Opini
Utang Superbesar Bikin Indonesia Bubar?
PIDATO Prabowo yang antara lain meramalkan Indonesia bakal bubar pada 2030 menjadi viral dan menuai komentar
Sejak 2011 utang luar negeri Indonesia terus naik. Bank Indonesia (BI) mencatat, sampai Januari 2018, jumlahnya US$357,5 miliar. Dengan kurs BI (Senin, 26/03/2018) yang Rp 13.776/US$, angkanya setara Rp 4.925 triliun, hampir Rp 5.000 triliun. Sebaliknya, ekspor justru terus melorot. Sampai akhir 2017, hanya US$145 miliar. Maka tak heran kalau rasio utang luar negeri terhadap ekspor terus menanjak mencapai 176,19%. Padahal rasio yang normal ada 125%. Sementara itu, Thailand mencapai US$231 miliar, Malaysia US$ miliar, dan Vietnam US$160 miliar.
Tidak peduli
Tapi Sri dan para penganut neolib mana peduli? Mereka juga tidak peduli negara tersedot gila-gilaan untuk membayar utang. Pada 2017 saja, APBN kita mengalokasikan anggaran Rp 486 triliun hanya untuk membayar utang. Ini adalah porsi terbesar anggaran kita dalam APBN, jauh mengalahkan anggaran pendidikan yang Rp 416 triliun dan infrastruktur yang ‘cuma’ Rp 387 triliun.
Jumlah kewajiban kita terhadap utang pada 2018 ini makin mengerikan saja. Di APBN 2018 ada duit sebanyak Rp 399,2 triliun untuk membayar pokok dan cicilan utang. Jumlah itu di luar Rp 247,6 triliun yang hanya untuk membayar bunga utang. Total jenderal, untuk urusan utang ini Indonesia harus merogoh kocek dalam-dalam hingga Rp 646,8 triliun.
Saya tidak yakin, Sri yang, konon, doktor ekonomi top tidak paham soal ini. Bagaimana mungkin seorang yang berkali-kali memperoleh penghargaan bergengsi kelas dunia tidak tahu, bahwa menisbahkan utang dengan PDB adalah permainan negara-negara kreditor untuk menjerat negara debitor dengan utang?
Mohon maaf, hanya ada dua alasan dari sikap ndableg-nya dalam soal ini. Pertama, dia memang tidak paham (lho, katanya ekonom top?). Dan, kedua, dia menjadi bagian dari para pembuka palang pintu benteng bangsa bagi masuknya kekuasaan asing.
Dengan kondisi seperti ini, tidakkah ramalan Indonesia bakal bubar pada 2030 bisa menjadi kenyataan? Bubar atau tidak, yang pasti saat ini kedaulatan negara memang terasa jadi barang mewah. Tengok saja, bagaimana kontrak-kontrak utang yang dibuat untuk pembangunan infrastruktur kita. Sistem turn key project mengharuskan kita mengimpor bahan baku, bahan penolong, teknologi, perlengkapan, peralatan sampai tenaga kerja dari asing si pemberi utang.
Begitu lunglainya Indonesia, hingga tidak berdaya menerima banjir tenaga kerja asing dengan semua kategori, termasuk kelas kuli. Ironisnya, kuli-kuli asing itu dibayar sangat tinggi. Untuk seorang tukang asing dibayar Rp 15 juta/bulan. Sedangkan tenaga tukang yang sama dari dalam negeri harus puas dengan bayaran sesuai upah minimum regional yang sekitar Rp 3 jutaan.
Seokarno puluhan tahun silam mengatakan, perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri. Para penjajah memang tidak mungkin masuk kecuali atas bantuan para pengkhianat.
Jika ini terjadi, bubarlah Indonesia tercinta. Na’udzu billahi mindzalik.
* Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Ecbomic and democracy Studies (CEDeS). Email: edymulyadilagi@gmail.com