Opini

APBA, Antara Cinta dan Kepentingan

TULISAN singkat ini bukan membuka lembaran sejarah lama yang kadang-kadang bertolak belakang dengan harapan

Editor: bakri

Oleh Zarkasyi Yusuf

TULISAN singkat ini bukan membuka lembaran sejarah lama yang kadang-kadang bertolak belakang dengan harapan dan keinginan, sehingga romantisme sejarah hanya akan menyayat hati dan menambah kebencian yang akan merusak hati dan perasaan. Tulisan ini hanya melihat kisah perdebatan antara eksekutif dan legislatif dalam tarik ulur pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun anggaran 2018.

Perlu menjadi catatan, tulisan ini tidak untuk menyalahkan siapa pun. Sebab, kedua pihak punya “ijtihad” masing-masing dalam rangka mengimplementasikan kecintaan mereka kepada Aceh, sehingga bukti cinta lahir dalam wujud dan tindakan yang berbeda-beda, walau kadang-kadang keduanya saling bertolak belakang. Tetapi, satu yang pasti bahwa eksekutif (Pemerintah Aceh) dan legislatif (DPRA) punya pemikiran yang sama, yaitu membangun Aceh, meskipun dalam kenyataan bahwa keduanya juga menyimpan kepentingan masing-masing. Tulisan ini akan membentangkan tarik-ulur pengesahan APBA dalam konteks cinta dan kepentingan.

Tentang makna cinta, Kahlil Gibran (1883-1931) berpendapat “cinta adalah satu-satunya kebebesan di dunia karena cinta itu membangkitkan semangat hukum-hukum kemanusiaan dan gejala-gejala alami pun tak bisa mengubah perjalanannya. Cinta ibarat seekor burung yang cantik, meminta untuk ditangkap tapi menolak untuk disakiti”. Lain pula dengan Jalaluddin Rumi (1207-1273), cinta menurut Rumi adalah sumber segala sesuatu, dunia dan kehidupan muncul karena kekuatan yang bernama cinta. Cinta adalah inti dari segala bentuk kehidupan di dunia.

Buya Hamka (1908-1981) berpendapat bahwa cinta adalah perasaan yang mesti ada pada setiap manusia. Ia laksana setetes embun yang turun dari langit, bersih, dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus, tumbuhlah oleh karena embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, dan perkara tercela lainnya. Tetapi jika ia jatuh ke tanah yang subur, di sana akan tumbuh kesucian hati, keikhlasan, setia, budi pekerti yang tinggi, dan lain-lain yang terpuji.

Sulit didefinisikan
Cinta memang sulit didefinisikan karena berhubungan dengan emosi. Sebab, perasaan lebih berperan dalam cinta dibandingkan dari pada proses intelektual. Berkaitan dengan emosi, tentu semua mampu mengartikan makna cinta sesuai dengan emosi masing-masing. Jika menelaah lebih dalam, definisi cinta yang diberikan oleh para ahli hanyalah indikator-indikator dari bukti cinta yang telah hinggap pada perasaan, sehingga lahirlah sikap dan tindakan sebagai ekspresi cinta mereka.

Dalam kaitannya dengan pengesahan APBA, mengapa terjadi tarik-ulur? Saya mengutip tulisan Syakya Meirizal, “Balada Pengesahan ABPBA” (Serambi, 8/1/2018). Menurutnya, “Disinyalir, sulitnya tercapai kesepakatan antara TAPA dan DPRA disebabkan oleh berbagai faktor kepentingan. Bahkan dalam delapan tahun terakhir, isu terkait program usulan rakyat pada saat reses DPRA atau lebih populer dengan sebutan “Dana Aspirasi”, telah menjadi batu sandungan utama dalam proses tercapainya kesepakatan antara TAPA dan DPRA”.

Dalam rubrik droe keu droe, Muksalmina MTA berpendapat “menurut amatan saya dalam beberapa hari ini, molornya pengesahan APBA dapat mengakibatkan kritisnya aspirasi politik dewan dan bisa berefek negatif untuk Pemilu Legislatif 2019 mendatang, akibat tidak kunjung datang aspirasi politik untuk masyarakat (Serambi, 7/2/2018). Mungkin dua pendapat ini sudah mewakili pendapat-pendapat yang berseliweran dalam masyarakat, apalagi mendengar keluh kesah masyarakat di warung kupi terkait tingkah polah Pemerintah Aceh dan DPRA.

Gubernur Aceh dan Anggota DPRA sama-sama dipilih oleh rakyat, jika ditanya mengapa rakyat memilih. Meskipun banyak alasan yang dapat diberikan, namun jika disederhanakan alasan rakyat memilih adalah karena cinta. Cinta rakyat telah mengantarkan Irwandi Yusuf - Nova Iriansyah terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, cinta rakyat juga telah mengantarkan Muharuddin dan kawan-kawan (seluruh anggota DPRA) menjadi anggota terhormat. Rakyat tidak menginginkan hal-hal muluk, rakyat tidak meminta “imbalan” dari cinta mereka, rakyat hanya menginginkan kehidupan sejahtera dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih meningkat, serta kebijakan yang diambil selalu mengutamakan dan membela kepentingan rakyat. Dalam kenyataan, cinta rakyat sering dikhianati.

Jika merujuk kitab Raudhatul Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqien yang ditulis oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi dengan judul Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, maka akan didapati satu bab yang akan menjelaskan tanda dan bukti dari cinta. Ibnu Qayyim berpendapat, bahwa bukti cinta yang lahir sangat erat kaitannya dengan jiwa yang di dalamnya tersemat cinta. Menurutnya, jiwa jiwa tersebut dibagi dalam tiga jenis, yaitu jiwa samawy, jiwa jalang, buas dan temperamental serta jiwa binatang.

Bukti cinta yang lahir dari jiwa samawi akan cenderung mendekatkan cintanya kepada yang Maha Tinggi, cintanya pun semata-mata untuk mengharap keridhaan yang Maha Tinggi. Jiwa jalang, buas dan temperamental akan melahirkan bukti cinta yang hanya menjurus kepada pemaksaan, kesewenang-wenangan, membanggakan diri, takabbur, dan menghalalkan macam cara demi keinginannya. Terkait bukti cinta, Ibnu Qayyim menyebutkan setidaknya ada 20 macam bukti cinta yang lahir dari tiga model jiwa tersebut.

Secara terpisah, Ibnu Qayyim (1292-1350) dalam kitab cintanya menjelaskan tentang bab “Cinta menuntut penunggalan kekasih tanpa memadukannya dengan yang lain”, bahkan dengan tegas beliau berpendapat bahwa ini adalah hukum cinta sejati. Satu bukti cinta yang disebutkan Ibnu Qayyim adalah mendahulukan kepentingan orang yang dicintai dari pada dirinya sendiri.

Kualitas cinta
Dalam konteks Aceh dan perdebatan Pemerintah Aceh dan DPRA, patron cinta yang telah ditulis Ibnu Qayyim akan kita jadikan “pisau” untuk menguliti kualitas cinta; apakah Pemerintah Aceh dan DPRA benar-benar cinta kepada rakyat atau mereka bersembunyi di balik cinta rakyat untuk kepentingan sendiri dan kelompoknya? Jika jiwa samawi adalah jiwa Pemerintah Aceh dan DPRA, tentu tidak jadi masalah besar, jika kepentingan mereka tidak terakomodir dalam APBA. APBA disahkan dengan harapan untuk menyejahterakan rakyat melalui berbagai program yang terakomodir di dalamnya.

Satu ungkapan Umar Bin Khattab yang sangat masyhur adalah sayyidul al qaum khadimuhum, pemimpin adalah pelayan bagi rakyat. Spirit ini hendaknya menjadi motivasi tersendiri yang akan mengantarkan Pemerintah Aceh dan DPRA meninggalkan perdebatan panjang, sebab jiwa samawy akan selalu mengingatkan bahwa pemimpin memang pelayan bagi rakyat, keadilan pemipin bagi rakyat akan menjadi perantara untuk memperoleh cinta yang Maha Tinggi.

Di sisi lain, cinta sejati akan selalu meminta penunggalan kekasih tanpa memadunya dengan yang lain. Andai memang Pemerintah Aceh dan DPRA cinta kepada rakyat, pasti akan hilang usaha mereka membela partai pengusung, akan lenyap usaha mereka memperjuangkan nasib kelompok tertentu serta hal-hal yang mengabaikan cinta mereka kepada rakyat. Mengaku mencintai rakyat, maka perjuangkan nasib rakyat. Mengaku cinta rakyat, bela kepentingan Rakyat.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved