Pernah Bertemu Soeharto, Mahathir Mohamad: Saya Selalu Berbicara dari Hati ke Hati Dengan Pak Harto
Dalam pemilu Malaysia, Mahathir berhasil mengalahkan perdana menteri petahana Najib Razak.
Setiap kali berjumpa Pak Harto, saya selalu merasa kami berbicara dari hati ke hati, berbincang sebagai sahabat.
Masalah antara Indonesia dan Malaysia selalu ada tetapi masalah itu kecil-kecilan. Apabila ada masalah yang mengharuskan presiden dan perdana menteri turun tangan, maka selalu dibicarakan dengan baik sehingga masalah tidak menjadi besar dan membuat buruk hubungan kedua negara.
Pak Harto menganggap Malaysia sebagai bangsa yang serumpun, begitu pula saya menempatkan Indonesia sebagai bangsa serumpun.
Hanya karena sejarah yang membuat Indonesia dan Malaysia terpisahkan, namun sesungguhnya kedua bangsa berasal dari satu bangsa.
Dimana-mana, dalam hubungan dua negara selalu ada konflik. Secara geografis Malaysia berada di tengah-tengah di antara lima negara ASEAN.
Dengan setiap negara, Malaysia memiliki masalah. Malaysia memiliki masalah dengan Thailand, Singapura, Philipina, Brunei Darussalam, dan Indonesia, tetapi yang paling mudah diselesaikan adalah dengan Indonesia. Jadi saya merasa berutang budi terhadap Indonesia dan Pak Harto.
Pandangan orang asing dari negara-negara barat terhadap saya dan Pak Harto, tidak begitu baik.
Seolah-olah mereka tidak ingin melihat hubungan baik kedua negara ini. Oleh karena itu kami mendapatkan kecaman-kecaman, antara lain dengan merusakkan perekonomian kedua negara.
Sebagai contoh, bagaimana mata uang Indoensia dan Malaysia dijatuhkan sehingga ekonomi menjadi rusak.
Indonesia dan Malaysia memiliki masalah yang sama. Hanya saja sebagai negara yang kecil, masalah di Malaysia lebih mudah diselesaikan, berbeda dengan Indonesia yang memiliki masalah yang lebih kompleks.
Sebab itu, Indonesia-Malaysia selalu berhubungan untuk menyelesaikan masalah bersama-sama.
Tekanan terhadap Pak Harto amat berat pada saat terjadi krisis mata uang di tahun 1998. Pak Harto mengatakan dirinya tidak bisa tidur.
Karena pada saat itu sudah maju sehingga akhirnya Pak Harto menerima usulan IMF untuk campur tangan dalam penanganan keuangan dan ekonomi negara.
Saya sangat sedih melihat gambar Michael Camdesus, Direktur IMF pada saat itu yang menunjukkan seolah-olah dia mendapat kekuasaan yang besar.
Pak Harto tidak dapat menolak karena tekanan sangat besar. Saya tidak bisa melupakan peristiwa itu dan sangat sedih karenanya.