu masih kotor atau belum dihitung harga kayu bakar dan tetek bengek lainnya.

Penulis: Abdullah Gani | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/ABDULLAH GANI
Anak-anak membantu orang tuanya memproduksi garam, di Gampong Lancang Paru Kecamatan Bandarbaru, Pidie Jaya, Minggu (11/2/2018). 

Sehari-hari mereka mendapatkan uang Rp 75.000-Rp 100.000. Angka itu masih kotor atau belum dihitung harga kayu bakar dan tetek bengek lainnya.

“Paling-paling, kami hanya dapat Rp 30.000-Rp 40.000/hari,” ungkap seorang ibu yang namanya minta tidak ditulis.    

Angka itu tentu sangat jauh dari beban pekerjaan yang mereka lakoni sehari-hari.

Belum lagi, mereka tidak bisa bekerja ketika masuk musim penghujan seperti September hingga Desember bahkan sampai Januari.

Hampir tiga bulan selama setahun, para petani ini harus mencari kerja lain, karena ladang garam mereka kebanjiran.

(Baca: Duterte Perintahkan Angkatan Laut Tembak Semua yang Mencuri di Perairan Filipina)

Keuchik Lancang Paru, M Jafar Usman membenarkan, lebih seratus warganya hidup dari hasil pembuatan garam.

Sedihnya lagi, isu tidak higenisnya garam yang diproduksi rakyat, membuat kehidupan mereka semakin terpuruk.

Mereka risau dan khawatir jika usaha yang sudah turun temurun itu akan berakhir karena tidak mampu bersaing dengan garam pabrikan.

“Maunya, jika dikatakan garam itu tidak bersih, pemerintah hendaknya membantu peralatan sehingga garam yang dihasilkan rakyat lebih baik sebagaimana yang diharapkan,” ungkap M Jafar Usman.

Baca: Pembahasan Lambat, Irwandi Tegur TAPA

Kendala lain yang dihadapi, adalah ketiadaan pompanisasi untuk menyuplai air asin ke lahan penggaraman.

“Usaha yang digeluti rakyat saya itu boleh dikatakan belum tersentuh bantuan dari pemerintah,” kata Jakfar Usman.

Ya, andai pemerintah memberikan perhatian dan memberdayakan petani garam, juga petani sektor lain, dengan menyediakan fasilitas, serta mengawasinya dengan serius, tentunya suatu saat kehidupan tidak lagi identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved