Kisah Tentara Bayaran Rusia Bertempur di Suriah, Orang Tua Terima Mayat Anaknya dan Uang Miliaran
"Mama, saya pergi ke garis pertempuran," tulis Yevgeny dalam salah satu surat, seraya menambahkan pasir di Suriah begitu berkilau
SERAMBINEWS.COM -Perang yanhg berkecamuk di Suriah hingga kini belum benar-benar berakhir.
Diberbagai tempat masih terjadi kontak senjata dan bom-bom masih dijatuhkan oleh pesawat tempur.
Ternyata banyak warga negara lain menjadi petempur di Suriah hingga daerah konflik hancur lebur.
Kematian sejumlah petempur asal Rusia di Suriah pada 7 Februari lalu mengungkap adanya aksi kelompok tentara bayaran di negara Timur Tengah tersebut.
Baca: Cerita Gadis Suriah Sulit Cari Pria Untuk Menikah, Jumlah Perawan Tua Meningkat Selama Perang

Beberapa laporan menyebutkan lebih dari 100 warga Rusia tewas dalam satu pertempuran, namun secara resmi dinyatakan hanya "puluhan" warga Rusia tewas atau cedera.
BBC Rusia menyelidiki lika liku tentara bayaran Rusia yang bertempur di Suriah.
Pada September lalu, Nina Atyusheva menerima sebuah panggilan telepon yang mengabarkan bahwa putranya, Yevgeny Alikov, tewas di Suriah.
Sepekan kemudian, seorang pria tiba di rumah Nina yang terletak di kota kecil Severoonezhsk.
Baca: Pesawat Tempur Sukhoi Milik Rusia Ditembak Jatuh di Suriah, Begini Nasib Pilot
Dia sengaja berkendara sejauh 2.100 kilometer ke kota di wilayah utara Rusia itu demi membawa peti mati jenazah Yevgeny yang oleh Nina disebut "bocah cilik".
Bersama peti mati, pria itu juga membawa uang jaminan kematian sebanyak 5 juta rubel (Rp 1,2 miliar). Tumpukan uang dalam pecahan 5.000 rubel itu dia letakkan di meja dapur.
BBC Rusia berupaya menghubungi pria tersebut. Namun pria yang menjawab telepon mengaku bukan orang yang dicarI dan tidak tahu-menahu tentara bayaran Rusia di Suriah.
Tidak banyak yang terjadi di kota Severoonezhsk, kawasan Arkhangelsk, bagian utara Rusia itu.
Baca: Solidaritas Dunia Untuk Karim, Bayi Suriah yang Kehilangan Mata Akibat Terkena Artileri
Kota itu begitu terpencil dan satu-satunya penanda yang menonjol adalah blok apartemen lima lantai di bantaran Sungai Onega.
Yevgeny menimba ilmu di St Petersburg dan setelah menikah dia pindah ke Moskwa untuk hidup bersama istri dan ketiga anaknya.
Nina mengatakan, antara 2014 dan sebelum pergi ke Suriah, Yevgeny pergi beberapa kali ke wilayah timur Ukraina untuk bertempur bersama kelompok separatis pro-Rusia di Luhansk.
Dari Ukraina, Yevgeny menjalani pelatihan selama sebulan di Rostov-on-Don sebelum dikirim ke Suriah.
Baca: Suriah Hancurkan 2 Rudal yang Diluncurkan Israel

Jejak ini cocok dengan laporan sejumlah media mengenai keberadaan sejumlah anggota Perusahaan Militer Swasta (PMC) yang berlatih di kawasan Krasnodar dan dikirim ke Suriah menggunakan pesawat militer dari Rostov.
Surat dari medan perang
Yevgeny tiba di Suriah musim panas lalu, sebagaimana tercatat pada paspor yang diberikan kepadanya pada 16 Juni 2017.
Salah satu dokumen yang diterima ibunya setelah dia meninggal dunia menunjukkan nomor identifikasi M-3601.
Identitas seorang tentara yang diberikan Kementerian Pertahanan Rusia berupa satu huruf dalam alfabet Rusia diikuti dengan enam digit angka.
Baca: Sedih! Melly Goeslaw Tak Kuat Menahan Tangis saat Bersama Pengungsi Palestina di Perbatasan Suriah
Adapun identitas tentara bayaran di Suriah serupa dengan itu, tetapi angka yang diberikan hanya berjumlah empat digit.
Selama di Suriah, Yevgeny sempat mengirim sejumlah surat kepada ibunya.
"Mama, saya pergi ke garis pertempuran," tulis Yevgeny dalam salah satu surat, seraya menambahkan pasir di Suriah begitu berkilau sehingga dia harus memakai kacamata hitam.
Yevgeny hanya dua bulan di Suriah. Pada 2 September, dia tewas di dekat kota Tiyas, Provinsi Homs.
Pada akta kematian disebutkan Yevgeny meninggal dunia akibat "luka tembak di rongga perut".
Baca: Rekam Video Saat Siksa Balita Berusia 18 Tahun, Pria Ini Dihukum 17 Tahun Penjara
Setelah kematian Yevgeny, Nina tak hanya diberi uang, tapi juga dua medali dari perusahaan Wagner yang memperkerjakan anaknya.
Satu medali untuk "kepahlawanan dan kegigihan dalam bertempur", lainnya untuk "darah dan keberanian".
Nina menyebut putranya sebagai pria dan ayah yang baik. "Semua orang menangis ketika mereka membawanya pulang".
Uang jaminan kematian dari asuransi Yevgeny dia masukkan ke rekening cucunya karena dia menebak Yevgeny pasti menginginkan hal yang sama.
Prajurit Nomor 77
Beragam dokumen yang diterima Nina dan diserahkan ke BBC Rusia menunjukkan setidaknya 54 warga Rusia tewas di Suriah pada September 2017.
Baca: Rusia Sebut Kekuasaan ISIS di Suriah Tinggal Lima Persen

Jumlah itu melampaui angka kematian yang dipublikasikan pemerintah Rusia selama 3,5 tahun terlibat dalam perang di Suriah.
Investigasi kantor berita Reuters menunjukkan, selama sembilan bulan pertama 2017 setidaknya 131 warga Rusia tewas di Suriah.
Investigasi itu turut mengutip akta kematian seorang tentara bayaran asal Rusia, Sergei Poddubny.
Poddubny tewas pada 28 September di kota yang sama dengan tempat Yevgeny tewas, yaitu Tiyas.
Baca: Misteri Ditemukan Masjid Sembilan Kubah Berusia 1.000 Tahun, Berkilau Karena Dilapisi Batu Lazuli
Angkatan Udara Suriah memiliki pangkalan di kota itu dan terjadi sejumlah laporan pertempuran di sana.
Akta kematian Poddubny, yang ditandatangani Sekretaris Kedutaan Rusia, Zaur Guseinov, menyebut dia terbakar sampai meninggal.
Lebih lanjut, akta kematian Poddubny bernomor 131. Berdasarkan panduan Kementerian Kehakiman Rusia, akta kematian yang dirilis kedutaan disusun sesuai dengan urutan nomor, dimulai dari angka nol pada awal tahun.
Akta kematian Yevgeny Alikov, yang tewas pada 2 September, bernomor 77.
Baca: Singa Ini Dievakuasi Dari Perang Suriah, Kini Mereka Nyaman di Turki
Artinya, jumlah kematian warga Rusia di Suriah sepanjang September 2017 sedikitnya berjumlah 54 orang (yang merupakan selisih dari 131 dan 77).
Konsulat Rusia tidak mencatat kematian personel militer, hanya warga sipil.
Namun, tidak ada satu insiden pun yang menjelaskan mengapa begitu banyak warga sipil Rusia yang tewas di Suriah.
Baru kemudian pemerintah Rusia mengakui mungkin lima sukarelawan asal Rusia yang tewas setelah serangan udara AS pada 7 Februari lalu.
Baca: Ceraikan Putri Putin, Miliarder Rusia Kirill Shamalov Kehilangan Setengah Hartanya

Lantas, pada 20 Februari, pemerintah menyatakan "lusinan" warga Rusia tewas atau terluka dalam "sebuah bentrokan" dan mereka bukanlah tentara reguler. Namun, pemerintah menolak memaparkan secara detil.
Kementerian Pertahanan Rusia sejauh ini mengatakan, hanya 44 personel militer negara itu yang tewas di Suriah.
Berjuang demi pengakuan
Di atas meja dapur Nina terdapat tumpukan permintaan informasi dan jawaban resmi yang ditandai dengan cap biru.
Dia kini punya satu tujuan yaitu mendapat pengakuan resmi pemerintah bahwa putranya tewas demi negaranya.
Baca: ISIS Penggal Agen Intelijen Rusia di Suriah
Rahang Nina bergetar saat mengatakan, "Saya ingin menanyakan ini, dengan cara apa seorang anak dikirim pasukan bersenjata yang berbeda, yang pergi sebagai sukarelawan?"
Meski Kremlin menolak mengakui kematian putranya, Nina mendapat sokongan dari para pemimpin daerah. Di meja dapur itu, Nina didampingi pemimpin setempat, Galina Staritsyna.
"Dia salah seorang dari kami. Kami sedang mengambil langkah-langkah dan menyediakan sokongan. Ini bukan lagi untuk didiskusikan," kata Staritsyna.
Foto Yevgeny kini terpampang di museum setempat bersama dengan foto warga kota yang tewas bertempur di Chechnya dan Afghanistan.
Baca: Suriah Berpeluang Lolos Piala Dunia 2018, Tapi 100 Pesepakbola Penentang Assad Dinyatakan Hilang

Dewan Kota juga menolong dengan menerbitkan obituari singkat di halaman terakhir koran lokal, tepat di samping iklan yang menawarkan anak anjing gratis.
Nina berharap pemerintah tak hanya mengakui kematian putranya, tapi juga kematian seluruh tentara bayaran di Suriah.
"Ini tidak adil. Dia tidak meninggal dalam pertikaian di gang, tapi di pertempuran. Saya menginginkan semacam apresiasi atau ucapan terima kasih untuknya dari pemerintah."
"Saya tidak meminta sesuatu yang luar biasa. Atau mungkin dia meninggal sia-sia? Saya tidak tahu lagi," tutup perempuan pensiunan itu.(*)